Semuanya sudah berubah sejak Luhan kehilangan orang tercintanya. Saat itu dunia Luhan seolah runtuh, ditambah ayahnya yang seakan menjauhinya dan mengasingkannya dalam rumah megah namun sepi akan kasih sayang.
"Ayah" suara riang Luhan terdengar menyapa ayahnya yang tengah duduk di sofa ruang keluarga. Sebotol minuman yang Luhan tidak tahu apa itu selalu tersedia di depan ayahnya. Bahkan saat ini sudah habis setengah botol dari minuman berwarna dan beraroma aneh itu.
"Ayah, besok Luhan ada karya wisata, apa Luhan boleh ikut?" Duduk di samping ayahnya yang seolah tidak peduli dengan keberadaannya. Hanya menyesap gelas yang berisikan minuman itu.
"Apa ayah tidak mendengarkan Luhan?"
"Aku jelas mendengar ocehanmu. Kau meminta persetujuan dariku? Aku tidak memberimu ijin" bahkan Yifan tidak menatap anaknya. Berucap dengan nada yang tidak ramah dan membuat Luhan menekuk wajahnya sedih. Hatinya berdenyut sakit saat ayahnya berbicara seperti itu kepadanya, namun apa daya, ia bahkan tidak tahu di mana letak kesalahannya hingga dirinya harus menerima perlakuan seperti ini.
"Bolehkah Luhan tahu alasannya. Mungkin wali kelas akan menanyakannya" mencoba tersenyum dan menatap Yifan lekat yang nyatanya masih mengabaikannya.
"Tidak ada alasan penting. Kau tidak boleh pergi"
"Tapi Luhan ingin bersama sahabat Luhan dan teman yang lain" namun Luhan yang masih anak-anak pasti masih merengek jika keinginannya tidak dikabulkan.
"Luhan! Sekali aku berkata tidak kau tidak boleh membantahnya!" Menatap Luhan dengan tatapan marahnya dan membut tubuh Luhan bergetar, saat itulah air mata tiba-tiba jatuh membasahi pipinya.
"Apa salahku...?" Meremas rambutnya dan kemudian tangannya ia bawa meremas dadanya yang terasa berdenyut sakit.
"A-apa aku anak yang na-nakal...?" Melihat anaknya yang bersikap berbeda dari sebelumnya dan tubuh anaknya yang seolah semakin ketakutan membuat Yifan menyadari kesalahannya.
"Luhan...aku tid--"
"Jangan mendekat hiks...Luhan minta maaf hiks...Luhan salah...jangan sakiti Luhan...Luhan berjanji akan menjadi anak yang baik...Luhan berjanji" tatapan mata kosong, tubuh bergetar, dan tangan yang memegang erat rambutnya hingga lengannya pun menutupi telinganya.
"Luhan dengarkan aku!" Namun suara Yifan terdengar seperti amarah di telinga Luhan membuat Luhan semakin takut dibuatnya.
"Bu-bunda...Luhan takut...bunda di mana hiks...bunda tolong Luhan hiks hiks..." menangis semakin menjadi namun Yifan seolah tidak tahu apa yang harus ia lakukan sehingga ia pun mencengkeram bahu anaknya.
"Tenanglah! Ada apa denganmu, Luhan" tidak memanggil dengan kasih sayang, namun Yifan seolah takut dengan Luhan yang seperti sekarang ini.
"Hei!" Mengguncangkan tubuh Luhan yang semakin tidak terkendali hingga dengan gerakan cepat Yifan berpikir untuk memeluk tubuh Luhan yang semakin meronta di pelukan Yifan.
"Bunda...bunda hiks hiks...bunda di mana?" Yifan hanya diam dan masih memaksa memeluk tubuh Luhan yang teras semakin melemah. Bahkan suara Luhan pun terdengar semakin kecil di pendengaran Yifan.
"To...long Lu...han" tidak sadarkan diri di pelukan Yifan yang saat ini menatap Luhan dengan tatapan takutnya. Dalam hidupnya, ini kali kedua Yifan merasakan hal seperti ini. Pertama saat kehilangan istrinya, Yixing dan kedua saat ia melihat anaknya seperti ini.
.
.
.
.
.
"Sehun, sepertinya malam ini aku menginap" perkataan Junmyeon hanya dibalas deheman singkat dan tentunya ayahnya sudah paham betul bagaimana sifat anaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordinary Person [HunHan] | ✔
Fiksi PenggemarHidupku bisa dibilang sebagai kisah klise yang pasti semua orang pernah merasakannya, tapi jika boleh aku memohon, bolehkan panggung ini menjadikanku sebagai pemeran utamanya? Aku hanya ingin bahagia tanpa beban berat di punggungku. Egois memang Hun...