•
•
•
SUDAH empat hari Ghina bekerja di Segelas Kopi. Seperti hari sebelumnya, dia datang setegah jam lebih awal dari seharusnya, Pk. 13.00. Berdiri di depan pintu kedai, membisikkan banyak kata motivasi untuk diri sendiri. Namun, kali ini berbeda. Kalimat motivasinya luruh. Kalau bukan karena pelanggan di belakangnnya, mungkin dia akan tetap berdiri di depan pintu atau kabur entah ke mana.
Ekspresi Rukma mengeras di balik mesin ekspresso, ketika dia memasuki kedai. Sibuk melirik bergantian Ghina dan sepasang pelanggan yang terlihat menunggu pesanan siap. Tidak perlu melihat jelas wajah, Ghina sudah kenal dua orang itu. Dan kepanikan semakin melanda, saat si perempuan tanpa diduga membalik badan ke arahnya dengan gerakan centil menggelikan. Kemudian si pria ikut berbalik, tanpa melepaskan tangan dari pinggang ramping si perempuan.
God, kenapa dua manusia keparat ini nggak musnah saja?! Kenapa mereka bisa sampe di kedai kopi ini? erang Ghina dalam hati.
Kalau saja kedai kopi ini tidak terkenal, mungkin kecil kemungkinan orang dari arah jauh mampir.
Ghina buru-buru membuang muka, mengarahkan langkahnya ke office, lalu suara sok manit itu terdengar. "Eh, Mbak Ghina kan? Mbak Ghina kerja di sini? Kamu tahu nggak, Hon?"
Pemikiran mengerikan bermunculan di otak Ghina, seperti menyiram kopi panas ke wajah perempuan sialan itu. Ghina menggosok kening dengan frustrasi. Butuh tiga tarikan napas yang tajam hingga Ghina siap mengangkat dagu dan memutar arah jalan menghampiri pasangan setan itu, dengan senyum tipis.
Tegar, Ghina, tegar! Anggap aja lo lagi dipaksa masuk ke wahana rumah setan. Ketemu Mrs. K dan Buto Ijo! Langkah Ghina terlihat yakin menghadapi dua orang itu. Si pria sudah membentuk garis hampir tersenyu, terkesan mengejek keadaan Ghina saat ini. Suatu prestasi Ghina bertahan untuk tidak menampar dua orang ini. "Iya nih, Sophia. Gue kerja di sini, bagian admin. Yah, mau gimana lagi ... kan posisi gue yang nyaman itu udah diambil lo," sahut Ghina tidak ada ramah-ramahnya. "Gimana? Enak? Udah dapat apa aja? Tas? Perhiasaan?"
"Mas Tyaga..." Sophia mengernyit, lalu mundur dan bersembunyi di balik punggung Tyaga.
Rukma terlihat makin ketar-ketir menyelesaikan pembuatan pesanan, memanggil nama Tyaga dengan nyaring. Memohon lewat tatapan pada Ghina untuk menahan diri, karena keadaan kedai yang padat saat ini.
"Jangan begitu, Na. Kalau aku nggak salah ingat, kamu yang membiarkan posisi arsitek utama kosong di kantor. Dan Sophia nolong aku, ngurus hal-hal yang kamu tinggalkan gitu aja!" Tyaga balik menyudutkan dia.
"Oh. Jadi itu yang kamu bilang ke semua klien, Ghina tidak bertanggung jawab, pergi tanpa menyelesaikan kewajiban. Atau, ada hal lain yang kamu bilang?"
Tyaga memasang sikap bosan. "Aku cuma bicara yang sebenaranya. Kamu pergi, banyak deadline terganggu."
Sulit dipercaya dulu Ghina bisa tergila-gila sama pria ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Risk
RomanceWARNING! 21+ Ghina Indira Kamania mengambil risiko besar melepaskan segala hal yang susah payah diraih, karena ingin menjuh dari Tayga. Tunangan sekaligus partner dari agensi arsitek kecil-kecilan yang dijalankan bersama. Dia cuma hidup tenang. Tid...