Chapter 4. Bagas

3.3K 426 84
                                    

Bagas melangkah di sepanjang koridor kampusnya.

Hari ini ia telah menyelesaikan semua kelasnya. Matahari hampir terbenam dan Bagas menghela nafasnya. Rasanya cukup melelahkan untuk mengikuti kegiatan kampus selama seharian ini.

Kakinya sudah menginjak halaman depan kampusnya. Namun saat matanya menatap kepada gerbang kampus yang terlihat dari posisinya, langkah kaki Bagas terhenti seketika.

Pupil matanya melebar saat ia mendapati sosok Alfan Prasetya tengah berdiri di sana. Bagas refleks menelan salivanya. Rasa cemas dan takut mulai menjalari dirinya.

Alfan berdiri di sana dengan aura yang begitu asing untuk Bagas dan hal itu membuatnya ragu untuk melangkah. Tapi Bagas seperti tidak diberi satupun pilihan. Kakinya tetap melangkah perlahan untuk mendekati sosok itu.

Pandangan Bagas tidak terlepas dari sosok Alfan dan ia benar-benar tertegun saat akhirnya berdiri di hadapan sosok itu.

Tidak ada senyuman di wajah Alfan. Bahkan gurat wajahnya terlihat mengeras dan kaku. Alfan dengan segala kesempurnaannya berdiri dengan sangat angkuh, sangat arogan, sangat out-standing di samping aura dominannya yang terasa sangat kuat tanpa harus melakukan sesuatu.

Kombinasi yang tidak pernah Bagas temui sebelumnya.

"Masuk ke mobil."

Suara pertama dari Alfan terdengar begitu dalam namun penuh dengan emosi. Sosok itu masih menatapnya dengan cara yang sama dan Bagas merasakan bahwa hatinya berdenyut secara menyakitkan.

Alfan yang biasanya menjemput dirinya di kampus akan melemparkan senyuman bahkan ketika pandangan mereka bertemu walau jarak mereka jauh. Alfan akan menyambutnya dengan pertanyaan yang penuh dengan nada kepedulian ketika Bagas mendekatinya. Alfan akan bersikap ramah pada siapapun yang menyapanya; entah itu teman-teman Bagas ataupun para cewek di kampusnya yang tentu saja akan mengenalinya.

Tapi kali ini, Bagas sama sekali tidak menemukan hal itu. Alfan begitu asing dan Bagas merasakan bahwa hatinya berdenyut dengan menyakitkan dalam tingkatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Menolak bahkan tidak menjadi pilihan untuk Bagas. Kakinya hanya melangkah mengikuti Alfan untuk menjangkau Range Rover yang terparkir tidak jauh dari tempat itu.

Hati Bagas kembali berdenyut dengan menyakitkan saat Alfan masih mau membukakan pintu mobil untuknya. Sosok itu selalu melakukan hal itu untuknya dan hal itu mengingatkannya pada kejadian semalam saat Bagas bahkan tidak membiarkan Alfan untuk melakukan itu padanya.

Bagas menghela nafasnya ketika Alfan memutari mobil dan masuk untuk duduk di belakang kemudi.

Setelah Range Rover bernilai milyaran rupiah itu melaju, hanya suara mesin mobil yang terdengar. Pun Alfan tidak lagi membuka suaranya dan itu hanya membuat Bagas merasa gelisah dan takut dan sedih dan.. bersalah?

Bagas tahu bahwa ia telah membohongi Alfan dan tentu saja dengan kedatangan sosok itu padanya seperti ini sudah mengindikasikan bahwa Alfan tahu tentang apa yang dilakukannya. Ini adalah kali pertama Bagas berbohong dan membohongi seseorang dan seseorang itu adalah Alfan.

Seseorang yang begitu ia sayangi.

Kedua matanya mulai terasa memanas saat mengingat kebiasaan Alfan yang selalu menggenggam tangannya ketika sedang mengemudi. Tidak jarang tangannya akan dibawa ke hadapan bibir sosok itu untuk diciumnya. Alfan akan melakukan itu dengan senyuman di wajahnya dan juga kata-kata manis penuh candaan yang terkesan menyenangkan untuk Bagas.

Jangankan untuk melakukan hal itu, Alfan enggan untuk melihatnya bahkan hanya untuk meliriknya.

Bagas merasa kehilangan. Rasa kehilangan yang begitu besar. Perasaan ini sudah ia rasakan bahkan ketika kemarin saat Alfan menjemputnya seperti biasa. Ketika Bagas sendiri mencoba menghindari sentuhan dan interaksi Alfan, itu membuatnya merasa kehilangan.

When Love Happens Pt. 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang