BAB 3

1.7K 113 5
                                    

     Vika sedang mencatat di bukunya saat dosen menjelaskan mata kuliah. Icha pun juga dengan serius membaca tulisan di white boad. Suasana di kelas terdengar sepi, hanya suara dosen yang menggema di sekeliling ruangan kelas.

     Tiba-tiba dosen berjalan menuju ke arah belakang, terlihat Evan sedang duduk dengan posisi kepala tertidur diantara lengannya dengan mulut yang terbuka. Dosen pun memberi isyarat untuk tetap tenang dan mengusap leher Evan. Satu kelas menahan tawa melihat Evan yang tertidur di bangkunya.

     "Aaaahhh… sayang.. Jangan suka mancing-mancing deh…." kata Evan dengan mata terpejam dan merinding saat lehernya di sentuh oleh spidol. Perlahan dosenya pun mengusap kembali pipinya sambil mencubit perlahan pipi Evan. "Ahhhh kamu gemes ya sama aku? Aku tau kok emang gemesin." jawab Evan. Kemudian Tangan dosen mencoba mencubit bibir Evan. "Ahhh kamu bikin aku pengen deh, tau aja aku suka dicium." sambung Evan dengan mulut manyun seolah-olah mencium.

Sontak membuat satu kelas tertawa, suara gemuruh tawa pun membuat Evan terbangun dan menatap Icha yang sedang melotot menatapnya.

     "Ayank embep kamu nackhal yaaaa!" kata Evan sambil mengedipkan matanya. Namun Icha mengangkat alisnya memberi isyarat di belakang Evan sedang berdiri dosennya. Mata Evan mulai memutar dan berfikir, perlahan Evan mengangkat wajahnya dan mengusap air liurnya yang menetes di pipinya. Suara tawa  satu kelas seketika pecah! Evan pun menoleh ke belakang dan melihat dosennya hanya tersenyum.

     "Libido nya lagi naik jam segini? Mimpinya buyar ya? Semalem abis makan daging berapa banyak?" tanya dosennya sambil menarik kerah Evan.

     "Ehh.. Nggak kok Pak.. Anuu cuma tadi mimpi lagi berduaan sama ayank embep saya." kata Evan dengan muka ketakutan.

     "Siapa sih ayank Embep kamu? Udah bisa pacaran? Semalem abis ngeronda?" kata Bapak dosennya. Perlahan Evan menunjuk ke arah Icha. "Oh itu ayank embep kamu? Hmm… Icha, kamu apain ini ayank embep nya?"

     "Eehh… gak tau Pak, saya mah gak tau dia tidur." kata Icha sambil menutup mukanya dengan tangan menahan malu, sementara teman-teman yang lainnya tertawa melihat tingkah Evan.

     "Ayo sana cuci muka dulu, saya kasih waktu empat menit!" kata Bapak dosennya. Seketika Evan mengangguk dan berlari keluar kelas. Semua pun tertawa melihat Evan yang masih sedikit sempoyongan jalan ke luar. Yasa, Aldo dan Vika pun hanya menepuk pundak Icha sambil tersenyum.

     "Sabar ya Cha, emang Evan suka gitu." kata mereka kompak. Sementara Icha dengan mulut manyun cuma bisa melihat teman-temannya.

                   @@@@@@@@

     "Ichaa.. Chaaa... Pliss jangan marahan, kita jangan kemusuhan ya pleasee….. Aku beneran gak sengaja tadi di kelas." kata Evan sambil berlari membawa tas ranselnya dan menggandeng tangan Icha.

     "Lepasin gak!" kata Icha dengan mata melotot saat tangan Evan menggandeng tangannya.

     "Tapi Chaaaaa kamu jangan mara….."

     "LEPASIN GAK!" Sahut Icha dengan nada tegas.

     "Tapi kenapa gak boleh lepas? Aku tuh gampang nangisan loh." kata Evan dengan wajah sedih dan perlahan melepas tangan Icha.

     "KAMERA… INGET KAMERA DI SETIAP SUDUT KAMPUS!" Kata Icha dengan wajah marah.  Dengan perlahan Evan melepaskan genggamannya dan melirik ke kanan dan kekiri.

     "Iya maap… tapi jan galak-galak sih, lu tuh tambah cantik tau kalau lagi ngomel-ngomel." kata Evan dengan wajah manisnya.

     "Bodo amat! Sono pulang duluan!" kata Icha sambil menumpangkan kedua tangannya di atas perut.

     "Iya.. Ini mau pulang, kamu juga pulang ya, jangan takal, jangan telat maem ciang, nanti kamu atit, kalau kamu sakit siapa dong yang nyakitin aku?" kata Evan dengan gaya manjanya. Sementara Icha membuang mukanya ke arah parkiran. Perlahan Evan menarik nafas panjang dan pergi meninggalkan Icha di dekat lapangan.

     "Cha.. Sampe segitunya lu marah sama Evan, kasian tau dia." kata Vika saat datang dari arah belakang.

     "Abis gua kesel Vik! Iiiihhh… dia tuh bikin malu gua di kelas aja sih! Tingkahnya itu suka bikin kesel!" kata Icha dengan wajah merengut.

     "Iya emang sifatnya gitu, tapi aslinya dia care loh, gak inget waktu kejadian waktu itu dia mau berkorban buat lu dan kita semua? Inget gak?" kata Vika.

     "Iya Vik, gua inget… tapii……."

     "Seharusnya lu jadi pacarnya bisa bimbing dia juga untuk menjadi lebih baik, nanti kalau lu kehilangan dia kangennya sampe akherat loh. Udah Cha jangan marah-marah, kalian tuh udah kaya minyak sama air aja sih kalau udah ketemu, suatu saat kalian merasa membutuhkan loh. Sabar ya Cha." kata Vika sambil mengusap punggungnya. "Ayo kita pulang, anak-anak udah nungguin kita di mobil loh." sambung Vika dengan senyum dan merangkul Icha. Mereka pun berjalan ke parkiran untuk pulang bersama Yasa dan Aldo dan Evan.

                    @@@@@@@@@

     Malam itu setelah mandi Rara duduk di meja makan, sementara anak-anak yayasan sudah berada di dalam kamar. Ibu kost pun datang dari arah ruang tamu.

     "Loh dikira sudah tidur?" tanya Ibu yayasan.

     "Eh Ibu, dari mana? Belum Bu, ini lagi minum teh anget sebelum tidur hehehe, Ibu mau?" tanya Rara.

     "Biasa abis kunci pintu depan, ndak, makasih..  Ya sudah Ibu masuk ke kamar ya mau kelonin anak-anak, kamu gak apa-apa sendiri disini?" tanya Ibu yayasan.

     "Oh gitu, iya Bu gak apa-apa kok, duluan aja… sebentar lagi Rara tidur kok." jawab Rara dengan senyum manisnya. Kemudian Ibu kost masuk ke dalam kamar. Rara pun tersenyum saat melihat handphonnya. Tak lama Vika pun keluar kamar depan.

     "Loh dikira udah di kamar?" tanya Vika.

     "Iya baru aja dari kamar nih, lagi pengen bikin teh hangat, kamu mau?" tanya Rara.

     "Nggak makasih, aku sudah gosok gigi tadi.. Hmm kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Vika.

     "Oh nggak kok…." jawab Rara tersipu malu.

     "Cieee… lagi ngobrol sama Yasa ya? Hayo ngaku…." kata Vika.

     "Hehehe, iya nih.. Biasa malem-malem nge gombal." kata Rara.

     "Hah? Yakin?" tanya Rara.

     "Iya yakin, emang kenapa kok kamu bingung?" jawab Rara.

     "Sejak kapan Yasa suka nge gombal?" tanya Vika.

     "Gak tau nih, mungkin ketularan dari si Evan kali dia hehehehe." jawab Rara. Tiba-tiba Rara terdiam, matanya melirik ke arah depan kamarnya.

     "Eh kenapa Ra?" tanya Vika bingung..

     "Kamu denger sesuatu gak?" tanya Rara.

     "Hmm….. Nggak, emang ada suara apa? Ah jangan nakutin dong Raaa… pokoknya nanti tidur lampu tidurnya jangan di matiin ya?" kata Vika.

     "Iya.. Iyaa.. Ya udah yuk kita istirahat." ajak Rara. Setelah mencuci gelas Rara dan Vika masuk ke dalam kamarnya. Namun terlihat lampu ruang makan seperti berkedip beberapa kali.

JINGGA 4 (BAB 1 S/D BAB 22 END) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang