Chapter 13. Bagas

3K 341 153
                                    

Bagas merasa bahwa dirinya tidak pandai untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya. Bagas lebih banyak memilih untuk menyimpannya dan memendamnya sendirian jika ia merasakan atau mengalami sesuatu.

Bagas tidak mengingat bahwa ia pernah berinteraksi dengan Sang Ibu. Ketika ia menyadari, Bagas merasa tidak pernah mengenal atau bahkan merasakan eksistensi seorang Ibu. Tapi entah kenapa, pemikiran bahwa Ibunya adalah seseorang yang baik seperti malaikat selalu tersemat dalam diri Bagas.

Bagas hanya mengingat bahwa ia tumbuh bersama Ayah dan Abangnya. Walau samar-samar wajah Ibunya sama sekali tidak pernah ia lupakan. Sosok itu masih tersimpan di dalam kepala maupun hatinya.

Sejak Bagas menyadari bahwa hubungan di antara keluarganya tidak begitu baik mengingat Ayah dan Bayu selalu bersitegang, ia berpikir mungkin saja jika Ibu masih berada di dunia ini, keadaannya tidak akan seperti ini. Bagas akan selalu menangis menjelang jam tidur jika memikirkan hal ini.

Keputusan untuk tinggal di asrama hanya diambilnya tanpa bertanya lebih dulu pada Ayahnya atau Abangnya. Bagas berpikir bahwa ia merasa tidak bisa untuk tetap tinggal di rumah itu ketika Bayu meninggalkannya untuk tinggal bersama dua sahabatnya, Anggra dan Luke.

Bayu memang mengajaknya untuk tinggal bersama dan berkata akan membiayai sekolahnya tapi Bagas menolak. Ia berpikir bahwa Ayahnya masih mempunyai tanggung jawab padanya dan ia akan mencoba untuk bertahan dengan itu. Bagas tidak mau merepotkan Abangnya yang ia tahu begitu sedih dan tertekan akan hubungannya dengan Ayah saat itu.

Bagas bukan tidak tahu tentang permasalahan di antara Sang Ayah dan Sang Abang. Bagas bukan tidak tahu tentang kelakuan Ayahnya. Bagas bukan tidak tahu tentang alasan kenapa Bayu pergi dari rumah. Bagas bukan merasa bahwa ia baik-baik saja dengan semua itu.

Bagas hanya mencoba bertahan, sebagai anak dan juga adik. Seorang anak dan seorang adik pada umumnya. Walau ia tidak membenarkan sikap Ayahnya tapi Bagas bisa bertahan karena ia menuntut tanggung jawab Ayahnya untuk merawat dan membiayai hidupnya. Bagas masih duduk di bangku SMP saat itu dan ia berusaha keras untuk mengabaikan segala hal di luar urusan itu.

Walau Bagas merindukan kebersamaan Ayah dan juga Abangnya, tapi ketika menyadari bahwa Bayu begitu tersakiti dengan kelakuan Ayahnya hanya membuat Bagas memutuskan untuk tinggal jauh di asrama. Ia sama sekali tidak mau merepotkan Abangnya itu.

Akibatnya, Bagas merasa jauh dengan Bayu.

Abangnya itu masih mengunjunginya setiap minggu tapi seakaan terdapat sebuah dinding yang tinggi namun rapuh di antara mereka. Bagas tidak pernah menceritakan tentang apa yang ia rasakan karena di sana terdapat ketakutan bahwa ia hanya akan merepotkan dan membuat khawatir Abangnya. Hal itu terus berlanjut sampai Bagas tidak menyadari bahwa di antara dirinya dan Bayu sama sekali tidak pernah mengobrol dari ke hati dengan obrolan dalam dan serius.

Itu membuat Bagas merasa lega tapi juga kecewa.

Sampai akhirnya Luke datang padanya. Dengan senyuman sehangat matahari, Abang bule itu rutin mengunjunginya di asrama. Luke akan datang dengan atau tanpa izin dari Bayu karena ia tahu bahwa Abangnya itu tidak bisa membiarkan Luke untuk terlalu memanjakannya.

Bagas justru mendapatkan kesenangan ketika bersama Luke. Ia bisa lebih banyak bercerita tentang kesehariannya pada cowok bule itu. Walau hanya cerita tentang hal-hal sederhana dan biasa yang Bagas alami, tapi itu terasa sangat cukup dan menyenangkan untuknya.

Luke adalah sosok yang menyenangkan. Bagas selalu merasa kagum saat Abang bule itu berbicara dalam bahasa Inggris. Itu terasa keren sekali dan Bagas merasa sangat terkesan. Ia menjadi ingin belajar bahasa Inggris dan ingin terlihat keren seperti Luke.

When Love Happens Pt. 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang