Bagian : Tujuh Belas

417 25 0
                                    

Ternyata jam kelima pelajaran di kelas Diandra tidak ada guru, alias jam kosong. Ketika pemberitahuan itu sampai di telinga murid-murid di kelas, teriakan-teriakan kesenangan langsung memenuhi kelas. Membuat si ketua kelas kewalahan menyuruh mereka untuk diam.

Mendengar tidak ada jam pelajaran kelima hari ini, beberapa murid mulai meninggalkan kelas. Ada yang pergi ke kantin, ke perpustakaan, ke lapangan, dan sebagainya. Sama seperti Saka yang sudah menghilang sejak tadi. Eksistensinya sama sekali tidak di temukan dalam kelas siang itu.

Laki-laki itu memilih mengitari sekolah. Melangkah besar-besar melewati koridor dan kelas-kelas yang sedang belajar. Jam kosong seperti hari ini adalah hal yang paling ia gemari. Dan tentu saja itu bukan sebuah rahasia umum lagi. Saka Dirgantara itu terkenal dengan kelakuannya yang suka mondar-mandir di saat jam kosong dan tidur di kelas. Anehnya, ia tetap memiliki otak yang cemerlang. Kalau katanya, itu karena ibunya juga pandai. Memang pada dasarnya kepintaran seorang anak itu turun dari ibunya.

Melewati koridor lantai satu, ia mendapati eksistensi Naomi di ujung lapangan bola basket. Duduk dengan tenang sambil membaca sebuah buku. Dari jauh, Saka memperhatikan gadis itu dalam diam. Saka akui, Naomi itu cantik. Ada saat-saat di mana ia merasa bahwa ia mulai tertarik dengan gadis itu. Gadis yang sering mengganggunya dengan suara yang kelewat nyaring. Gadis yang ingin melakukan apa saja untuk menarik perhatiannya.

Tanpa Saka sadari, jantungnya berdebar ketika melihat rambut Naomi tersibak karena angin yang lewat. Wajahnya yang fokus membaca membuat Saka ikut terdiam. Mungkin benar kata Diandra, ia harus belajar membuka hatinya untuk orang lain. Lalu dengan anggapan itu, Saka melangkahkan kakinya, mendekati Naomi.

"Sendirian aja?" tanya Saka basa-basi kemudian duduk di samping Naomi.

Naomi yang tadinya asik membaca lantas terkejut begitu menyadari kehadiran Saka di sebelahnya. Ia menutup buku yang sedang ia baca kemudian menatap seniornya itu.

"Kakak kok bisa di sini?"

"Emangnya nggak boleh gue duduk di sini?" tanya Saka mengangkat sebelah alisnya sembari menatap Naomi.

"Bukan gitu, ini kan udah lonceng masuk, kak."

"Lo sendiri ngapain di sini padahal udah lonceng masuk?"

Naomi terkekeh kemudian menggaruk pipinya yang sama sekali tidak gatal, "guruku sakit. Sebenernya di suruh ke perpus kerjain tugas, tapi aku lagi males, makanya milih duduk di sini."

"Lo bandel juga ya ternyata," kata Saka ikut terkekeh.

"Terus kakak sendiri kenapa di sini?"

"Alasan gue kurang lebih sama kayak lo. Tapi gue nggak bandel kayak lo yang nggak mau ngerjain tugas."

Naomi mendengus, "capek tau, kak, ngerjain tugas mulu."

"Kapan mau pinternya kalau ngerjain tugas aja capek," kata Saka meledek juniornya itu. Membuat Naomi menekuk wajahnya tidak terima.

"Aku itu pinter tau, kak. Cuma suka males aja," kata Naomi membela dirinya yang tidak bersalah. Malas itu kan menusiawi. Semua orang juga pasti pernah merasa malas, termasuk dirinya. 

"Kalau itu sih, gue juga sama." Saka menerawang, menarik salah satu sudut bibirnya setelah berkata seperti itu. Ia sama seperti Naomi, pandai tapi malas.

TERLUPAKAN? || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang