Hari ini Junmyeon memilih untuk bertemu dengan Yifan. Junmyeon sendiri masih belum yakin dengan keputusannya sendiri, namun jika tidak sekarang, Junmyeon berpikir tidak akan ada kesempatan lain lagi untuk bisa menyadarkan Yifan.
"Sehun, jaga Luhan dengan baik. Aku harus bertemu dengan Yifan" Sehun yang semula sibuk dengan rambut lembut Luhan pun beralih menatap ke ayahnya yang sudah berada di ambang pintu kamarnya.
"Sekarang?" Junmyeon mengangguk dan begitu juga Sehun. Walau tangannya masih mengusap lembut rambut Luhan, namun pikirannya masih tertuju pada ayahnya yang sebentar lagi akan berbicara pada ayah Luhan. Sehun berharap lebih di sana. Berharap semuanya berjalan lancar dan berharap Yifan mampu menyayangi Luhan seperti saat bunda Luhan masih bersamanya.
"Aku berangkat"
"Hati-hati dan semoga berjalan lancar" pintu kamarnya pun tertutup seiring langkah Junmyeon yang kian menjauh.
Sehun kini masih fokus pada Luhan yang tertidur lelap. Dirinya hanya tidak ingin membangunkan Luhan secepat itu. Sehun cukup tahu bagaimana Luhan yang melewati malam dengan keringat dingin yang muncul di pelipis hingga napas yang terengah karena mimpi buruk yang terus datang begitu saja di tidurnya. Sehun akan membiarkan Luhan tertidur dan tanpa mencoba membangunkan Luhan, walau sudah lewat pukul tujuh, namun Sehun masih tetap membiarkan putri tidur itu tertidur lelap.
Sehun hanya mengusap ringan rambut Luhan yang mungkin akan membuatnya nyaman. Itulah yang selalu Sehun lakukan jika Luhan terbangun di tengah malam dengan wajah ketakutan. Itulah yang Sehun lakukan, menenangkan Luhan hingga mereka berdua tertidur di tempat yang sama. Sehun akan selalu terbangun mendahului Luhan. Menatap wajah damai itu di pagi hari membuat Luhan semakin cantik. Bahkan Sehun tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengusap rambut lembut itu.
Luhan bisa tidur dengan tenang hanya setelah tengah malam itu berlalu. Sehun khawatir tentu saja dengan keadaan Luhan yang seperti itu. Sehun tidak tahu harus berbuat apa lagi selain berada di dekat Luhan dan menenangkan Luhan. Sehun tidak tahu lagi jalan keluar macam apa yang mampu ia lakukan untuk mengusir mimpi buruk Luhan. Malam hari seolah menjadi tempat bagi Luhan untuk mengukur adrenalinnya dan malam hari adalah tempat bagi Sehun untuk menjadi obat penenang bagi Luhan.
Berbicara tentang obat, Sehun tidak akan pernah mencoba cara itu untuk bisa membiarkan Luhan tidur nyenyak di malam hari. Sehun tahu bagaimana dampak mengonsumsi obat tidur terus menerus. Sehun takut jika obat tidur diberikan kepada Luhan, maka Sehun tidak akan pernah melihat senyuman Luhan. Mungkin jika obat tidur Sehun berikan, Luhan akan menjadi pendiam dan mungkin wajah cantik itu akan begitu pucat. Tidak, Sehun tidak ingin mengambil jalan seperti itu. Sehun tidak ingin melihat Luhan seperti itu.
Obat tidur bukanlah satu-satunya cara untuk bisa membuat Luhan nyenyak di malam hari. Sehun yakin suatu saat nanti mimpi buruk itu akan hilang di dalam mimpi Luhan.
Bahkan, walau Sehun masih memberi Luhan obat, namun obat itu bukanlah obat untuk membuat Luhan tertidur lelap. Hanya obat yang memang seharusnya Sehun berikan. Namun tetap saja Sehun akan mengontrol pemberian itu. Sehun akan mengurangi dosisnya sesuai anjuran Junmyeon. Sehun akan menguranginya bertahap agar Luhan tidak terlalu bergantung pada obat itu. Sehun yakin obat bukanlah satu-satunya cara untuk menyembuhkan Luhan. Sehun yakin dirinya bisa menyembuhkan Luhan bagaimanapun caranya.
"Aku pasti akan menepati janjiku" tersenyum begitu tulus pada Luhan yang masih terlelap. Namun tangan Sehun tidak berhenti untuk mengusap lembut rambut Luhan. Bahkan sinar mentari pagi pun sudah masuk lewat cela jendela kamarnya menambah cantiknya Luhan saat diterpa sinar mentari pagi.
"Umm..." terusik karena sinar matahari pagi, mata itupun perlahan terbuka dan menampilkan bagaimana indahnya manik itu, begitu bersih dan begitu indah jika terus diperhatikan. Membuat siapapun yang memperhatikan akan larut dalam keindahan manik itu, tidak terkecuali Sehun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordinary Person [HunHan] | ✔
FanfictionHidupku bisa dibilang sebagai kisah klise yang pasti semua orang pernah merasakannya, tapi jika boleh aku memohon, bolehkan panggung ini menjadikanku sebagai pemeran utamanya? Aku hanya ingin bahagia tanpa beban berat di punggungku. Egois memang Hun...