Joya berusaha duduk di ranjangnya. Ia tahu, jika mantan sang tunangan juga bekerja di rumah sakit tempatnya dirawat sekarang, dia juga tahu jika cepat atau lambat ia akan berhadapan dengannya. Hanya saja ia tetap tidak menduga kehadirannya saat ini.
Ah, bisa-bisanya ia kira kalau yang datang adalah dokter yang akan men'terapi kakinya. Tapi tak apalah, meskipun ia terkejut, meskipun ia belum siap secara kondisinya sekarang tak bisa berdiri tegak menghadapi musuh, setidaknya ia terbiasa menghadapi siapapun tanpa rendah diri.
"Maaf... Mantan kekasih mungkin maksud anda?" Ucap Joya tenang mengoreksi ucapan wanita tersebut.
"Huh..." Tatiana membuat ekspresi menyepelekan sambil menatap Joya hina tepat di kakinya.
Joya meremas bedcover yang menutupi setengah tubuhnya erat. Ia tak boleh lemah. Ia harus tenang. Ia adalah masa depan Darren, dan wanita ini cuma masa lalu.
"Baiklah. Aku mantan kekasih Darren. Aku datang untuk kembali pada kekasihku. Aku sudah membuat janji padanya jika aku akan kembali.
Aku yakin selama ini dia menungguku, tapi sayangnya ada pengacau diantara kami saat ini." Kata Tatiana."Kamu tidak bisa seenaknya datang dalam kehidupan seseorang lalu pergi semaumu kemudian datang lagi. Seseorang itu mungkin sudah punya kehidupan yang lain saat kamu meninggalkannya dengan luka penuh darah." Kata Joya.
Tatiana menatap Joya tajam. Tak mau kalah, Joya membalas tatapan itu, dia sudah terbiasa mengintimidasi lawan bicaranya, dia adalah keturunan Joe Hansen. Matanya menatap Tatiana tanpa takut sedikitpun.
"Aku mencintai Darren dan sudah memperjuangkan cintaku sehingga Darren pun sekarang mencintai ku. Dia sudah melamar ku, dan aku sudah putuskan menikah dengannya. Jadi sebaiknya kamu menghargai keputusan kami." Joya melanjutkan ucapannya.
"Kami??? Hahhh??? Maksud kamu aku harus setuju dengan keputusan bodohnya merusak masa depannya sendiri dengan menikahi perempuan cacat? Darren itu dokter yang punya masa depan cerah, masa ia harus memiliki istri cacat nantinya???" Tanya Tatiana.
Jleb. Sakit. Ya... Sakit mendengar kata itu. Astaga bagaimana bisa seorang dokter mengeluarkan ucapan menyakitkan pada seorang pasien?
Tubuh Joya bergetar menahan hatinya yang sakit tercabik-cabik, tapi Joya tak ingin lemah. Ia tahan air matanya dan ia hadapi Tatiana dengan tetap tenang.
"Huh, kamu nggak ngerti bahasa Indonesia sepertinya. Aku bilang, kamu harus menghargai keputusan kami. Lagipula, Darren tidak butuh persetujuan dari mantan kekasihnya." Ucap Joya tegas.
"Astaga... Keras kepala... Dengar, kamu mungkin bisa sombong saat kamu masih sempurna, kamu mungkin bisa bangga dengan dirimu saat kamu masih sempurna. Ya, kamu cantik, kamu kaya dan kamu tak pernah tahu apa itu rasanya kekurangan. Tapi lihat, sekarang Tuhan beri kamu keadilan, agar kamu memiliki kekurangan. Nah, coba pikirkan jika kamu menikah dengan Darren, bukankah kamu hanya akan menyusahkan hidup Darren?"
Air mata Joya akhirnya jatuh di pipi. Segera dihapusnya tapi menetes lagi. Sial, dia jadi sensitif sekali sekarang. Biasanya Joya tidak membiarkan siapapun melukainya, tapi ia tercekat, tak mampu membalas perempuan sialan di hadapannya ini.
Joya mengumpulkan kekuatan untuk membalas Tatiana.
"Darren bilang dia mencintaiku. Dia tidak merasa kesusahan, dan aku bukan beban baginya. Pergi kamu dari sini. Keluar!" Nada suara Joya meninggi."Huh... Dia mengatakan itu agar kamu mau menikah dengannya. Darren mencintai ku, dia bahkan masih belum move on setelah ku tinggalkan. Aku sudah dengar cerita semua orang, kalau Darren tak pernah membuka hati buat perempuan manapun selama ini. Lalu sekarang tiba-tiba dia bilang dia akan menikahi kamu? Logika nggak sih dia tiba-tiba mau nikahin kamu? Dia pasti sedang membalasku sekarang, karena aku meninggalkan dia beberapa tahun lalu dan kebetulan ada gadis cacat butuh belas kasihan yang butuh suami. Lagipula orang tua kamu sangat mampu untuk membeli Darr-"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Man (Sequel MBA-my Beloved Aryana)
RomantizmDewasa 21+ "Hai... Nama gue Joya. Gue anaknya dr.Aryana dan pengusaha properti Joe Hansen." perempuan muda nan cantik itu mengulurkan tangannya pada seorang pria berjas putih berkaca mata. Sedetik-dua detik-lebih dari sepuluh detik. TIK.TOK.TIK.TOK...