Darren mendesah menatap wanita di hadapannya. Darren sudah mengusirnya secara halus dengan alasan ia akan segera memulai jam prakteknya tetapi wanita itu tak mau pergi sama sekali dari kursi pasien di hadapannya.
"Dokter, saya harus memulai praktek saya." Ucap Darren untuk kesekian kalinya.
Wanita itu menatap Darren tajam, penuh rasa sakit dan kecewa.
"Aku nggak nyangka permainan kamu selicik ini untuk membalasku."
"Aku sudah tidak ada niat membalas apapun lagi dengan anda Dokter Tatiana. Hubungan kita tidak lebih dari profesionalisme pekerjaan."
"Kamu bohong! Kamu cuma mau membalasku dan menyakiti ku dengan menikahi perempuan cacat!"
"Jangan menyebut istriku dengan panggilan seperti itu, Dokter. Kamu hanya menghilangkan wibawa mu sebagai seorang tenaga kesehatan."
Air mata Tatiana menetes. "Darren aku mohon jangan sakiti aku seperti ini. Aku sekarang paham betul bagaimana rasa sakit hati kamu, saat aku tinggal menikah dulu. Batalkan pernikahan kamu, dia cuma perempuan disabilitas yang tidak akan bisa mendampingi kamu."
"Aku yang paling tahu siapa yang aku butuhkan. Berhenti Tatiana." Ucap Darren tegas. Ia tak iba lagi dengan air mata mantan kekasihnya tersebut.
"Jangan bohongi diri kamu! Kamu cuma mau membalasku dan aku minta maaf." Tatiana ngotot.
"Berhenti memaksakan diri dan pendapat mu. Aku tidak membohongi siapapun. Aku benar-benar mencintai istriku, aku menghargai usahanya yang berhasil menarikku dari keterpurukan. Kamu hanya kebetulan kembali disaat aku mulai memantapkan hati. Kecelakaan yang dialami Joya membuatku sadar kalau aku, tidak bisa kehilangan dia. Kalau anda tidak mau keluar, saya akan panggilkan security Dokter Tatiana." Ucap Darren tenang tetapi tegas.
Tatiana kehabisan kata-kata tetapi ia masih tidak mau menyerah. Darren adalah satu-satunya pria yang mampu membuat ia merasakan cinta dan gairah.
Tatiana pergi meninggalkan ruangan Darren.
Darren mendesah. Ia menghubungi perawat menunda prakteknya sepuluh menit. Setelahnya ia menghubungi Joya. Ia rindu sekali pada Joya padahal masih berpisah beberapa jam.
---
Joya menatap laporan beberapa hari terakhir. Sudah hampir dua Minggu ia tidak ke Butik, terakhir adalah saat ia mengalami kecelakaan.
Panggilan di telepon genggamnya membuat perhatiannya terpecah. Joya menggigit bibir bawahnya menahan gelitik di dadanya.
"Ha.halo..." sapanya gugup.
"Kamu lagi apa sayang? Aku kangen." Ucap suara diseberang.
Aih... Wajah Joya merona merah. Tutur kata yang lembut, ucapan yang mesra dari orang tercinta pastinya membuat klepek-klepek.
"Lagi periksa laporan beberapa hari terakhir. Kamu nggak kerja? Belum ada pasien?"
"Ada. Pasiennya bahkan sudah menunggu. Tadi sempat terganggu karena ada tamu tak diundang yang datang ke ruangan ku. Alhasil mood ku bekerja rusak dan aku butuh kamu untuk kembali memulihkan semangat." Ucap Darren.
Hati Joya menciut. "Apa aku ini obat untuk rasa sakit mu?"
"Bukan. Kamu bukan obat untuk rasa sakit karena aku tidak merasakan sakit apapun. Bagiku kamu adalah cahaya hidup sayang. Kalau kamu nggak ada, aku bukanlah apa-apa."
Joya tersenyum bahagia.
"Aku kerja dulu kalau gitu. Mood aku udah membaik dengar suara kamu." Ucap Darren tersenyum bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Man (Sequel MBA-my Beloved Aryana)
RomanceDewasa 21+ "Hai... Nama gue Joya. Gue anaknya dr.Aryana dan pengusaha properti Joe Hansen." perempuan muda nan cantik itu mengulurkan tangannya pada seorang pria berjas putih berkaca mata. Sedetik-dua detik-lebih dari sepuluh detik. TIK.TOK.TIK.TOK...