Nineteen

3.6K 271 66
                                    

Aeris berjalan di sepanjang koridor rumah sakit sambil membawa sekeranjang buah. Sebenarnya gadis itu tidak begitu menyukai aroma rumah sakit, tapi dia langsung pergi ke rumah sakit saat Kai memberi tahu jika Alea sedang sakit. Entah kenapa dia sangat mengkhawatirkan Alea. Mungkin karena gadis itu pernah mendonorkan darah untuk menyelamatkannya.

"Kak Aeris?" Alea begitu terkejut karena Aeris datang menjenguknya.

"Bagaimana kabarmu, Alea?" Aeris meletakkan buah yang dibawanya di meja kecil samping tempat tidur Alea.

"Aku tidak apa-apa, Kak. Hanya sedikit kelelahan."

Aeris menatap Alea sendu. Wajah gadis itu terlihat sangat pucat, pipinya pun terlihat lebih tirus. "Kenapa kamu bisa sakit seperti ini, Alea? Apa kamu setres memikirkan konser?"

Alea tersenyum tipis, entah kenapa dia merasa senang Aeris mengkhawatirkan kesehatannya. "Aku sakit bukan karena memikirkan konser, Kak."

"Lalu karena apa?" tanya Aeris penuh perhatian. Seperti seorang kakak yang begitu sayang pada adiknya.

Alea menarik napas panjang. Haruskah dia menceritakan masalahnya ke Aeris?

"Aku tidak akan memaksa kalau kamu tidak ingin menceritakan masalahmu. Tapi jika dengan berbagi bisa mengurangi sedikit beban pikiranmu. Kamu bisa menceritakan masalahmu padaku, Alea."

Sepertinya Aeris memang bisa menjadi pendengar yang baik. Alea pun menarik napas panjang sebelum bicara. "Alea patah hati, Kak."

"Patah hati?"

Alea mengangguk lalu kembali bicara, "Alea dulu punya cowok. Dia sangat dingin dan irit bicara pada siapa pun. Tapi anehnya dia menjadi pribadi yang begitu hangat saat bersama Alea."

Alea meringis ketika mengingat masa lalunya bersama Leon. Semua terasa begitu indah saat mereka bersama. Dia sangat ingin kembali ke masa-masa indah itu.

"Kami begitu dekat, Kak, bahkan pernah berencana untuk menikah. Tapi karena kebodohan Alea hubungan kami akhirnya berhenti di tengah jalan." Alea menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi sesak yang menghimpit dada.

Aeris begitu sedih mendengar cerita Alea. Dia seolah-olah bisa merasakan jika gadis itu amat sangat mencintai mantan kekasihnya.

"Alea sangat menyesal sudah pergi meninggalkannya, Kak," gumam Alea menahan air mata yang mendesak ingin keluar. Bibirnya gemetar menahan nyeri yang menghimpit dada. Dia sangat menyesal telah pergi meninggalkan Leon.

Aeris mengusap punggung Alea dengan lembut agar merasa lebih tenang. "Kenapa kalian tidak kembali bersama?"

Alea mengusap sudut matanya yang berair. Kekecewaan tergambar jelas di wajah cantiknya. "Rasanya sulit sekali untuk kami bisa bersama."

"Kenapa?"

"Karena mantan kekasih Alea sudah menikah."

Aeris begitu terkejut mendengar ucapan Alea barusan. Dia tidak pernah menyangka mantan kekasih gadis itu ternyata sudah menikah. Mungkin mereka memang tidak berjodoh.

"Padahal kami pernah bermimpi, jika sudah tua nanti akan menghabiskan waktu bersama dengan anak dan cucu kami. Tapi Alea tidak menyangka dia menikah secepat ini, Kak. Apa dia kecewa karena Alea tinggal pergi?" Air mata itu jatuh begitu saja membasahi pipi Alea. Hatinya begitu hancur karena Leon telah menikahi wanita lain. Andai dia memberitahu alasan yang membuatnya pergi, mungkin Leon akan mempertahankan hubungan mereka sampai sekarang.

Menikah dengan Keponakan [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang