Kabut Malam

2.6K 318 20
                                    

Seperti biasanya, Jisoo menjalani aktivitasnya sesuai dengan jadwal yang ia tulis pada Nota ponselnya. Tidak ada jadwal lain selain bekerja, bekerja dan bekerja disana, maklum dia kepala rumah tangga dalam pernikahannya.

Dia sangat berharap Minho bisa merubah sikap dan kebiasaan minumnya. Mengenati piutang? Jisoo hampir selesai mencicilnya, semua kerja kerasnya hampir terbayarkan. Setelah semua lilitan hutang itu selesai maka ia tidak perlu kerja banting tulang lagi. Ia hanya akan bekerja di satu tempat dan dengan jam kerja yang normal.

"Kau sudah pulang?." Minho menyapa dengan mata mengantuknya, sepertinya pria itu menghabiskan kesehariannya dengan tidur dan makan saja.

"Iya, aku akan menghangatkan makanan untukmu." Jawab Jisoo dengan guratan senyum terlihat pada bibirnya.

"Tidak perlu, aku akan makan diluar dengan temanku." Jawab Minho hingga menghentikan langkah kaki Jisoo yang ingin memasuki rumah. Minho menadahkan tangannya meminta sisa lembaran uang yang ada pada dompet Jisoo.

Jisoo menyerahkan dompetnya tanpa perlawanan, ia tak mau membuat suaminya marah hanya karena uang.

"Minho... bisakah kau sisakan beberapa lembar untukku?."

Minho tidak mengubris permohonan Jisoo, bahkan dia juga mengambil uang recehan yang terselip pada dompet Jisoo.

"Bekerjalah yang rajin kalau kau ingin uang." Ujar Minho yang berlalu meninggalkan dompet Jisoo yang sudah kosong. Jisoo lagi-lagi mengalah dengan semua perlakuan Minho, sampai kapan ia harus bertahan.

Jisoo masih duduk termenung didepan pintu rumahnya, bahkan para tetangganya mulai berbisik-bisik menyebut namanya.

"Kasihan sekali dia, harusnya dia melaporkan kelakuan suaminya itu."

"Aigooo, wanita yang malang. Kuharap anak gadisku tidak bernasib buruk seperti dia."

"Kurasa itu karma dari masa lalunya."

Ya, terima kasih karena sudah menaruh simpati padanya. Dia tahu kalau kalian semua merasa kasihan dan menyesali pilihan Jisoo yang masih mempertahankan pernikahannya. Tapi, ini jalan menanjak yang sudah dipilihnya  bahkan ia tidak mempunyai tempat untuk mengadu.

"Seberat apapun kehidupan yang kau alami, cobalah bertahan sebisa mungkin. Ketika langit kelam dan angin malam lembut menyapamu, bisikkan namaku maka aku akan datang untukmu."

Jisoo seperti mendengar suara berbisik ditelinganya. Kalimat itu, iya seperti pernah mendengar seseorang mengatakan itu.

Jisoo pun berdiri, berlari tak tentu arah mana yang ingin ia tuju. Kalimat hangat itu, suara nan lembut itu terus menggema dipikirannya. Ia terus berlari hingga tanpa sadar terhenti tepat dipertigaan yang mana menjadi pertemuan pertamanya dengan Taeyong.

Jisoo menengadah menatap langit malam yang terang disinari rembulan. Begitu indah sampai-sampai ingin membuatnya menangis, ya... ia ingin menangisi nasibnya lagi. Tak ada tempat mengadu, tak ada tempat kembali selain rumahnya dan Minho. Tak ada kehangatan yang menyambutnya seperti pasangan suami istri lainnya.

"Taeyong...." tanpa sengaja, Jisoo melontarkan nama Taeyong.

Langit malam cerah dengan cahaya rembulan perlahan memudar berganti dengan awan tebal nan kelam. Langit tak indah lagi, bahkan angin dingin yang bertiup begitu menusuk kulitnya.

Jisoo mengeratkan cardigan yang menutupi tubuhnya, rasa dingin itu masih menusuk kulitnya.

"Jisoo."

Seseorang memanggil namanya, Jisoo menoleh dan mendapati Taeyong yang berdiri tak jauh dari posisinya. Rambut hitam pekat, setelan Jas hitam yang senantiasa ia kenakan, tatapan mata yang tajam namun penuh kehangatan. Untuk beberapa saat Jisoo terpesona dengan penampilan Taeyong.

Black Rose | Taeyong ft Jisoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang