Chapter 9. Bagas

3.4K 364 158
                                    

Bagas tersentak keras. Ia merasakan bahwa dorongan di bawah sana menjadi semakin cepat dan lebih cepat. Ia berusaha mengais udara di sekitarnya di samping fakta bahwa tubuhnya tengah mengeluarkan begitu banyak keringat pada setiap pori-porinya.

Alfan yang berada di hadapannya juga sepertinya tengah bekerja dengan keras. Sosok itu mendorong sembari menahan berat tubuh Bagas. Keringat membanjiri tubuhnya yang berada dalam keadaan shirtless. Sosok itu hanya mengenakan celana panjang hitam dengan kesejatiannya yang sudah merasa nyaman di dalam diri Bagas.

Pernahkah Bagas menyebut bahwa ia sangat menyukai pemandangan di hadapannya?

Alfan dengan keringat di tubuhnya yang proportional, juga nafas berat dan geraman yang terkadang muncul dari mulut itu menjadi pemandangan mendebarkan dan entah kenapa selalu membuat Bagas merasakan desiran yang begitu asing namun menyenangkan pada tubuhnya.

Bagas tidak punya pilihan lain ketika gerakan itu terasa semakin intens, ia memerlukan pegangan dan kedua tangannya berakhir jatuh pada bahu-pundak kokoh milik Alfan. Bibirnya kemudian mendendangkan sebuah desahan halus begitu Alfan menyesap lehernya dengan kuat.

Ketika Bagas merasa berada di tepian dan siap meluncur dengan bebas pada jurang kenikmatan, Alfan semakin merangsek maju lalu sosok itu membenamkan wajah tampannya pada perpotongan leher Bagas; menggigit kulit Bagas dengan giginya ketika mereka meledak di bawah sana.

Bagas mengernyit merasakan rasa perih pada lehernya. Walau perasaan itu selalu tertutupi dengan euforia yang sedang ia rasakan. Alfan selalu menggigit bagian leher atau bahunya ketika sosok itu mencapai puncaknya dan Bagas tidak pernah keberatan, ia bahkan menemukan itu sebagai hal yang manis. Alfannya memang begitu maka Bagas hampir tidak bisa menolak ketika sosok itu datang padanya dan menyerangnya seperti ini.

Bagas dengan senang hati akan menerimanya.

Pemikirannya itu membuat wajahnya perlahan menghangat. Ia mengangguk tapi tidak tahan untuk menyembunyikan wajahnya dengan cara memeluk sosok Alfan kembali. Rasanya ia tidak bisa menatap Alfan lebih lama lagi.

Lalu kekehan Alfan terdengar. "Kalo Bagas kayak gini, Alfan nggak bisa jamin bahwa ini udah selesai sampe sini." Katanya di telinga Bagas yang tanpa sadar membuatnya mendesah kecil. Ia menggeliat ketika mengetahui kesejatian milik Alfan mulai membesar di dalam tubuhnya.

"Bagas bisa lepasin?"

Alfan berdeham dan Bagas yakin sekali bahwa sosok itu menggeram di akhir kalimatnya. Tapi Bagas tidak mempunyai niat untuk menjauh dari Alfan, ia sudah nyaman dalam posisi ini. Walau nanti mungkin punggungnya akan lecet dan pegal di beberapa bagian karena sedari tadi bersandar dan tergesek dinding di belakangnya.

Maka Bagas memberikan sebuah gelengan kepala pada Alfan. Ia mengeratkan pelukannya dan kali ini ia merasakan bahwa Alfan sudah sepenuhnya membesar di dalam tubuhnya. Hal itu membuatnya malu dan perasaan ganjil lainnya. Bagas bergetar ketika Alfan semakin menahan tubuhnya dengan kedua tangan-tangannya yang kuat.

"Alfan bakalan gerak lagi kalo Bagas nggak lepas pelukan Bagas."

Suara dan kata-kata itu bagaikan ancaman. Ancaman antara Bagas harus melepaskan pelukannya dan Bagas tidak boleh melepas pelukannya. Hal itu justru membuat tubuhnya semakin bergetar.

Bagas mengetahui fakta bahwa Alfan yang sama sekali tidak menyukai tingkahnya ketika ia tidak menurut tapi Bagas pikir Alfan akan menyukai ketika Bagas tidak menurut dalam keadaan seperti ini. Dan detik selanjutnya, Bagas terkejut karena mempunyai pemikiran seperti itu.

Ia tidak bisa memikirkan itu lebih jauh lagi ketika Alfan kembali bergerak di bawah sana. Kali ini begitu keras, begitu mendominasi, begitu kuat hingga Bagas merasa bahwa airmata menggenangi kedua matanya akibat tidak bisa menahan euforia memabukkan ini.

When Love Happens Pt. 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang