XXII. love is simple

526 52 4
                                    

Wadidaww, updatenya lama sekali
Maaf!

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pria itu menunduk dalam, Jimin dinyatakan selamat meski belum sepenuhnya siuman. Dia menyumpah, demi apapun, jika Jimin sampai kenapa-napa, ia akan bunuh diri saat itu juga.

Ia tak tahu apa yang membuat Jimin begitu nekat, tapi yang ia sadari dari tadi adalah, pasti salah satu ucapannya yang membuat pria manis itu ada di dalam sana.

Tubuhnya dibalut perban di beberapa bagian, seperti kaki dan tangan, belum lagi kepalanya.

Pria pucat ini adalah Min Yoongi.

Ia masih belum mau melihat tubuh Jimin yang ada di dalam kamar VIP, ia masih terlalu takut untuk itu. Alhasil, ia hanya bisa menanyai beberapa orang perawat yang keluar masuk kamar itu untuk mengganti infus.

Ia berpikir, seandainya jika ia tak menolak Jimin sewaktu itu, apakah kecelakaan ini tak akan terjadi?

Ia meringis pelan saat dirasanya dingin menjalar di pipinya, ia menoleh, “Seokjin-hyung?”, lalu mempersilahkan sang kakak untuk duduk di sebelahnya.

Jin mengelus pucuk kepala sang adik dengan sayang, “Ini bukan salahmu, walaupun masalah kemarin kalian selesaikan, bisa saja kecelakaan ini tetap terjadi. Ini takdir, jadi jangan salahkan dirimu sendiri”, lalu menyerahkan sekaleng cola.

Yoongi hanya menatap tak minat pada kaleng itu, dan lebih tertarik tuk memandangi ubin di bawahnya. Jin hanya bisa mengulas senyum kecil.

“Mudah mengatakannya hyung”, pemuda pucat itu akhirnya bersuara. Jin mendengarkan.

“Tapi jika saja kemarin-”, terhenti, ia terhenyak singkat kala sang kakak memeluknya dengan hangat.

Jin menepuk pundak pemuda pucat itu dengan lembut, menyalurkan hangat dan ketenangan. Berharap pemuda itu tak lagi menyalahkan diri sendiri.

Dia sendiri juga merasa bersalah, ia juga turut andil dalam masalah ini, jika saja Jin tak menolak Yoongi, pastinya Yoongi tak akan kabur dari rumah.

Dan pertemuannya dengan Jimin tak akan terjadi.

“Istirahatlah, akan aku kabari jika Jimin sudah siuman”, ucap Jin lalu menepuk kepala sang adik.

Ada masalah lain yang harus ia hadapi saat ini. Kekasihnya. Setelah ia membentak Namjoon tadi, hatinya malah menjadi tidak karuan.

Ada rasa bersalah, ada rasa kesal, dan ada rasa lain yang membuat perasaannya kacau dari tadi.

Ia berjalan singkat, lalu melihat seorang pria berdiri memunggunginya dengan jas hitam dan celana kain, dapat dipastikan kalau itu adalah Namjoon.

Ada sesuatu pula yang menggantung di kepala si submissive, ada yang harus ia bicarakan berdua dengan kekasihnya. Tak baik menyembunyikan rahasia dari kekasih yang akan jadi suami sendiri. 

Jin semakin dekat, berniat memanggil pria berjas itu, tapi suara berat pria itu malah membuat Jin merinding.

“Ada apa?”, kentara sekali bahwa pria ini tak suka dibentak, nada bicaranya terdengar dingin dan sinis.

Jika sudah begini, prianya pasti sedang marah.

“Maaf sudah membentakmu tadi”, lalu duduk di sebuah kursi tunggu, ia lelah sekali. Sebenarnya tak usah minta maaf juga tak apa. Toh, Namjoon juga salah disini.

Siapa suruh ribut saat sedang keadaan kritis. Kan Jin jadi kesal. Tapi mengingat kalau dirinya juga tak berhak untuk berkata kasar pada calon suaminya.

Sweet and Clumsi'es Boyfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang