17

4.3K 336 121
                                    


Mantra pov

Entah sebutan apa yang pantas kusematkan pada diriku setelah pergumulan ini, yang awalnya setengah mati kutolak tapi ujungnya mendesahkan enak.

Gadis ini sungguh pemaksa juga pantang menyerah, terbukti usahanya untuk membuatku takluk dibawah kungkungannya.

Tubuh juga bibirku terus berusaha berontak, tapi dustanya paksaan darinya tak jarang kunikmati, sesaatku menjadi orang munafik meski ujungnya tak kuasa manampik.

Paling gilanya, aku bahkan bisa  dengan naluriku yang tiba-tiba datang terus mengimbangi usahanya.

Sungguh mungkin diri ini tak tau malu, tapi jika berada diposisiku sesaat tadi kufikir sebagian orang memang akan bereaksi seperti itu menurut kenalurian masing-masing.

Rasanya jangan ditanya, jika yang sudah pernah mengalami pasti ingin mengulang kembali, bila dijelaskan harus dengan kata yang mana agar pas, karna rasanya terlalu mencandukan.

Berbahaya jelas begiku, karna jika sampai aku sakau akan segala yang ada dalam dirinya  bagaimana mungkin kuutarakan langsung, sedang diri ini sangat tau seberapa terlarangnya kejadian memabukan itu.

El, huhhh gadis yang bahkan lebih muda dariku, tapi seenaknya saja sok mencoba memperkosaku.

Jika saja orang lain yang melakukannya, sudah pasti  kutolak dengan kasar, tapi dia adalah El, seorang gadis dengan segala pesonanya yang dengan menyebalkannya mampu membangkitkan sisi berbedaku.

Tampangnya yang jelas diatas rata-rata, bahkan dibumi ini kurasa tak ada yang bisa menyamai pesonanya, bagaimana manusia tak gampang menyukai atau parahnya jatuh cinta.

Tapi masalahnya jenis yang terpampang nyata tersemat pada  dirinya, adalah jenis yang sama seperti kupunya, akan jadi hal berbahaya atau lebih parahnya dimanakan gila.

Sungguh terkadang batinku ribut sendiri hingga memusingkan isi kepalaku hanya karna memikirkan El.

Disaat hatiku mulai menggetarkan detaknya ternyata karna perempuan, dikala rasaku mulai bersemi itupun karna sesamaku.

Sama-sama manusia dan juga makluk Bumi memang, tapi masalahnya di peradaban ini jika jenis yang sama akan disebut dosa juga terlarang.

Meski bukan aku ataupun El yang meminta apalagi menentukan, akan pada siapa untuk menjatuhkan hati berbalut cinta, tapi kenyataan apapun itu tak dibenarkan.

Kupandangi sejenak wajah yang masih tertidur, sepertinya begitu nyenyak seolah tak ada beban apalagi dosa, huhh.

Perlahan aku turun dari ranjang yang semalam tadi ikut menjadi saksi, kuraih bajuku satu persatu lalu kupakai, tubuhku sedikit masih terasa lelah sendi dikakipun cukup ngilu.

Ingin rasanya mandi tapi aku tak mau membuat El terbangun, karna bisa saja akan terjadi sesuatu yang lebih lagi, perlahan aku membuka pintu kamarnya yang terkunci.

Semoga pemiliknya tak terusik bangun, setelah pintu terbuka aku langsung keluar dari kamar El, lalu segera menutupnya dengan hati-hati, sudah seperti seorang pencuri saja mungkin kelakuanku ini.

Hahhh terserahlah yang jelas saat ini aku ingin secepatnya pulang tanpa El.

Saat aku sampai didepan rumahku, terlihat Aji juga Raqi disana sedang duduk diteras, kemudian keduanya langsung melangkah cepat kearahku.

Raut mereka sedikit kacau  tampak lesu dan kurang tidur, serta kekhawatiran yang jelas terpancar.

"Kak Mantra dari mana? Aji cemas semalaman" tanya Aji.

Kedua tangannya berada dipundakku, menatap penuh tanya.

"Kakak cuma nginep dirumah temen, maafin Kakak karna gak kasih tau lebih dulu" jawabku tentu berbohong.

AbracadabrA (gxg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang