Bab 3

4K 588 121
                                    

Aku masih percaya kekuatan doa itu ada. Meskipun tidak selalu akan terasa nyata.

Hari minggu memang menjadi agenda rutin Zhafir untuk membuka bengkel di rumahnya. Memiliki motor biasa, namun sudah full modif memang membuat Zhafir harus lebih memerhatikan lagi kendaraannya itu. Keadaan setiap harinya, motornya tersebut jarang sekali dia bawa ke kampus, namun dia tidak akan lupa selama 15 menit, pasti Zhafir akan hidupkan untuk memanaskan mesin-mesinnya.

"Bang.... "

Ketika seseorang memanggilnya, Zhafir langsung mendongak. Melihat kehadiran Aiz yang sudah begitu rapi sedang bersandar di mobil BMW miliknya.

Ada tanda tanya besar dalam pikiran Zhafir, kenapa Aiz memakirkan mobil di depan rumahnya? Apakah adik sepupunya ini memang berniat pamer kepada Zhafir atas mobil baru yang sedang dipakainya atau kah ada hal lain yang membuat Aiz memarkirkan mobil di sini.

"Ngapain lo?"

"Hehe, baru turun semalam nih mobil. Bagus enggak, Bang? Niatnya gue mau ajak jalan Aneska hari ini."

Zhafir seketika tertawa. Dia meletakkan perlengkapan Macgyver miliknya, dan bertolak pinggang melihat mobil Aiz.

"Lo mau ajak Aneska jalan-jalan pakai mobil mewah ini?"

"Iya, keren enggak?"

"Sini gue bilangin."

Zhafir menarik Aiz ke arah rumah Aneska. Saat berdiri di depan rumah besar itu, dengan garasi yang jauh lebih luas dari rumah mereka berdua,  terlihatlah ada 3 mobil mewah terpakir di sana. Bahkan kalau dibandingkan harganya jelas sekali mobil Aiz kalah jauh.

"Maksud lo apaan, Bang?"

"Gue cuma mau kasih lihat ke lo, kalau lo mau dekatin dia dengan harta, lo salah. Dia udah punya segalanya. Dia udah biasa naik turun mobil mewah. Bahkan rumah dia aja lebih luas dari rumah kita berdua, kan?"

"Gitu kah?"

"Iya."

"Terus gue harus dekatin dia pakai apa?"

"Bukannya dia udah dekat sama lo?"

Aiz tersenyum malu-malu, "kan dekat belum tentu berakhir dipelaminan nih, Bang. Jadinya gue tanya sama lo."

"Lo pikir gue udah nikah? Lo salah berguru, bro. Tanya sama orang yang udah nikah. Takutnya kalau lo tanya sama gue, terus gue jawab asal, yang ada lo bakalan nyasar. Emang lo mau jadi nyasar gitu? Sama sih halnya kayak lo belajar agama. Ketika lo belajar sama orang yang menurut lo pantas buat dicontoh, padahal sebenarnya dia belum pernah merasakan diposisi yang ingin lo tuju, lo bakalan nyasar, bro. Dan lo malah melakukan hal-hal yang diluar norma agama. Gimana sih lo?"

"Gitu ya. Akh, sudahlah. Bilang dari awal kalau lo agak bodoh, Bang."

"Kurang ajar!!!"

Zhafir ingin menendang bokong Aiz, tapi sepupunya itu sudah keburu lari ke arah mobilnya lagi. Keduanya terlibat keributan kecil antara sepupu. Tapi tidak sedikitpun dalam hati mereka saling membenci, walaupun ada seorang perempuan yang sama-sama mereka sukai.

***

Menjadi anak pertama, dan memiliki adik yang jarak usianya sangat jauh, memang terkadang membuat Zhafir kesal. Ada saja hal yang diminta oleh ibunya untuk Zhafir lakukan. Seperti hari ini, walau hari libur pun, ibunya sama sekali tidak peduli. Apalagi ayah Zhafir, Agam, sedang tidak ada di rumah dan kemungkinan kembali baru besok, sehingga mau tidak mau Zhafir lah yang membantu semuanya.

"Kamu beli yang ukurannya XL. Merk apa aja enggak masalah. Yang penting XL ya. Eh, tapi kamu rasain dulu permukaannya pakai tangan kamu. Halus apa enggak. Emang kamu mau bagian sensitif adik kamu lecet karena kamu salah pilih."

If Our Love Was a Fairy TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang