Sudah berkali-kali Saka menelepon Diandra tapi gadis itu tak kunjung mengangkat panggilannya. Pesan-pesan yang ia kirimkan pun tidak mendapatkan balasan sama sekali. Padahal Saka hanya ingin menanyakan dengan siapa Diandra pergi. Sore ini mereka berempat berencana untuk kumpul bersama, menikmati waktu sebelum Ditto kembali meninggalkan kota ini.
Tapi melihat Diandra tidak membalas satu pun pesannya dan mengabaikan panggilan teleponnya, Saka jadi berpikir—mungkin gadis itu marah karena di tinggal tanpa kejelasan di sekolah. Saka meninggalkannya bukan tanpa alasan. Seperti dugaan Diandra, laki-laki itu mengantarkan Naomi pulang. Tapi kali ini bukan karena terpaksa, tapi Saka yang menawarkannya.
Mungkin ada baiknya Saka mulai membalas usaha Naomi untuk mendekatinya. Lagi pula, gadis itu terlihat baik. Tidak ada salahnya untuk mencoba terlebih dahulu. Jadi Saka memulainya dengan menawarkan tumpangan untuk pulang. Hanya saja, ia salah karena lupa memberitahu Diandra terlebih dahulu.
Setelah pulang dari mengantar Naomi, Saka sudah berusaha menghubungi gadis itu. Namun sama sekali tidak ada respon. Mungkin nanti ketika mereka bertemu, Saka akan di omeli habis-habisan oleh ketiga temannya.
Karena tidak kunjung mendapatkan respon dari Diandra, Saka akhirnya menyerah. Setelah menghubungi Sera melalui chat, Saka tahu—Diandra sudah pergi bersama Ditto dan Sera. Jadi akhirnya ia pergi tanpa menjemput Diandra lebih dulu.
Dalam perjalanan menuju kafe tempat mereka akan bertemu, Saka mati-matian menyiapkan dirinya untuk segala omelan yang akan ia dapatkan. Masalahnya, Ditto juga pasti akan ikut mengomel. Dan laki-laki itu hampir seperti ibu-ibu kos yang sedang menagih uang kosan yang terlambat. Cerewetnya minta ampun.
Setelah melewati jalanan panjang yang ramai, Saka akhirnya sampai di parkiran kafe. Dari jauh Saka dapat melihat mobil Ditto yang sudah terparkir di parkiran kafe, tidak jauh dari mobilnya.
Saka akhirnya memasuki kafe. Mencari keberadaan ketiga sahabatnya yang sudah lebih dulu tiba. Lalu Saka mendapati Ditto mengangkat tangannya.
"Hai!" seru Saka menyapa mereka. Atau mungkin lebih ke Diandra.
Melihat Saka muncul dan duduk di sampingnya, Diandra hanya menatap laki-laki itu dengan sorot mata tajam. Tidak peduli dengan kehadiran Saka, Diandra memilih asik dengan ponselnya.
"Selesaiin urusan lo berdua," kata Ditto melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap dua orang di hadapannya bergantian.
"Hapenya nggak di anggurin, tapi gue chat nggak di balas, telepon nggak di angkat." Kata Saka menyindir Diandra yang sibuk dengan ponselnya.
"Ngomong yang bener!" Sera memukul lengan Saka dengan buku menu yang ada di meja mereka. Membuat Saka meringis pelan.
"Dian." Panggil Saka pelan. Berusaha sekeras mungkin untuk membuat Diandra menoleh padanya.
"Hapenya di taruh dulu, gue mau ngomong," kata Saka lagi. Hampir saja merebut ponsel yang tengah di genggam oleh gadis itu.
Namun Diandra tetap bergeming. Tidak peduli dengan Saka yang sudah memelas di sampingnya. Salahnya, siapa suruh pergi tidak bilang.
"Diandraaa." Saka melambaikan tangannya di depan wajah gadis itu. Tapi Diandra tetap tidak peduli.
"Dra," akhirnya Ditto membuka suara. Kasihan melihat wajah memelas Saka yang terkesan di buat-buat.
Mendengar Ditto membuka suaranya, Diandra menghela napas. Ia dengan enggan menaruh ponselnya di atas meja kemudian bergumam kecil.
"Lo marah nih sama gue?" tanya Saka memajukan kepalanya.
"Menurut lo?" Diandra menatap Saka dengan tatapan datarnya.
"Jangan marah dong." Kata Saka mengedipkan matanya berkali-kali, berharap Diandra bisa luluh. Tapi meluluhkan seorang Diandra itu bukan perkara mudah. Butuh waktu yang lama sampai gadis itu bisa melunak.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERLUPAKAN? || REVISI
Fiksi Remaja| TERLUPAKAN || REVISI | pernah merasa terlupakan? terlupakan oleh siapa saja, teman, sahabat, atau siapa pun itu. pernah dalam posisi itu? ya, itu memang menyakitkan. hanya saja, itu harus di rasakan oleh seorang gadis SMA bernama Diandra. yang...