22

157K 16.7K 767
                                    

Selamat malam




Selamat jatuh cinta



Jangan lupa vote dan komen yang banyak




GHINA menggosok-gosok wajah dan berusaha melupakan beberapa hal yang terjadi semalam, segala sesuatu yang berhubungan dengan Alfa. Bagaimana wajah pria itu berubah pucat pasi dan terdiam sangat lama di depan pintu apartemennya, bahkan pamit dan mempercayakan segala sesuatu pada Tante Susi, yang otomatis ditolak. Pandangan kosong pria itu saat berdiri di perbatasan ruang tidur dan area depan. Segala tindak tanduk Alfa kemarin malam sangat berbeda, bahkan beberapa kali Ghina bisa melihat jerit kesakitan dari tatapan pria itu. Aura menyebalkan yang biasanya menguar dari tubuh pria itu diganti duka yang pekat.

Mendadak meja di depannya dipukul keras menggunakan menu yang berbentuk sebuah papan. Rukma berdiri di hadapannya, mengangkat satu alis, sementara tangan lain berkacak pinggang.

"Kalau mau numpang bengong, di kos gue aja. Gratis. Daripada di sini, mahal, harus keluar 30 ribu dulu."

Ghina memutar kedua bola matanya malas sambil mengitari tepian cangkir dengan telunjuknya. "Harusnya bersyukur gue mau bayar 30 ribu buat bengong, pemasukan buat tempat kerja lo ini."

"Gue bakal bersyukur kalau tuh 30 ribu masuk ke kantong gue, daripada ke sini. Lumayan, buat dua kali makan di warung tegal samping kos."

"Ma, kenapa lo nggak to the point aja sih tanya kenapa gue ke sini? Tuman. Sukanya muter-muter dulu, terus mendebatkan hal nggak penting. Lagipula, yang gue pesan di sini lebih dari 30 ribu!"

Rukma menarik kursi bar panjang yang biasa digunakan sahabatnya itu saat menjaga kasir, kemudian duduk di depan Ghina sambil bertopang dagu. Sepersekian detik pertama tidak ada yang bicara, hanya saling adu pandangan intens.

"Ngomong dong, Na! Kan, lo udah tahu gue mau tanya apa," suara Rukma meninggi. "Apa ada bahan ghibah baru soal teman kerja lo yang judes itu? Eh, ngomong-ngomong soal kerja ... ini jam kerja, Cong! Lo bolos? Katanya, nanti gaji dipotong? Inget Bapak, Na. Gue tahu, kondisi kerja yang nggak nyaman bikin kita nggak semangat kerja, tapi—"

Ghina memasukkan beberapa helai jamur crispy ke mulut Rukma, yang segera menghentikan ocehan perempuan itu. "Berisik. Satu jam lagi gue ada janji ketemu klien di mall dekat sini, daripada nunggu di sana sendiri ... ya, gue ke sini."

"Terus, kenapa lo bengong kayak mikirin masalah hidup dan mati?"

Ghina menghela napas. Dia ingin menceritakan dan berbagi rasa penasaran pada Rukma, tetapi di sisi lain Ghina malas menghadapai respon Rukma. Entah itu ocehan nasehat panjang lebar, atau godaan tak berujung.

"Na..." Rukma menggoyangkan lengan kiri Ghina dengan tidak sabar.

Ketika bibir Ghina sudah terbuka, lonceng tanda ada tamu memasuki kedai berbunyi. Rukma yang otomatis berdiri dan tersenyum kaku, memancing Ghina menoleh ke arah pintu. Kekakuan Rukma menular padanya saat melihat salah satu pria bersneli, yang merupakan satu dari dua teman Alfa berjalan santai menuju titik kumpul dia dan Rukma. Namun, Mata Ghina tertahan di pintu, tanpa sadar sudah menahan napas sambil menghitung dalam hati, siapa tahu ada tamu lain akan muncul. Sepertinya Rukma melakukan hal yang sama, karena beberapa detik selanjutnya tawa berat khas pria pecah dan memenuhi kedai yang kosong.

The RiskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang