•
•
Selamat membaca
•
•
•GHINA mondar-mandir di ruang rapat Megatarinka Architect, masih tidak percaya dia bisa masuk ke kantor salah satu biro arsitek idaman. Dia berdiri diam, mengamati sekeliling suasana kantor yang cozy—tidak kaku. Bertema kan hitam putih, meski ada beberapa bermain di warna-warna cerah seperti orange dan biru. Contohnya, ruang rapat ini bercat orange muda dengan gabungan panel-panel langit dari kayu lapis dan pintu kaca geser di sisi balkon. Ada juga kaca hitam di belakang kursi tunggal hitam, berada di ujung meja rapat—berbeda sendiri dengan kursi-kursi cokelat yang mengelilingi meja panjang. Tebakan Ghina biasa diduduki para atasan, seperti Pak Gunawan, orang yang memberinya kesempatan berdiri di sini untuk mempresentasikan idenya.
Ghina memeriksa arjoli, 09.45, semakin panik. Artinya sudah 45 menit berlalu sejak dia disuruh menyiapkan presentasi. Semua sudah siap. Laptop sudah tersambung ke proyektor, laser pointer juga sudah dia pegang. Lalu, dia ini menunggu apa. Ghina berdiri lurus menghadap kaca hitam, memperhatikan pantulannya. Tank top satin putih berenda di tepiannya dan blazer putih, berpadu sempurna dengan celana khaki dan kitten heels nude. Ghina menarik ujung blazer sambil mengembuskan napas pelan. Dia siap menghadapi apa pun nanti. Dia sudah terlihat professional.
Sepuluh menit setelah itu, pintu terbuka. Lelaki muda berpakaian rapi tanpa jas masuk lebih dulu, mengangguk ramah pada Ghina. Lalu, disusul dua pria bersetelan jas. Salah satunya Pak Gunawan, yang terlihat riang dan segera menyemangatinya dengan mengangkat kedua tangan. Sementara satu pria lain ... Ghina tidak yakin, tapi pria itu duduk di kursi hitam—terlihat lebih muda dari Pak Gunawan, tapi sangat berwibawa dan berwajah datar. Astaga, wajah datar itu langsung mengingatkan pada seorang yang menyebalkan dan yang terjadi tadi malam.
Ah, sialan! Kenapa sih, bayangan orang itu muncul di saat yang tidak tepat? 300rb gue!
Ghina memaksa diri untuk meredam pikiran-pikiran aneh, mengingatkan diri sedang tidak punya waktu untuk hal itu.
"Selamat pagi, Ibu Ghina Indria Kamani. Saya Putra, asisten pribadi Bapak Alby Bagaskara." Putra menunjuk sopan pria di kursi hitam. "Pak Alby merupakan owner dari Megatarinka Architect, dan di samping beliau adalah Pak Gunawan—direktur operasional yang merekomendasikan Ibu di sini. Apa Ibu sudah siap untuk mempresentasikan rancangan kepada kami?"
Ghina mengangguk antusias, tersenyum percaya diri, lalu berkata, "Tentu saja." Ayo Ghina, kita buat orang-orang ini mengakui kemampuan lo! seru Ghina dalam hati.
Ketika seisi ruangan sudah siap, Ghina memulai presentasinya, menatap yakin semua orang. "Selamat pagi, salam kenal, saya Ghina. Di sini saya akan mempresentasikan 'Project Resort Container Go Green'." Ghina menyalakan laptop, dan rancangan terpampang di balik punggungnya. "Tapi sebelum mulai, saya ingin mengucapkan terima kasih untuk kesempatan yang diberikan Megatarinka Architect untuk saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Risk
RomanceWARNING! 21+ Ghina Indira Kamania mengambil risiko besar melepaskan segala hal yang susah payah diraih, karena ingin menjuh dari Tayga. Tunangan sekaligus partner dari agensi arsitek kecil-kecilan yang dijalankan bersama. Dia cuma hidup tenang. Tid...