"Tidak semua cinta itu berawal dari pandangan pertama. Karena cinta bisa berawal karena terbiasa. Dan jangan pernah salahkan cinta yang berawal dari rasa iba. Karena rasa iba akan memunculkan kepedulian dan kepedulian yang akan mendekatkan hati dengan cinta. Bedakan cinta dan kasihan. Karena keduanya kadang serupa, tapi tak sama".
**
Sebulan sudah berlalu sejak peristiwa malam itu. Dan di sinilah Vira saat ini, menatap hiruk pikuk kota metropolitan dari balkon apartemen Revan untuk pertama kalinya. Ya, hari ini dirinya dan Revan memutuskan untuk tinggal terpisah dari orangtua mereka. Dan apartemen inilah yang menjadi pilihan. Awalnya keputusan ini mendapat penolakan keras dari kedua orang tua Revan, terutama Mama Widya. Dan entah apa yang dikatakan Revan kepada orang tuanya hingga akhirnya mereka bisa pindah ke apartemen ini.
"Vir!" panggil Revan dari kamar.
Dan ada satu hal yang melegakan Vira, perubahan sikap Revan. Meskipun masih sering sifat dingin dan cuek Revan muncul tapi sekarang setidaknya Revan sudah mulai peduli dan menunjukkan sisi hangatnya.
"Vira, kamu dimana?" tanya Revan setengah berteriak.
Vira hanya tersenyum mendengar teriakan suaminya itu.
"Ada apa Mas?" tanya Vira saat memasuki kamar.
Tampak Revan sedang sibuk mencari sesuatu di rak buku yang terletak tepat di belakang meja kerjanya.
"Kamu lihat map biru aku gak?" tanya Revan yang masih fokus dalam pencariannya.
Vira berjalan perlahan ke arah meja kerja Revan yang kebetulan memang disetting menjadi satu dengan kamar tidur. Dirinya hanya menggeleng dan tersenyum tipis melihat perilaku Revan yang entah sudah keberapa kalinya bingung menemukan berkas dan barang-barang penting lainnya. Dan saat ini pun kondisi kamar merela tak ubahnya seperti tertiup angin ribut.
Vira segera membantu Revan mencari barang yang dimaksud. Dia tidak ingin seisi kamar semakin berantakan hanya karena sebuah map yang kemungkinan besar terselip di suatu tempat.
Vira berjongkok membereskan sekaligus mencari di tumpukan buku-buku dan map yang tercecer di lantai. Dan detik berikutnya Vira hanya mampu menghela napas. Pasalnya barang telah menambah pekerjaannya (red: beres-beres), ada di balik salah satu tumpukan map yang tercecer tersebut.
Astaga, batin Vira.
"Map yang ini bukan sih, Mas?" tanya Vira sambil mengangkat map biru di tangan kanannya.
Revan menghentikan gerakkannya dan menoleh ke arah Vira. Kelegaan tersirat jelas di matanya. Entah sudah berapa kali dia kehilangan atau kesulitan menemukan barangnya sendiri. Dan herannya setelah Vira turun tangan barang itu ditemukan atau jelas ada dimana.
"Padahal tadi aku sudah nyari di situ kok gak ketemu", ucap Revan menghampiri Vira. "Thanks ya", lanjutnya.
"Makannya lain kali kalo nyari jangan pake emosi", sindir Vira. "Ah, aku hampir lupa", ucap Vira sambil menepuk keningnya. "Hari ini aku ke kafe ya, Mas. Mumpung liburan kan kafe rame nih", lanjutnya.
"Hmm. Tapi jangan malem-malem pulangnya. Atau kalau gak telepon aja biar nanti aku jemput", ucap Revan.
Sudah bukan rahasia lagi soal jadwal Vira dimana dia kerja di kafe. Awalnya Mama keberatan tapi setelah mendengar penjelasan dari Vira akhirnya beliau setuju. Sedangkan Revan sendiri memang dari awal tidak pernah melarang aktivitas Vira alias tidak begitu peduli. Tapi akhir-akhir ini tepatnya sejak peristiwa malam itu, entah karena hal apa Revan menjadi sedikit lebih perhatian dengan aktivitas Vira. Bahkan terkesan cenderung protektif.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRY BOY[FRIEND]
RomanceDevira Rivalia Rossalyn, 21 tahun, mahasiswi Agroteknologi semester 6 Universitas Yudhistira harus menjalani pernikahan yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan. Hidup sebatang kara dan tiba-tiba saja harus hidup bersama orang lain yang notabenny...