Chapter 2. Bagas

4.3K 418 71
                                    

Bagas berkali-kali menengok pada pintu apartment milik Alfan. Entah sudah berapa kali ia melakukan itu tapi Bagas berharap bahwa pintu itu akan terbuka lalu menampilkan seseorang yang tengah ditunggunya sedari tadi.

Bagas pulang sejak jam empat sore. Ia bahkan sudah mandi dan menyiapkan makan malam tapi waktu sudah menunjukkan jam sembilan malam dan Alfan tidak kunjung pulang. Mungkin sosok itu lembur malam ini.

Sebuah helaan nafas keluar dari Bagas. Ia tidak menyangka akan merasakan perasaan kosong saat tinggal sendirian di apartment mewah itu. Bagas tidak pernah merasakan hal itu sebelumnya. Mungkin itu adalah efek dari pertemuannya dengan Alfan yang semakin berkurang akhir-akhir ini.

Bagas menyadari ketika memasuki masa kuliahnya, ia menjadi sedikit lebih sibuk. Pun Alfan yang memang adalah sosok yang selalu sibuk dengan pekerjaanya. Sibuk memang menjadikanmu lebih produktif tapi bukan ini yang Bagas inginkan. Ia merasa bahwa ia mulai merasakan perasaan kehilangan.

Bagas merindukan kebersamaannya bersama Alfan.

Tanpa sadar, kakinya melangkah mendekati pintu. Dalam hati, Bagas sangat berharap akan kedatangan sosok itu. Sosok yang sangat familiar. Sosok yang begitu perhatian dan peduli padanya. Sosok yang mengajarkannya tentang banyak hal. Sosok yang memberikannya begitu banyak perasaan.

Sosok yang disayanginya.

Maka begitu pintu terbuka dan menampilkan sosok Alfan Prasetya, Bagas menghambur begitu saja. Ia merasa tepat dan benar ketika tangan-tangan besar milik Alfan melingkar di sekitaran tubuhnya hingga perasaan bahwa ia tidak membutuhkan apapun lagi di dunia ini pun muncul ke permukaan.

"Bagas kenapa, hm?"

Bagas menggeleng, bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman. Ia merasa kebahagiaan membuncah dari dalam dirinya hanya karena bisa dipeluk oleh sosok Alfan.

Mereka berdiam seperti itu untuk beberapa menit hingga akhirnya Bagas terkejut saat Alfan bergerak melepas pelukan itu dan menggendong tubuhnya dengan sekali sentakan. Bagas refleks berpegangan pada bahu-leher yang lebar juga kokoh milik Alfan.

Ketika Alfan berjalan dan mendudukan dirinya di atas sofa, Bagas tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok itu. Ia tidak tahan untuk tersenyum ketika Alfan mengusap pipinya dengan senyuman di wajah tampannya.

Bagaimanapun juga, Alfan adalah sosok yang sangat tampan. Bagas mengakui hal itu dari awal pertemuan mereka. Alfan dengan segala kesempurnaan yang dimilikinya tidak pernah sekalipun Bagas pikirkan untuk menjadi miliknya.

Bagas sangat mensyukuri hal itu.

"Besok Bagas mau pergi sama Alfan?"

Bagas mengerjap atas pertanyaan Alfan. Sosok itu masih membelai pipinya dengan ibu jarinya yang besar. "Alfan ngajak Bagas pergi?" Tanyanya memastikan dan ia diberi sebuah anggukan oleh Alfan.

"Besok hari Sabtu, Alfan pengen ngajak pergi Bagas ke suatu tempat." Katanya yang mana membuat Bagas merasa penasaran akan kemana sosok itu akan membawanya pergi.

"Hanya kita berdua."

Sambung Alfan sambil menyatukan dahi mereka dan senyuman Bagas melebar ketika hatinya merasakan perasaan hangat. Kepalanya mengangguk yang mana membuat kepala Alfan ikut bergerak. Mereka tertawa kecil kemudian.

"Tapi sebelum itu, Alfan harus minta izin dulu ke Ayah Bagas." Katanya lagi. "Besok sebelum berangkat, kita mampir ke rumah." Tukasnya.

Bagas tidak bisa menjadi lebih bahagia lagi dari ini. Alfan benar-benar menjadi sosok yang pengertian dan ia tahu bahwa sosok itu mencoba sekuat yang ia bisa untuk menepati janjinya kepada Ayah agar menjaga Bagas. Such a gentleman dan Bagas mengetahui hal itu dengan sangat baik.

When Love Happens Pt. 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang