Chapter 18. Special Chapter (3)

2K 191 52
                                    

Bagas memasukan susunan code password pada pintu apartemen yang ia tinggali beberapa tahun belakangan ini.

Kakinya melangkah masuk ketika pintu terbuka. Ia memakai sandal rumah yang mempunyai bulu halus dan membawa kedua kakinya menuju arah dapur. Tangannya sibuk membawa kantung belanjaan. Bagas baru saja kembali dari berbelanja. Bibirnya tersenyum saat melihat Ccino terlelap di atas sofa besar berwarna hitam yang terletak di ruang tengah.

Setelah meletakkan kantung belanjaannya di atas konter dapur dan mencuci tangannya, Bagas kembali untuk mengeluarkan belanjaan yang dibelinya tadi. Di sana ada tepung, mentega, coklat dan bahan lainnya untuk membuat kue.

Besok adalah hari natal dan Alfan berkata bahwa sosok itu harus tetap bekerja pada hari ini. Alfan Prasetya memang sangat sibuk, sangat sangat sibuk hingga Bagas tidak bisa mempunyai banyak waktu bersama Alfan. Walau sosok itu selalu menyempatkan diri untuk meluangkan waktu bersama Bagas, tapi terkadang Bagas menjadi egois dan menginginkan lebih dari itu di samping fakta bahwa seharusnya ia merasa bersyukur karena masih mempunyai waktu bersama Alfan.

Sebenarnya itu terasa sedikit menyebalkan saat Bagas harus menghabiskan hari ini sendirian. Kuliahnya sudah libur dan bahkan malam ini adalah Christmas Eve. Jadi daripada ia terus menikmati kesendiriannya, Bagas memutuskan untuk membuat kue.

Bagas bisa membuat kue. Abang Anggra yang mengajarkan cara membuat kue padanya. Orang-orang tidak akan percaya akan fakta bahwa abang gondrong itu sangat pandai memasak, termasuk membuat kue. Kue favorit Bagas adalah kue jahe. Itu adalah makanan wajib yang harus ia buat dan makan pada hari natal. Mungkin Bagas akan membaginya kepada Ayah, Abang Bayu dan Abang Anggra nanti.

Oh, tentu saja untuk Alfan. Dia berada di urutan pertama.

Bagas merasa tidak kesulitan untuk membuat kue. Bibirnya berkali-kali tersenyum saat matanya melihat satu spot pada jari tangannya yang tengah sibuk di atas konter dapur.

Cincin pemberian Alfan.

Benda itu terlihat lebih berkilau dari biasanya. Atau mungkin hanya perasaan Bagas saja karena setiap kali melihat pada cincin itu, perasaannya seperti dipenuhi dengan bunga-bunga yang wangi dan juga ribuan kupu-kupu berwarna-warni. Bagas selalu merasa bahagia dimanapun berada ketika melihat pada benda itu.

Cincin itu hampir tidak pernah terlepas dari jari manisnya. Pun Bagas tidak mempunyai keinginan untuk melepaskan benda itu dari jarinya. Lagipula Alfan tidak mengizinkan dirinya untuk melepaskan cincin itu. Atau lebih tepatnya, Alfan tidak menyukai ketika menemukan benda itu tidak tersemat pada jemari milik Bagas.

Bagas tidak pernah melupakan saat ia melepas cincin itu di kamar mandi dan lupa untuk memakainya kembali lalu Alfan menemukan hal itu dan memasang wajah dengan ekspresi antara marah dan kecewa. Padahal Bagas melakukan itu tidak dengan sengaja. Tapi ketika Bagas menemukan fakta bahwa sosok itupun tidak pernah melepaskan cincin miliknya, maka Bagas akan melakukan hal yang sama.

Lagipula ia tidak menyukai ekspresi yang Alfan tampilkan. Itu seperti menyakiti mata dan hatinya.

Hanya seorang Alfan dan Alfan yang berada di dalam pikiran Bagas hingga ia tidak sengaja menyenggol kantung tepung yang sudah terbuka. Alhasil, lantai kayu apartment itu menjadi putih dalam waktu singkat. Bagas hampir memekik. Ia telah membuat suatu kekacauan. Ia harus segera membersihkan semua ini. Alfan tidak akan suka melihat semua ini.

Tapi pada akhirnya Bagas memekik saat Ccino mendekati tumpahan tepung tersebut. Anak anjing yang sepertinya baru bangun dari tidurnya itu memberantaki tumpahan putih itu. Itu memang sudah berantakan dan anak anjing itu hanya membuat semua menjadi semakin berantakan. Tepung itu kini terciprat kemana-mana, bahkan membaluri tubuh Ccino yang berwarna coklat.

When Love Happens Pt. 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang