04. COMING OUT

5.3K 250 10
                                    

Di ruangan menonton TV kami berdua duduk di sebuah sofa panjang berwarna merah, menatapi layar TV seraya membicarakan banyak hal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di ruangan menonton TV kami berdua duduk di sebuah sofa panjang berwarna merah, menatapi layar TV seraya membicarakan banyak hal. Mas David sedang asyik menekan-nekan remote TV, mencari tontonan yang menurutnya berkualitas dan melewati setiap channel lokal,

"Kamu tahu sendirilah kayak gimana channel TV di negara kita?" dia menggerutu.

Wajahnya terlihat menggemaskan ketika menggerutu seperti itu, mirip seperti anak kecil yang sedang kesal dengan mainannya.

Sialan!
Kenapa dia begitu mempesona?

Dia masih saja sibuk menekan-nekan tombol remote di tangan kanannya hingga sampai akhirnya berhenti di channel National Geographic, "Channel favorit Mas nih." kini wajahnya tersenyum.

"Ceritain tentang kamu, John." pintanya.

"Nggak mau ah!" godaku.

Lihat! Sekarang bibir tipis itu tersenyum menatap ke arahku, lalu tangan itu menggaruk tengkuk, memperlihatkan otot tangannya yang elastis. Wajah tampannya sedang menahan perasaan malu.

"Hahaha ... saya bercanda, Mas." kataku.

"Ceritain dong." pintanya, "Masa dari tadi Mas terus yang cerita."

"Tapi saya mulai dari mana ceritanya? Saya bingung."

"Ya, cerita masa kecil misalnya?"

Aku menceritakan masa kecilku kepada Mas David. Dia terlihat begitu antusias, memandangiku dan mendengarkan setiap perkataan yang kuucapkan. Seperti terbalik, seolah sekarang TV yang menjadi penonton kami di ruangan tersebut. Aku mulai bercerita, menceritakan semua masa kecilku kepadanya.

"Saya dibesarkan oleh Nenek di Jakarta, Nenek itu Ibu dari mendiang Mama. Papa saya nggak punya orang tua sebab kedua orang tuanya meninggal saat usia Papa sekitar dua tahunan. Waktu Papa saya masih kecil dia diurus oleh saudara orang tuanya sampai bisa bertahan hidup.

Waktu usia saya masih tujuh tahun, kedua orang tua saya jadi korban kecelakaan tragis ..."

"Kalo kamu nggak bisa cerita lagi, jangan dilanjut, John." Mas David memotong ceritaku.

"Nggak apa-apa." aku meyakinkannya, "Lagi pula itu juga udah berlalu, Mas."

Kemudian aku melanjutkan ceritaku. Tatapan Mas David seolah terasa semakin dalam dan sejuk sekarang, sesekali dia menganggukkan kepalanya pertanda bahwa dia mengerti. Mata biru itu benar-benar terpaku ke arahku.

"Saya dan Nenek hidup berdua. Kakek udah meninggal waktu saya belum lahir. Saya masih ingat waktu kami berdua bertahan hidup. Jadi Nenek tuh punya warung makan, warisan dari mendiang Kakek. Warungnya cukup besar, ya setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan kami, biaya sekolah dan kursus saya.

Setiap hari selepas pulang sekolah, saya suka bantu Nenek di warung makan. Mungkin karena udah kebiasaan jadi itu membuat saya tumbuh tidak seperti remaja pada umumnya. Saya hampir nggak pernah bergaul sama teman sekolah. Yang lebih lucu lagi, jumlah teman masa kecil saya mungkin bisa dihitung dengan jari, hehehe ..." aku tersenyum mengenang semua itu.

BLUE SKIES [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang