Chapter 7. Alfan

3.3K 417 112
                                    

Alfan mendengus saat pagi itu mendapati pemandangan dimana Bagas tengah kesulitan mencapai sesuatu yang berada di dalam lemari dapur.

Bagas terlihat berjinjit di atas kedua kakinya, tangannya tidak mampu meraih apa yang ia butuhkan dan Alfan menemukan itu sebagai hal yang begitu lucu dan menggemaskan.

Ia mendekat dengan senyuman lalu dengan sekali gerakan, ia menjangkau botol selai coklat yang sedari tadi coba Bagas raih. Ia menurunkan pandangannya saat bocah itu menyadari atensinya. Alfan memberikan benda itu pada Bagas masih dengan senyuman di wajahnya.

"Bagas bisa ambil sendiri."

Alfan mengangkat kedua alis tebalnya. Itu sangat di luar dugaan. Ia tidak menyangka bahwa Bagas akan mengeluarkan statement seperti itu dengan muka tertekuk yang terkesan sangat manis.

Alfan hanya bisa mengangkat tangan kanannya dan mengusap pipi gempal Bagas. Ia menganggukkan kepalanya lalu mengajak bocah itu untuk sarapan.

Tidak ada pikiran aneh mengenai sikap Bagas pagi itu. Alfan membiarkannya begitu saja. Ia berpikir bahwa itu adalah sisi lain dari seorang Bagas dan ia merasa senang untuk mengetahuinya lebih banyak lagi. Karena Alfan tahu bahwa ke depannya, ia maupun Bagas akan menemukan sisi lain yang belum pernah terlihat sebelumnya.

"Alfan nggak perlu bukain pintu buat Bagas,
Bagas bisa sendiri."

Alfan ternganga. Ia bisa melihat Bagas membuka pintu mobil miliknya dan keluar dari benda bernilai milyaran rupiah itu. Bocah itu berpamitan dan Alfan terdiam di belakang kemudi.

Sejak permasalahan mereka kemarin, mereka setuju untuk tidak membahasnya lagi. Bagas menyetujui dengan gagasan bahwa Alfan tetap mengantarnya ke kampus, hanya saja tanpa mengikuti bocah itu masuk ke dalam area kampus.

Alfan tidak akan pernah membiarkan Bagas untuk pergi ke kampus seorang diri jadi mau tidak mau, bocah itu harus menerima keputusan itu.

Tapi ketika Bagas kembali menolak sesuatu yang biasanya Alfan lakukan untuk sosok itu, pemikiran bahwa terjadi sesuatu pada Bagas kembali muncul ke permukaan. Ia tidak mau jika sampai kejadian seperti kemarin terjadi lagi.

Itu menggemaskan saat Bagas merasa cemburu padanya, tapi ketika melihat bocah itu merasa insecure sendiri hanya akan menjadi pemandangan terakhir yang ingin Alfan lihat.

Alfan sudah berpikir macam-macam ketika Bagas melayangkan tatapan yang sama saat Alfan membantu sosok itu mengambil sebuah buku dari rak yang terletak di dalam perpustakaan mini milik Alfan di apartment. Ia merasa keheranan saat kali ini Bagas mengganti tatapannya menjadi tatapan terganggu.

"Bagas bisa ambil sendiri."

Kalimat itu lagi. Alfan hampir mendengus. Ia menyilangkan kedua tangannya dan bersender pada rak buku di belakangnya dengan seringai tipis di bibirnya saat matanya mengikuti kemana Bagas bergerak. Bocah itu meninggalkan ruangan dan Alfan terkekeh.

Sepertinya ia tahu tentang sesuatu yang sedang berusaha Bagas lakukan.

Lucu sekali. Bagasnya sedang berusaha untuk mengerjakan semuanya seorang diri. Terlihat sekali bahwa bocah itu merasa terganggu ketika Alfan mencoba membantunya. Hal itu terkesan begitu lucu bahkan ketika bocah itu menjangkau buku di rak tadi saja tidak bisa dilakukannya.

Alfan terkekeh lagi.

Ia akan melihat dan memperhatikan sampai mana bocah itu akan bertahan dan tidak memerlukan bantuannya. Dan Alfan yakin bahwa hal itu tidak akan bertahan lama karena ia yakin bahwa Bagas tidak akan bisa berdiri tanpanya.

Alfan sangat percaya diri dengan itu.

Maka ketika Alfan mengantar Bagas pergi ke kampus pada keesokan harinya, ia hanya berdiam diri ketika Range Rover miliknya berhenti di tempat biasa ia melepaskan Bagas. Alfan tersenyum pada Bagas dan memberikan bocah itu semangat tanpa ada niatan untuk turun dan membuka pintu mobil untuk Bagas.

When Love Happens Pt. 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang