14

3.3K 334 106
                                    


Jika sedang ada seorang gadis yang dibuat resah, itulah Mantra ntah karna salahnya sendiri atau orang lain, tapi jika difikir lebih lama tak boleh menjadikan orang itu sebagai kesalahan yang dirasanya kini.

Sejak kejadian di Toko Buku tadi atau sejak awal itu, pintar-pintarnya Mantra saja berpura dengan perasaannya.

Fikirannya melayang tak hanya pada gadis lebih muda yang sepertinya mampu mengobrak abrik isi hatinya, yang semula tenang tak beriak kini bak ombak yang terkadang pasang.

Tapi juga pada adik satu-satunya yang kurang kasih sayang dari orang tua, hanya dirinya yang dipunya seharusnya selalu berusaha membuat bahagia, lalu bagaiamana bila bahagia adiknya adalah gelisahnya.

Sungguh ampuh memang yang namanya rasa, bisa membuat apa saja berlaku pada manusia, bahkan diwaktu memasuki dini haripun mata Mantra belumlah terpejam lena sesaatpun.

Tarikan juga hembusan nafas berat sedari tadi menjadi teman dalam sunyinya kamar yang dirinya tempati.

Ntah pada siapa dirinya harus mengadukan yang sedang dialami, meski untuk mengakui  saja dirinya merasa belum punya berani.

Meski suasana hati tak kunjung menenang, tapi Mantra akan sangat bisa menutupinya didepan Aji atau orang lainnya.

Terlihat kini dirinya seolah menikmati saja berada di Kantin dengan kesibukannya, Bahkan Aji sedikitpun tak tau jika sang Kakak dilanda gelisah semalaman hingga ntah kapan itu.

Sebagian orang memang ada yang pandai berpura-pura menutupi rasa atau yang lainnya, meredam gundah yang kian meresah kala mata tak temukan mangsanya.

Meski seharian Mantra bersikap biasa didepan Aji, tapi sungguh dirinya serasa ingin meluahkan sesuatu meski tertahan, seperti ada yang mencandu tapi takut mengaku.

"Kak, aku mau ketemu El bentar ya" pamit Aji.

Kantin terlihat sepi sudah, diwaktu sore yang lumayan mendung.

"Ngapain Ji?" tanya Mantra.

"Pingin ngobrol aja, cuma bentar aja Kak" balas Aji.

Senyumnya jelas terlihat seperti orang yang malu-malu meski pada kakaknya sendiri.

Setelahnya Aji langsung melangkahkan kakinya mencari keberadaan El, tapi belum jauh Aji sudah melihat El bersama Saha juga Nala.

"Hai semua" sapa Aji pada ketiganya.

"Hai juga Aji" balas Saha bersama Nala.

Sedang El hanya tersenyum sekilas, tanpa ada raut bahagia seperti kedua sahabatnya itu, karna raut El tetap biasa saja seolah tak sedikipun berbinar.

"Aku mau bicara sama kamu El" lanjut Aji.

Membuat Nala juga Saha saling tatap kemudian pada El yang masih tak merespon.

"El doang nih?" tanya Nala.

"Bolehkan?" balas Aji.

Memberikan senyum manisnya pada ketiga gadis didepannya.

"Baiklah" balas Saha.

Lalu kemudian seperti memberi kode pada El, setelahnya menarik tangan Nala untuk menuju parkiran lebih dulu, menjadi cukup pengertian kali ini setelah mendengar cerita El saat itu.

Kini Aji juga El hanya berdua saling berhadapan, disekitaran mereka masih nampak beberapa orang sedang melangkah tapi sepertinya Aji tak berniat membawa El ketempat yang lebih sepi.

"El?" panggil Aji terdengar begitu lembut.

Jika saja itu Nala atau Saha yang Aji panggil pasti akan langsung memberikan senyum termanis  serta tatapan berbinarnya, tapi ini El yang bahkan hanya menatap biasa, tapi tatapan sebiasa apapapun jika dari El tetap saja mampu membuat Aji merasa gugup.

AbracadabrA (gxg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang