Mungkin saat ini mereka diberikan imbalan atas apa yang teleh mereka lalui. Hanya hadiah kecil seperti kebahagiaan pun mampu membuatnya tersenyum. Sejak dulu, dirinya memang selalu ingin hidup seperti orang biasa pada umumnya. Tidak diperlakukan buruk ataupun tidak diperlakukan spesial. Berharap demikian dan hadiah itupun datang lewat seseorang yang selalu menemaninya dan selalu mendukungnya tanpa henti, walau dalam keadaan apapun, walau dirinya tidak mengingat apapun tentang orang itu.
"Jangan melamun Lu, ayo kemari" Junmyeon tersenyum saat Luhan mulai bangkit dari duduknya dan menghampirinya. Setidaknya Junmyeon masih bisa melihat senyum itu. Senyum yang sama seperti sahabatnya dulu, sebelum senyum itu benar-benar hilang karena kecelakaan yang terjadi.
"Daddy dengar beberapa hari yang lalu dari Sehun kalian pergi ke taman bermain, kenapa tidak mengajak daddy?" Mengusap lembut surai yang lebih muda dan dibalas dengan gelengan menggemaskan oleh yang lebih muda.
"Tidak...itu rahasia Luhan dan Sehun, seharusnya Sehun tidak mengatakan apapun pada daddy. Sehun bahkan sudah berjanji pada Luhan" saat melihat wajah cemberut Luhan, saat itulah Junmyeon mencium sekilas pucuk kepala Luhan. Junmyeon memang memperlakukan Luhan seperti anaknya dan sejak Luhan sadar dari masa kritisnya, Luhan selalu memanggil Junmyeon dengan panggilan 'daddy' dan itu membuat Junmyeon senang sekaligus resah di saat yang bersamaan. Junmyeon hanya takut jika Luhan akan sulit untuk mengingat apapun yang terjadi sebelum dirinya kehilangan ingatannya.
Rekannya memang mengatakan jika hilangnya ingatan Luhan tidaklah permanen, hal itu terjadi karena mental Luhan yang amat terguncang dan meradang hingga membuat Luhan terpaksa melupakan hal menyakitkan yang pernah terjadi, namun karena hal menyakitkan itu terjadi di antara hal-hal menyenangkan, maka Luhan terpaksa melakukan reset dan melupakan semuanya, bahkan yang berhasil diingatnya hanya namanya dan hal itu sedikit berdampak pada pribadi Luhan yang menjadi seperti anak kecil. Junmyeon hanya mampu berharap, hanya itulah yang bisa dilakukannya dan menyerahkan keadaan Luhan pada psikolog yang telah menanganinya selama ini.
"Aku mendengar namaku disebut terus" entah telinga Sehun yang begitu sensitif terhadap suara atau mungkin mereka yang begitu asik mengobrol hingga tidak menyadari kedatangan Sehun hingga Sehun duduk di dekat mereka dan mengatakan kalimat itu hingga membuat Luhan menoleh ke belakang tempat Sehun duduk membelakangi mereka.
"Sehun!! Sehun dari mana saja?" Bahkan kini Luhan sudah berjalan mengitari sofa dan memeluk Sehun begitu erat. Tentu dengan senang hati Sehun membalas pelukan itu, bahkan Sehun sudah mengusap lembut rambut Luhan dan mencium lembut pucuk kepala Luhan.
"Aku keluar sebentar membeli ini" menunjukkan paper bag dan tentunya membuat Luhan cukup penasaran dengan isinya.
"Apa itu?" Sehun mengeluarkan isinya dan menunjukkannya pada Luhan yang tampak senang dengan mata yang berbinar indah.
"Mp3 player dan note, ini untukmu, kau bisa membuat apapun sambil mendengarkan musik" Luhan terlihat senang di sana dan kembali memeluk Sehun dengan erat.
"Wah terima kasih Sehun, Luhan sayang Sehun"
"Kalian benar-benar terlihat manis saat bersama, sepertinya tidak ada yang perlu aku khawatirkan" tersenyum dan mengusap pucuk kepala Luhan. Junmyeon tahu jika sudah ada Sehun di sisi Luhan, maka Junmyeon yakin tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Namun, di lain sisi Junmyeon tidak bisa melepaskan kenyataan bahwa masih ada orang lain yang akan membuat kebahagiaan mereka hancur.
"Yah mungkin begitu, tapi sayangnya aku sangat khawatir sekarang" kini Sehunlah yang terlihat cukup khawatir, ada hal yang belum Sehun sampaikan pada Junmyeon.
"Sehun ada apa? Kenapa Sehun terlihat murung?" Bahkan karena ekspresi Sehun yang telihat khawatir, Luhan terlihat sama khawatirnya di sana. Entah sejak kapan itu terjadi, apapun yang Sehun perlihatkan pada Luhan maka akan mempengaruhi Luhan. Maka dari itu, biasanya Sehun akan berhati-hati saat mengobrol ataupun saat mengeluarkan ekspresinya. Sehun tidak ingin Luhan bersedih hanya karena dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordinary Person [HunHan] | ✔
FanfictionHidupku bisa dibilang sebagai kisah klise yang pasti semua orang pernah merasakannya, tapi jika boleh aku memohon, bolehkan panggung ini menjadikanku sebagai pemeran utamanya? Aku hanya ingin bahagia tanpa beban berat di punggungku. Egois memang Hun...