Orang sering mengatakan jika diri kita sendiri adalah tokoh utama dalam cerita hidup kita sendiri. Jika kita bisa merubah takdir, kenapa tidak? Semuanya selagi ada kesempatan dan kemampuan, pasti bisa terwujud walau mungkin akibat yang diterima akan berbeda tiap orangnya.
Tapi sayangnya, semua harus Luhan telan mentah-mentah. Luhan tahu jika semua yang orang katakan benar adanya, namun Luhan masih tahu betul posisinya di mana. Seperti rantai makanan, mungkin Luhan merupakan katak yang akan dimangsa elang. Berada di urutan hampir terbawah, namun tidak mampu melawan hukum alam. Hanya bersiap untuk diterkam.
"Lu..." panggilan seseorang membawanya kembali ke kesadarannya. Luhan memang sering seperti tadi, melamunkan sesuatu yang terkadang orang lain pun tidak mengerti itu. Hingga terkadang Luhan disebut orang gila oleh orang sekitarnya, setidaknya masih tersisa satu orang yang sampai sekarang belum memanggilnya gila. Kyungsoo sahabatnya sejak ia duduk di bangku menengah dan saat serangan panik muncul di kehidupan Luhan.
"Ah ya?" Tersenyum manis pada Kyungsoo yang hanya menghela napasnya. Entahlah, Kyungsoo terlihat lelah namun tidak tahu lelah karena apa, Luhan selalu ingin bertanya, namun sayangnya ia memilih Kyungsoo sendiri yang memberitahunya.
"Aku hanya khawatir padamu. Apa kau sudah meminum obatmu?" Menatap khawatir Luhan yang menatap serius ke arah Kyungsoo.
"Ayo tebak" Memperlihatkan barisan giginya dan membuat Kyungsoo tersenyum. Kyungsoo tahu Luhan tidak pernah berbohong masalah obat. Kyungsoo tahu tekad Luhan untuk sembuh benar-benar besar.
"Aku percaya dengan senyumanmu" mengusap pucuk kepala Luhan sayang dan dibalas kekehan singkat dari Luhan.
"Ah ya, apa aku harus berpisah kelas denganmu?" Terlihat Luhan mengerucutkan bibirnya dan kemudian menatap Kyungsoo yang hanya bisa tersenyum melihat protes dari Luhan.
"Aku tidak berhak menolak Lu, aku hanya seorang siswa, sama sepertimu" tersenyum lebut dan kembali mengusap pucuk kepala Luhan. Kyungsoo memang sudah Luhan anggap sebagai kakaknya dan begitu juga sebaliknya, mereka menganggap diri mereka saudara walau pada kenyataannya mereka sama sekali tidak memiliki hubungan apapun.
"Hmm baiklah, kalau begitu aku akan kembali belajar" dapat Kyungsoo lihat raut wajah Luhan yang sedih dengan bahu yang merosot ke bawah.
"Oh astaga Luhan..."
.
.
.
.
.
Pulang bersama namun pada akhirnya Luhan akan berjalan sendiri. Jarak rumah Luhan dan Kyungsoo tidak terlalu dekat dan Luhan pun masih memilih tinggal bersama ayahnya dengan alasan tidak ingin memberatkan keluarga Kyungsoo. Luhan lebih memilih hidup dengan ayahnya, toh mereka adalah keluarga, bukan orang asing.
"Ke mana saja kau?" Terlihat ayahnya yang duduk dengan angkuhnya memakai pakaian kerjanya. Ya Luhan memang terlahir di keluarga yang cukup berada, namun sayangnya ia harus kehilangan ibunya karena kecelakaan.
"Aku baru saja pulang dari sekolah" menjawab takut-takut dan mata Luhan tidak berani menatap di mata ayahnya.
"Baiklah. Segera mandi dan makan. Aku harus kembali ke perusahaan" Luhan hanya bisa mengangguk dan berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Yah Luhan memang harus tahu bagaimana keadaannya. Luhan harus mengerti juga bagaimana sibuk ayahnya yang seorang Ceo di perusahaan ternama. Luhan pun harus bersyukur karena dengan begitu dirinya masih bisa menjalani pengobatan yang mungkin tidak terhitung jumlahnya.
"Sudah selesai mandi?" Luhan hanya bisa mengangguk mendapati ayahnya yang masih duduk di sofa mewah itu. "Minum obatmu" hanya itu yang selalu Luhan dengar, hanya itu yang selalu terucap dari ayahnya. Bahkan terkadang Luhan berpikir, apakah ayahnya mengatakan itu karena khawatir atau takut karenanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordinary Person [HunHan] | ✔
FanfictionHidupku bisa dibilang sebagai kisah klise yang pasti semua orang pernah merasakannya, tapi jika boleh aku memohon, bolehkan panggung ini menjadikanku sebagai pemeran utamanya? Aku hanya ingin bahagia tanpa beban berat di punggungku. Egois memang Hun...