Bagian : Satu

3.3K 77 3
                                    

Rambut sepunggung yang di biarkan terurai bergoyang seirama dengan langkah kakinya. Besar langkah yang di ambil dan wajah yang di tekuk mampu menjelaskan perasaan gadis dengan tas punggung abu-abu itu.

Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 07.12 yang berarti tiga menit lagi lonceng masuk berbunyi. Ia hampir saja terlambat. Bukan tanpa alasan ia terlambat hari ini, tapi manusia setengah iblis yang menjelma menjadi sahabatnya itu terlambat menjemputnya. Padahal sudah berkali-kali pria itu di ingatkan untuk tidak terlambat menjemputnya, tapi tetap saja terlambat.

"Tumben lo telat, Dra," celetuk Sera begitu melihat sahabatnya duduk.

"Tuh temen lo, jemputnya kelamaan," tukas gadis bernama lengkap Diandra Pricilla itu sebal.

"Sabarin aja, jangan marah-marah dong," ujar Sera terkekeh melihat wajah masam sahabatnya.

"Biarin." Diandra mengambil ponselnya dan memainkan benda tipis itu.

Belum lama sejak ia tenang dengan benda favoritenya itu, sebuah suara menyapa indera pendengarannya. Suara yang amat sangat menyebalkan untuk di dengarnya pagi ini.

"Diandra!"

"Dih, songong banget lo nggak balik di panggil orang ganteng."

Saka. Orang yang Diandra bilang manusia setengah iblis itu menghampiri mejanya dan menonyor kepala gadis itu. Diandra hanya menatapnya sebentar kemudian kembali fokus dengan ponselnya. Merasa malas sekaligus tidak peduli dengan apa yang di buat oleh laki-laki itu.

"Temenin gue, yuk," ajak Saka yang sudah duduk di atas meja Diandra sambil memasukan tangannya ke dalam saku celana.

"Nggak." Diandra menolak keras ajakan itu, tentu saja. Ia bukan tipe orang yang gemar membolos.

"Kantin doang, elah."

"Sekali nggak ya tetap nggak." Diandra menolak mentah-mentah ajakan Saka sekali lagi.

"Gitu amat sama sahabat sendiri."

"Terus kalau sahabat kenapa emang?" tanya Diandra menatap Saka dengan alis terangkat sebelah.

"Ya, harusnya lo maulah. Apalagi gue kan ganteng." Saka memasang wajah bangga setelah mengucapkan kalimat yang hanya membuat Diandra ingin muntah.

"Apa hubungannya, Sakaa," ujar Sera tiba-tiba sambil menggeleng setelah mendengar ujaran Saka barusan

"Lo juga, belain gue kek," dumel Saka pada Sera.

"Urusan lo sama Dianlah, gue sih nggak mau ikutan." Sera membuang mukanya dan kembali membaca novel.

"Ya udah, gue ke kantin sendiri aja," ujar Saka akhirnya lalu beranjak dari sana dan berjalan keluar kelas.

Diandra bersama Sera hanya menggeleng kepala mereka pasrah. Saka memang selalu seperti itu. Suka membolos, namun anehnya ia selalu mendapat nilai sempurna. Seakan ia memang di takdirkan memiliki otak yang encer. Iri? Tentu saja setiap orang akan iri dengan kepintarannya. Tidak banyak oran yang bisa melakukan hal yang Saka lakukan.

***

Jam istirahat memang adalah waktu yang paling di tunggu-tunggu oleh seluruh murid di sudut dunia mana pun. Tidak seorang pun tidak suka dengan yang namanya jam istirahat. Termasuk Diandra. Ia sangat menunggu waktu senggang ini karena bisa mengistirahatkan otaknya dari berbagai pelajaran yang cukup membuatnya sakit kepala.

Setelah menyelesaikan makan siangnya di kantin dengan secepat kilat, ia berpisah dari Sera yang katanya ingin mengembalikan novel yang ia pinjam dari perpustakaan. Diandra berakhir di kelas dengan ponsel di tangannya. Namun sayangnya, belum ada sepuluh menit ia duduk dengan tenang, sebuah teriakan membuatnya harus menghela napas.

TERLUPAKAN? || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang