SL 9 | Calon Kakak Ipar?

1.7K 181 17
                                    

Jika mengaku mencintai Allah, maka taatilah segala perintah-Nya. Karena pecinta adalah orang yang selalu menaati perintah yang dicintainya.
.
.
.

Setelah melaksanakan shalat tahajud sekaligus menunggu shalat subuh, aku menyingkap gorden jendela, mengintip apa yang sedang dilakukan oleh seseorang di seberang sana.

Sepertinya apa yang dikatakan Nayla itu benar. Aku harus memberi kesempatan pada Ilham, setidaknya untuk mau mengakui bahwa kini dia adalah calon suamiku. Aku mengatakan ini karena tadi aku habis bermimpi. Sekuat apapun aku bersikeras untuk mencintai Kak Shen, kalau pada ujungnya yang kunikahi tetap Ilham, bagaimana? Betapa sia-sianya waktu yang kuhabiskan untuk mencintai Kak Shen. Lebih baik mulai sekarang aku mencari tahu bagaimana calon suamiku itu.

Ilham adalah teman kecil yang sudah kuanggap sebagai saudara sendiri. Tentu saja aku tahu segala kebiasaan dan sifat bawaannya. Tapi waktu sudah memisahkan kami. Bukan sebulan dua bulan. Tapi bertahun-tahun. Aku bahkan tidak tahu bagaimana dia melewati masa SMA dan masa kuliahnya.

Sebetulnya benci yang kurasakan tidaklah sebesar itu. Aku hanya tidak terima saat takdir mendatangkan Ilham kembali ke hidupku dengan cara seperti ini. Begitu tiba-tiba dan memaksa menyeretku ke sebuah label bernama pernikahan. Sejak dulu, aku selalu berhati-hati memberikan alamat kepada seorang lelaki. Sebab, aku ingin menikah sekali seumur hidup. Aku tidak ingin salah dalam memilih seorang imam.

Menikah! Bayangkan bagaimana rasanya dilamar oleh tetangga yang sudah sangat dekat denganmu. Bermain sejak kecil dengan segala hal yang tidak pernah kamu tutup-tutupi. Dia pernah menyaksikan bagaimana polosnya aku dulu, dengan ingus dan rambut kuncir kuda yang begitu lugu. Jangankan bermain, tidur bersama dengan Ilham saat masih SD saja sudah pernah!

Bukankah akan sangat aneh jika tiba-tiba kami menjadi pasangan suami istri? Ya, meskipun kami sudah berpisah bertahun-tahun. Dia tetaplah teman kecilku.

Kepergian Ilham saat itu memang ketika kami mulai beranjak dewasa. Aku bahkan tidak memahami bagaimana sikapnya setelah dia baligh. Aku tidak tahu siapa teman dekatnya selama kami berpisah. Tiba-tiba, dia datang dan mengaku ingin menikahiku.

Aku malah sempat berpikir bahwa Ilham sedang tidak sadar saat mengatakan itu.

Bagaimana tidak? Ilham tidak tahu aku berteman dengan siapa selama ini, dia tidak tahu aku sudah berhubungan dan menyimpan hati untuk siapa, tapi dengan percaya dirinya dia datang langsung ke Abu, tanpa mengajakku berbicara terlebih dahulu, tanpa menjelaskan kenapa dia pergi beberapa tahun yang lalu.

Aku menghembuskan napas, mengedikkan bahu. Sampai saat ini, aku belum juga menemukan alasan mengapa Ilham melakukan ini. Karena jika cinta alasannya, aku belum mampu percaya.

Jika pun berdalih Ilham sudah mencintaiku sebelum kami berpisah. Hei, bertahun-tahun sudah berlalu. Sikapku, wajahku, serta kebiasaanku sudah berubah. Juga orang-orang baru yang kami temui. Aku tidak percaya bahwa selama bertahun-tahun terlewati, Ilham masih saja mencintaiku.

Lampu kamar Ilham menyala, itu berarti dia sedang shalat malam atau siap-siap ke mesjid.

Sejak dulu Ilham selalu rajin ke masjid. Dia sempat mengajakku, melempari kaca jendelaku dengan kacang-kacang favorit yang selalu ada di kamarnya. Satu-satunya cemilan yang ada di kamar Ilham hanya kacang. Tidak ada satu hari pun tidak kutemukan kacang di kamarnya.

Skenario Langit |Revisi-On Going|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang