Lonceng pulang sudah berbunyi sejak tadi. Namun Diandra belum juga pulang ke rumah. Alasannya karena ia harus menunggu Saka yang sedang berlatih basket. Gadis itu duduk tenang di tribun paling atas sambil bermain ponsel. Tidak berniat memerhatikan kegiatan Saka dan teman-teman satu klubnya di lapangan. Diandra hanya bisa mendengar suara bola yang beradu dengan lantai serta derit sepatu para pemainnya yang berlarian ke sana kemari untuk mengejar bola.
Di tengah Saka bermain, Diandra turun dari tribun dan pergi ke toilet. Sepertinya ia terlalu banyak minum karena cuaca yang panas. Ia berjalan menyusuri koridor lantai satu yang sudah sepi, hanya ada beberapa anak musik yang sedang berlatih juga. Diandra? Ia tidak mengikuti ekskul apa pun. Alasannya karena lelah. Lagi pula mereka tidak di wajibkan untuk mengikuti ekskul.
Tinggal sedikit lagi baginya untuk sampai di toilet, namun langkahnya harus terhenti dengan kemunculan seorang pria di hadapannya. Haruskah sekarang? Ia sedang buru-buru ingin ke toilet. Mengapa pria ini malah muncul, sih?
"Eits, sendirian neng?" Kata Draco menghalangi langkah Diandra.
"Kakak mau ngapain, sih?" Rasanya Diandra tidak merasakan takut sama sekali ketika mengucapkan itu.
"Oh, udah nggak takut lo sama gue?"
"Kak, gue lagi buru-buru." Diandra ingin melangkah pergi tapi tangannya di cekal begitu keras.
"Lepas!"
"Lo kira lo bisa pergi dengan mudahnya gitu?" tanya Draco dengan nadanya yang dingin.
Diandra meneguk ludah begitu melihat tatapan sinis Draco. "Gue mau pergi."
"Nggak sebelum lo terluka."
Tepat setelah selesai mengatakan itu, Draco menarik Diandra secara paksa. Entah apa yang akan di lakukan pria itu sampai ia menyeret Diandra sampai ke lapangan upacara mereka yang sepi.
"Ngapain gue di bawa ke sini sih, kak?!"
Draco tidak menjawab perkataan Diandra dan malah mendorong gadis itu hingga jatuh. Diandra meringis pelan ketika lutut dan telapak tangannya bergesekan dengan lantai kasar lapangan. Melihat Diandra terlihat kesakitan, Draco mengukir seringainya. Ia berjongkok, menyamakan tingginya dengan Diandra. Tangannya menarik dagu Diandra untuk menatapnya.
"Urusan gue selesai."
"Lo emang gila," Diandra mengatakan itu dengan suara bergetar. Bukan karena takut, hanya saja ia kesal dengan seniornya itu.
Draco hanya tertawa kecil sebelum akhirnya beranjak pergi dari sana. Diandra menatap punggung tegap itu kesal. Diam-diam ia mengutuk pria itu dalam hati, berharap ia tersandung sesuatu dan terjatuh juga.
Diandra beranjak berdiri dari tempatnya, membersihkan roknya yang kotor serta telapak tangannya yang lecet. Urusannya dengan tolilet tidak lagi ia pusingkan. Toh, sudah hilang juga rasanya. Ia kembali ke lapangan basket indoor tempat Saka berlatih. Ternyata mereka baru saja bubar dan sedang bersiap untuk pulang.
Diandra menghampiri Saka dengan kaki yang pincang, goresan di lututnya cukup membuatnya sedikit susah berjalan. Sementara itu Saka menatap heran Diandra yang seperti sedang menahan sakit.
"Lo kenapa?" tanya Saka ketika Diandra menghampirinya.
Awalnya Diandra bingung harus menjawab apa, ia harus jujur atau tidak. Dan akhirnya ia memutuskan untuk membuat alasan saja.
"Jatuh tadi."
"Lo ngapain sampai bisa jatuh, bego?!" Saka berseru.
"Kesandung," ujar Diandra terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERLUPAKAN? || REVISI
Genç Kurgu| TERLUPAKAN || REVISI | pernah merasa terlupakan? terlupakan oleh siapa saja, teman, sahabat, atau siapa pun itu. pernah dalam posisi itu? ya, itu memang menyakitkan. hanya saja, itu harus di rasakan oleh seorang gadis SMA bernama Diandra. yang...