Didi Chenle Sakit part. 1

8.2K 710 31
                                    

Warning!!!
Cerita ini dapat menyebabkan rasa gems dan greget yang berlebihan.

---

Chenle menaikkan selimutnya, menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Suhu pagi hari ini terasa dingin baginya.

Chenle membuka matanya perlahan, menyipit menatap jam weker di atas nakas samping tempat tidur. Jam menunjukkan pukul 5 lebih.

Kembali menutup matanya dan sedikit mendesis merasakan pusing di kepala. Berusaha kembali tidur sejenak, agar rasa pusingnya berkurang.

---

Bunda menyiapkan sarapan, enam gelas susu dan enam piring nasi goreng. Menatap ke lantai dua dimana kamar anak-anak nya berada. Belum ada satu pun yang keluar dari kamar.

Bunda menghela nafas pelan dan tersenyum, kebiasaan anak-anak nya yang tak akan bangun bila ia tak membangunkan.

Berjalan perlahan menaiki tangga, dimulai dari kamar sang sulung, Renjun.

Mengetuk pintu, "kakak, ayo bangun.. udah pagii.. "

"Iyaa, bun. Kakak baru siap-siap.. "

Bunda berjalan ke kamar kedua, kamar anak ter-kalem bunda, Jeno.

"Mas, bangun yukk.. udah pagi.. " sambil mengetuk pintu, bunda berbicara dengan lembut.

Tak ada jawaban, bunda memutuskan mengetuk lagi. Tiba-tiba pintu terbuka menampakkan Jeno yang sudah rapi dan tersenyum menatap bunda nya.

"Pagi bunda.. " Jeno mencium pipi bunda sayang.

"Pagii, udah sana tunggu diruang makan. Bunda mau bangunin yang lain.. "

Jeno menganggukkan kepalanya dan berjalan turun dari lantai dua menuju ruang makan.

Bunda menatap pintu kamar Haechan. Terdiam tanpa mengetuk pintu atau pun memanggil sang anak ketiga.

Pintu kamar terbuka, menampakkan Haechan yang cemberut.

"Kok gak diketuk pintunya? Kok gak manggil abang udah bangun apa belum?" Haechan menatap kesal bunda.

Bunda tersenyum, mengelus rambut Haechan sayang, "karna abang udah bangun makanya bunda gak panggil-panggil abang.."

"Pagi bunda.. " sapa Jaemin di samping bunda.

"Pagi sayang, udah buruan kalian ke ruang makan. Disana udah ada mas Jeno."

Jaemin dan Haechan menganggukkan kepalanya dan beranjak menuju ruang makan.

Bunda menuju ke kamar Chenle, mengetuk pintu dan memanggil Chenle, "Didi, bangun .. udah pagi.. "

Tak ada jawaban, bunda mengerutkan dahi nya menatap pintu kamar bingung.

Jisung menatap bingung sang bunda, "bunda.. selamat pagi.. " Jisung tersenyum lebar menatap bunda.

"Eh, pagi sayang.. udah rapi, udah wangi.. ke ruang makan dulu ya, nunggu Didi Chenle bangun dulu, ya?"

Jisung menganggukkan kepalanya, tetapi ia menatap pintu kamar Chenle dengan perasaan gundah.

"Didi belum bangun, bun? " Renjun menghampiri bunda dan Jisung yang berdiri di depan pintu kamar Chenle.

Bunda menggelengkan kepalanya. Kembali menatap pintu kamar Chenle.

"Buka aja pintu nya, bun.. " Renjun memberikan kunci cadangan yang ia ambil di lemari kecil disamping pintu kamar Chenle.

Bunda membuka pintu kamar dengan kunci cadangan. Menatap buntalan diatas tempat tidur. Ternyata Chenle masih tertidur.

Jisung berjalan menghampiri tempat tidur, menarik selimut yang menutupi wajah Chenle.

"Bunda, wajah didi Chenle pucet.. " tentu Jisung khawatir.

Bunda terkejut, langsung meraba dahi Chenle, ternyata Chenle demam.

Tiba-tiba Chenle batuk, dan terbangun.

"Pagi bunda.. " sapa suara serak Chenle.

"Didi? Kamu ngerasa pusing?" tanya Renjun yang bersedekap dada di samping tempat tidur.

"Sedikit.. "

Chenle berusaha bangun, tetapi ia merasa kepalanya semakin pusing.

"Sayang, kamu gausah masuk sekolah dulu, ya. Kamu sakit, kamu harus istirahat. Bunda bikinin bubur mau?" bunda menatap Chenle khawatir seraya membenarkan letak selimut.

Suara isak tangis Jisung membuat bunda, Renjun dan Chenle menatap Jisung.

"Kok nangis? Kenapa, dek?" tanya Renjun.

"Aku gak mau sekolah, aku mau nemenin didi aja dirumah. Didi lagi sakit dan adek harus nungguin sampe didi sembuh.. " Jisung menatap sang kakak dengan mata berkaca-kaca.

"Sayang, kamu harus tetep sekolah. Kamu percayain aja didi sama bunda. Didi bakalan sembuh kok.. " bunda tersenyum menatap Jisung menenangkan.

Jisung menghapus kasar air mata yang mengalir di pipi nya, "aku mau nungguin didi.. "

Renjun menarik tangan Jisung supaya keluar dari kamar Chenle. Jisung meraung tak mau keluar dari kamar Chenle.

"Aku gak mau sekolah, kak.. " Jisung memegang daun pintu kamar berusaha mempertahankan tubuhnya supaya tidak tertarik keluar bersama sang kakak.

"Kamu harus sekolah, dek. Ilmu itu penting untuk dicari.  Ayok.. " Renjun berusaha menarik tangan adeknya yang keras kepala.

"Huaaaaa, bundaa... Aku gak mau sekolah bundaaa, aku mau nungguin didi .. hiks.. "

Chenle memijit dahi nya pelan, mendengar suara Jisung yang menangis malah membuatnya semakin pusing.

Bunda jadi bingung sendiri harus bagaimana, mengurus sang didi yang merasakan pusing atau sang adik yang menangis meraung-raung?

Bunda harus gimana?

---

Collaboration with sativaoryza804

Dear BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang