Chapter 10. Alfan

3.3K 374 134
                                    

Alfan melangkah masuk ke dalam apartmentnya setelan menekan susunan pass code. Dahinya berkerut saat ruangan itu terlihat lenggang dan sangat sunyi. Ia tidak menemukan tanda-tanda seseorang yang seharusnya berada di tempat itu.

Kaki jenjangnya melangkah semakin ke dalam dan dahinya semakin berkerut saat matanya mendapati ceceran air di atas lantai kayu apartmentnya. Air itu terlihat berasal dari arah dapur dan jejaknya menuju ke dalam kamar miliknya.

Ketika rasa penasarannya tidak bisa ditahan lagi, kakinya melangkah menuju kamarnya.

Retina matanya melebar ketika melihat Bagas menggendong sesuatu yang basah di atas pangkuannya; di atas tempat tidur hitam kesayangannya.

Alfan memanggil nama Bagas yang seketika menarik atensi dari dua makhluk di atas tempat tidurnya itu. Sesuatu yang basah itu hidup dan sekarang tengah melompat dari tempat tidur lalu menggonggong padanya. Membuat Alfan mundur beberapa langkah kakinya ke belakang.

"Alfan udah pulang?"

Bagas terlihat terkejut di sana dan segera bangun dari posisinya yang mana membuat Alfan melebarkan retina matanya part dua.

Alfan memerhatikan ketika Bagas tengah kesusahan untuk menangkap mahkluk yang masih menggonggong padanya. Yeah, itu adalah anak anjing. Anak anjing yang begitu mungil berjenis puddle dengan bulunya yang berwarna mocca.

Sampai akhirnya Bagas menangkap anjing itu dan mendekapnya di dada lalu melemparkan tatapan takut-takut pada Alfan.

"Itu, tadi," Bocah itu terlihat tengah menyusun kalimat yang ingin diucapkannya. "Temen-temen Bagas nemu anak anjing ini dan nggak ada yang bisa bawa pulang." Bagas mencicit dengan kepala tertunduk. Tangan kanannya mengusap-usap bulu berwarna mocca milik puddle yang masih berada di gendongannya.

Alfan masih menunggu. Ia menatap Bagas lurus-lurus. Tapi bocah itu tetap diam dan Alfan menghela nafasnya.

"Bagas mau pelihara anak anjing ini di sini?"

Alfan menembak dan Bagas menggeleng hingga rambut fluffy bocah itu ikut bergerak. Tapi kemudian kepala itu mengangguk. Alfan mengangkat kedua alisnya sambil menekan rasa gemasnya pada bocah di hadapannya itu.

"Sebenarnya Bagas mau bawa ke rumah tapi Ayah alergi sama bulu anjing." Lagi-lagi Bagas mencicit kecil tapi kali ini suaranya terdengar sedih. Lalu bocah itu mendongak padanya dan melempar tatapan yang mampu membuat Alfan tidak tahan.

"Bagas mau izin dulu sama Alfan. Tapi kalo nggak dibolehin, nggak papa kok. Nanti Bagas cari orang lain buat mau merawat anak anjing ini."

Sekali lagi Alfan menghela nafas. Ia merasa tidak bisa untuk tetap berdiri di dalam posisinya sekarang. Jadi ia melangkah; menjangkau Bagasnya setelah sebelumnya mengangkat anak anjing itu dan meletakkannya di atas lantai.

Alfan membuka jas biru miliknya dengan tatapan yang tidak pernah lepas dari Bagas yang kini melemparkan tatapan bingung padanya. Hal itu hanya semakin membuat Alfan merasa tidak tahan dan tidak sabar.

"Bagas bebas buat ngelakuin apapun di sini." Alfan berkata dengan mendekat pada Bagas yang kini melangkah mundur. Alfan menyeringai kecil sembari melepaskan dasi di lehernya lalu diikuti melepas kancing-kancing pada kemeja putihnya.

"Alfan nggak keberatan kalo Bagas pake barang-barang milik Alfan."

Katanya lagi. Tangan kanannya menyentuh ujung baju yang melekat pada tubuh milik Bagas. Itu adalah baju miliknya. Baju lengan panjang tanpa motif berwarna putih yang sedikit basah itu seharusnya sudah berada di keranjang cucian pagi ini dan Alfan tidak mempunyai ide kenapa bocah itu memakai bajunya dengan cara seperti ini.

When Love Happens Pt. 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang