Sudah saya Revisi dan akan segera diterbitkan. Inti cerita tetap sama tetapi banyak perubahan pastinya. Kalau masih ada typo please bantu koreksi.
Selamat Baca!!!
Joya menggoyangkan kaki kanannya tanda ia mulai bosan. Menunggu adalah hal yang paling-paling-dan paling ia benci. Tapi, entah kenapa kali ini ia begitu sabar menunggu.
Beberapa pasang mata mencuri-curi pandang padanya tapi ia sama sekali tidak terganggu apalagi terpengaruh. Bukan pertama kalinya Joya diperhatikan seperti ini. Dia cantik, penampilannya juga menarik, mungkin orang bahkan mengira ia seorang selebgram atau model.
Tak hanya mendapatkan tatapan memuja dari kaum adam, tatapan sirik dari kaum hawa juga ikutan ia terima. Ia memang sering jadi pusat perhatian di tempat umum, seperti sekarang misalnya, saat ia mengantri di depan ruang praktek dokter spesialis mata.
Tau kan ngantri buat siapa?
"Ibu Joya."
Yes! Joya bersorak dalam hatinya. Dengan anggun ia berdiri dan melangkah ke ruangan yang di arahkan perawat.
Deg-deg-deg jantungnya mulai berdebar kencang. Terus terang saja ya, Joya nggak pernah segrogi ini kalau bertemu lelaki, tapi menemui lelaki satu ini kakinya bahkan serasa gemetar dan telapak tangannya keringat dingin.
Sang dokter menatapnya sekilas, tersenyum sedikit menunjukkan keramahan seorang dokter lalu kembali kaku dan mempersilahkan nya duduk di kursi tepat di hadapannya.
Giliran gue dateng jadi pasien dia, baru dia senyumin gue... Beuh... Rutuk gadis itu dalam hati.
"Ibu Joya, ada keluhan apa dengan matanya?"
"Oh, ini dokter. Belakangan ini matanya suka kabur penglihatannya. Saya juga bingung kenapa bisa begitu." Jawab Joya santai.
Ia tahu betul, lelaki tampan di hadapannya ini pasti mengingatnya. Tidak mungkin dalam 2 hari sudah melupakan seorang Joya. Tapi nggak apa. Joya sabar kok.
Lalu Darren menuntun Joya menghadap ke arah dinding yang dipajang poster huruf dan angka.
"Penglihatan ibu masih bagus. Tidak ada huruf maupun angka yang salah baca. Biasanya kapan penglihatan ibu mulai kabur? Pagi, atau menjelang malam barangkali?" Tanya Darren setelah meminta Joya membaca huruf dan angka yang ia tunjuk di dinding.
Astaga!!! Jantung Joya makin gedebak-gedebuk mendengar suara bass nan ringan di telinganya. Ia memperhatikan wajah Darren dengan sangat memuja namun pria itu tak bergeming, tetap kaku dan tak berekspresi. Joya jadi kesal sendiri.
"Ehm..." Joya berdehem. "Biasanya, penglihatan saya selalu jelas dokter. Tapi sejak ketemu dokter dua hari lalu, penglihatan saya jadi kabur. Semua pria jadi kelihatan biasa aja, dan cuma dokter yang tampak sempurna di mata saya." Jawab Joya dengan tatapan menggodanya, tapi si dokter malah diam saja.
Oh My God... Nih orang mukanya kaku bener. Untung bibirnya merah, jadi kalopun kaku masih tetep cakep.
"Sepertinya ibu tidak punya keluhan apapun. Pasien lain sudah menunggu di luar ibu sebaiknya silahkan keluar." Jawab Darren masih dengan wajah tanpa ekspresi.
Wajah Joya merah padam. Ini pertama kali dalam hidupnya dia bersikap agresif dan si pria tak tergoda sama sekali. Apa dia terlalu menunjukkan minat?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Man (Sequel MBA-my Beloved Aryana)
RomanceDewasa 21+ "Hai... Nama gue Joya. Gue anaknya dr.Aryana dan pengusaha properti Joe Hansen." perempuan muda nan cantik itu mengulurkan tangannya pada seorang pria berjas putih berkaca mata. Sedetik-dua detik-lebih dari sepuluh detik. TIK.TOK.TIK.TOK...