10

8.1K 915 72
                                    

Ponsel Darren terus menyala tanda panggilan yang tak henti-hentinya. Semua pesan Joya juga sudah ia baca tapi tak satupun sanggup ia balas, apalagi menjawab telepon gadis itu. Ia tidak tahu harus bicara apa. Ia juga tidak membuka pesan wa Joya.

Ah... Joya...

Darren menatap langit dari jendela apartemennya. Darren tahu jika dirinya saat ini sangat brengsek. Hanya saja, Darren butuh waktu. Waktu untuk hatinya, agar kelak ia tidak salah menentukan jawaban.

Darren tidak ingin ragu-ragu dalam menjalani sebuah hubungan. Sama seperti saat ia yakin penuh menjalani hubungan dengan Tatiana dulu. Dia bukan tipe playboy, dia juga susah jatuh cinta.

Sialnya, saat ia mulai memantapkan hati untuk membuka lembaran baru dengan Joya, Tatiana muncul tanpa pernah ia duga.

Joya mungkin masih menunggu dirinya sekarang di butik tapi ia berharap gadis baik hati itu sudah pulang. Ia tidak bisa melangkah ke sana, dan sialnya ia pun tak mengabari gadis itu. Ia bukan tidak mau, tapi tidak tahu harus beralasan apa karena ia tak ingin berbohong. Tidak mungkin dia bilang 'aku batal datang karena mantan kekasihku menemui ku' bukan?

---

Sore itu...

Jam 6 sore, Darren selesai praktik dan bergegas merapikan ruangannya. Ia tidak suka meninggalkan ruangan yang berantakan.

Tok.tok.tok.

"Masuk." Katanya. Tapi saat melihat seseorang yang berdiri di ambang pintu ia terdiam.

"Darren..."

Darren merapatkan giginya, tangannya juga terkepal kuat hingga hampir memutih. Menyebutkan namanya pun Darren tak sanggup.

"Mau apa kamu?"

"Aku sudah bercerai dua bulan lalu." Ucap perempuan bernama Tatiana tersebut.

"Lalu setelah bercerai kamu mau apa?"

"Sesuai janjiku. Saat aku sudah pantas mendampingi kamu, aku akan kembali. Aku sudah jadi dokter, aku menyelesaikan spesialis ku dan mendaftar bekerja di rumah sakit ini. Mereka menerimaku. Mama kamu, tidak punya alasan lagi menghinaku sekarang. Aku juga punya sedikit tabungan setelah bercerai dari suamiku."

"Apa maksudmu Tiana? Kamu anggap semua mudah seperti membalik telapak tangan?" Darren emosi.

"Kamu tahu dari awal kalau aku pergi tujuannya untuk kembali padamu. Aku menikah dengannya karena ia janji akan membiayai kuliahku sampai selesai spesialis."

"Dengan menjadi pelacurnya?" Kata Darren sinis.

"Iya. Meskipun harus menjadi pelacurnya dengan status istri kedua, setidaknya apa yang aku perjuangkan sudah tercapai. Mama kamu tidak akan menghina perbedaan status sosial kita lagi." Kata Tatiana dengan mata berkaca-kaca.

"Aku berulang kali memintamu membatalkan pernikahan dengan pria itu. Aku berulang kali memohon agar kamu percaya padaku, jika kita bisa menyelesaikan kuliah kita dan sukses bersama. Aku berulang kali berjanji padamu, jika aku akan memperjuangkan hubungan kita dihadapan mamaku. Tapi kamu merusaknya dengan meninggalkanku Tatiana!" Kata Darren meninggikan nada suaranya. Luka masa lalu itu masih sangat menyakitkan.

Tatiana menoleh ke sekelilingnya.

"Sebaiknya kita cari tempat untuk bicara." Kata Tatiana.

Darren menyugar rambutnya ke belakang lalu membenarkan posisi kacamatanya. Ia meraih tas kerjanya lalu memutuskan keluar dari ruangannya diikuti Tatiana.

---

Ponsel Darren yang sudah redup selama hampir satu jam kembali bergetar tanda panggilan masuk. Darren melihatnya. Kali ini bukan Joya, melainkan Paulo.

My Man (Sequel MBA-my Beloved Aryana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang