RWTS | 21

5K 903 95
                                    

Sepertinya,  takdir kali ini masih berpihak pada garis kehidupan Jimin.  Sepertinya,  Tuhan ingin agar Jimin menyelesaikan lebih dahulu masalah yang harus dia selesaikan di dunia.  Karena,  setelah kecelakaan besar yang dialami Jimin akibat malfungsi rem sepeda motor yang dia kendarai sebagai properti syuting Jimin mendapat luka jahitan di kaki kanan nya yang robek,  serta tangan kanannya yang  mengalami patah tulang. Luka yang tidak bisa dibilang serius mengingat bahwa Jimin mengendarai motor dengan kecepatan yang tinggi dan memberanikan diri untuk melompat dari sepeda motor itu. Namun Jimin membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan untuk bisa melepaskan gips di tangan kanan nya meski dia masih harus rutin memeriksakan tangannya seminggu sekali.  Kelanjutan syuting untuk adegan terakhir pun terpaksa ditunda sampai Jimin benar-benar mampu untuk kembali berakting, dan mengakibatkan sutradara meminta penulis naskah untuk mengganti adegan terakhir guna menyesuaikan dengan kondisi Jimin.

Tapi masalahnya bukan terletak di situ, tetapi sesuatu yang ditakutkan Jimin sejak lama terjadi juga. Jung Hoseok, mengetahui rahasia nya. Secara tidak sengaja tentu saja ketika ia berbicara dengan dokter Kang mengenai kondisi Jimin ketika pemuda itu dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri.

"Apa kau pikir selama ini aku hanya menjadikanmu tambang uang saja, Jimin?"

Jimin masih ingat, kalimat pertama yang Hoseok ucapkan saat Jimin baru beberapa menit lalu membuka matanya.

"Apa kau pikir aku tidak mempedulikan keadaanmu sebagai seorang sahabat? sampai-sampai kau merahasiakan hal ini dariku?"

Jimin bisa melihat kilat kemarahan dan kecewa dari tatapan mata Hoseok padanya, tapi sedetik kemudian tatapan itu berubah. Hoseok menghampirinya, memeluk nya sembari menangis. Tangis yang cukup kencang dan tersedu, tangisan yang tak pernah Jimin lihat sebelumnya dari Jung Hoseok.

"Kau pasti menderita seorang diri, Jimin." katanya sambil mengusap rambut Jimin, hatinya begitu hancur mengetahui bahwa mungkin Jimin tidak dapat bertahan lama dengan kondisinya sekarang. "Aku minta maaf tidak bisa menjagamu dengan baik."

"Hyung..." Jimin mengusap punggung Hoseok yang gemetar, "Itu tidak benar, kau sudah menjagaku dengan baik." pandangan Jimin kemudian dengan cepat mengabur karena air mata yang tiba-tiba saja menyeruak. "Kau...kau sudah menjagaku seperti seorang kakak menjaga adiknya. Maaf tidak memberitahumu lebih cepat." Jimin mengucapkannya pelan seperti bisikan.

Hoseok melonggarkan pelukannya, mengusap wajahnya yang penuh air mata karena mengangis. "Kata dokter kau harus di operasi, kapan kau akan melakukannya? aku akan mengatur jadwalmu." kata Hoseok bersungguh-sungguh.

"Tidak sekarang, hyung." Jimin menggenggam tangan Hoseok, memberinya sebuah senyum kecil meminta pengertian. "Izinkan aku bertahan sebentar lagi."

"Kenapa? kau tahu apa resikonya kalau kau tidak segera melakukan operasi itu kan."

"Hyung, kali ini tolong percaya padaku sekali ini lagi." Jimin mengeratkan genggamannya. "Masih ada yang harus aku lakukan."

"Apa itu? setidaknya beritahu padaku."

"Aku harus membersihkan nama sahabatku."

***

Ada sesuatu yang berdesir dalam dada Jimin kali ini ketika melihat sosok Ae Ri berada di hadapannya,  bukan lagi perasaan benci yang menggebu meski dia tak bisa menampik rasa itu juga masih tersisa.  Tapi kali ini,  perasaan yang dia rasakan adalah sebuah kerinduan yang telah lama ia simpan.  Perasaan merindu pada sosok ibu yang telah melahirkannya,  perasaan yang mendorong Jimin untuk memeluk Ae Ri erat meski nyatanya tak dia lakukan.  Jimin mengepalkan tangannya erat di dalam saku celana nya,  sekuat tenaga memaku  tubuhnya di bangku agar tidak menarik Ae Ri dalam pelukannya. 

Rewrite The Stars ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang