SL 14 | Suatu Saat Nanti

1.6K 157 5
                                    

Perasaan itu bukan tentang waktu. Lebih dulu kenal, lebih dulu suka, lebih lama menganggumi, bukan berarti mengharuskan seseorang memberikan perasaan yang sama. Perasaan itu tulus, tidak memaksa keadaan agar segalanya berjalan sesuai dengan apa yang kamu mau.
.
.
.

Hari ini hari terakhir aku ujian akhir semester (UAS). Kebetulan juga, malam ini ada acara semacam pentas seni persembahan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang mengundang seluruh Unit Kegiatan Mahasiswa. Aku ditugaskan untuk mewakili UKM Pers menghadiri acara tersebut.

Aku tidak membaca surat perintahnya, aku hanya tahu bahwa aku dan Syifa -partner liputanku, ditugaskan untuk mewakili UKM kami pada acara ini. Karena UASku semua selesai sebelum ashar, maka aku menyanggupi perintah Pimpinan Redaksi yang disampaikan padaku tadi malam.

Lagipula, Umma dan Abu pasti mengizinkan, yang terpenting selalu ada Nayla dan Ara yang menemani.

Setelah keluar kelas, aku menepi ke kantin fakultas sebentar. Memesan satu minuman dan bersantai di sana sembari memanfaatkan akses wifi kantin. Nayla dan Ara sudah berada di lokasi acara sedangkan aku masih harus menunggu Syifa mengambil ID Card nya yang tertinggal di indekos.

Lima belas menit lagi gladi keseluruhan acara akan dimulai, tetapi Syifa belum juga memberi tanda-tanda datang atau sekedar membalas pesanku.

Ck!

Aku berdiri, sepertinya aku harus mengisi administrasi dulu. Memastikan bahwa UKM kami sudah aman di sana.

Aku memasuki gedung acara, memperlihatkan Id Card kepada bagian administrasi untuk mendata peserta undangan dan peserta yang sudah terdaftar.

Viola tersenyum sinis melihatku. Entah kenapa, sejak awal aku masuk ke universitas ini, Viola yang notabenenya adalah kakak tingkatku, -satu jurusan dan satu kelas dengan Kak Shen, sangat tidak menyukaiku. Gertakan saat aku sedang memakan seblak bersama Nayla dan Ara waktu itu, bukanlah yang pertama kalinya.

"Ternyata lo perwakilan dari pers? Jadi, mau tampil apa lo hari ini?"

Pertanyaannya terasa lebih memojokkan, dan aku benar-benar tidak tahu tampil seperti apa yang Viola maksud hari ini.

Tugasku hanya meliput dan merilis berita. Tidak kurang dan tidak lebih.

Aku hanya mengangkat bahu seraya berlalu. Meladeni Viola hanya akan membuatku tiba-tiba memiliki penyakit darah tinggi. Viola terdengar bersungut-sungut saat melihatku tak sedikitpun memiliki niat menjawab pertanyaannya.

Lagi pula, kakak tingkat sepertinya benar-benar tak pantas mendapat penghormatan.

Aku melewati beberapa baris untuk kemudian duduk di kursi yang sudah disiapkan Nayla dan Ara.

"Akhirnya lo dateng juga." Ara tersenyum seraya menepuk kursi di sebelahnya.

Aku duduk seraya mulai mengeluarkan kamera yang kubawa.

"Semua perwakilan Ukm udah dateng, ya?"

Nayla mengangguk, "Partner liputan lo mana? Si Syifa?" tanya Nayla.

Aku mengangkat bahu, "Idnya ketinggalan. Dia ke kosnya dulu, terus belum balik lagi."

Ara dan Nayla hanya menganggukkan kepala.

Skenario Langit |Revisi-On Going|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang