15. REKAMAN SUARA

2.6K 180 13
                                    

Pagi ini aku masih berdiri sambil memegangi pundak Leni yang sedari tadi tak ada henti-hentinya menangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pagi ini aku masih berdiri sambil memegangi pundak Leni yang sedari tadi tak ada henti-hentinya menangis.

Setiap orang datang dengan mengenakan baju hitam, pertanda bahwa kami semua sedang berduka. Kami sangat terpukul atas kematian Indri Atami.

Jika saja tidak kupeluk, Leni pasti sudah pingsan di pemakaman tersebut. Aku bisa mengerti kenapa dia sampai sebegitu sedihnya. Iya, setelah pertengkaran di Waroeng Makan Bunda Kokom itu, sampai hari ini Leni dan Indri belum baikan. Aku sendiri tahu kok mereka berdua sebenarnya saling menyayangi, hanya saja rasa gengsi keduanya yang membuat mereka enggan untuk saling memaafkan. Mungkin karena itulah kenapa Leni sebegitu sedihnya. Mulai hari ini Indri Atami telah pergi meninggalkan kami untuk selamanya.

Ini pertama kalinya aku melihat cara pemakaman orang yang beragama Islam secara langsung. Iya, Indri itu muslim, sementara aku beragama Buddha. Walaupun agama kami berbeda tapi kami selalu menjunjung tinggi nilai toleransi dan sebagai seorang teman, tentu kami saling menyayangi satu sama lain.

Aku masih memegangi pundak Leni yang masih menangis tersedu-sedu. Begitu pun dengan keluarga Indri sendiri, mereka begitu terpukul mendapati anaknya meregang nyawa dengan cara yang sangat tragis.

Orang tua mana yang tidak akan menangis ketika anaknya meninggal? Apa lagi Indri meninggal dengan cara yang sangat tragis.

Kenapa dia bisa gantung diri seperti itu di kamar mandi kost-nya?

Akan mustahil rasanya jika orang seceria Indri bisa gantung diri tanpa sebab yang jelas.

Karena kesibukanku, aku sudah lama tidak berjumpa dengan teman-teman di supermarket. Terakhir aku bertemu mereka saat peristiwa pertengkaran Leni dan Indri di Waroeng Makan Bunda Kokom malam itu.

Indri telah dimakamkan di kampung halamannya di daerah Banten. Leni dan Ajis pulang terlebih dahulu ke Jakarta setelah mengucapkan bela sungkawa kepada keluarga yang ditinggalkan.

Karena jarak tempuh dari Jakarta ke desanya Indri lumayan jauh, kemarin malam kami bertiga memutuskan untuk menyewa sebuah mobil. Aku tidak pulang bersama mereka sebab Bang Doni memintaku untuk menunggu di desa ini. Iya, Bang Doni akan menjemputku dengan mobilnya sekaligus mengucapkan bela sungkawanya kepada keluarga Indri. Sebelumnya dia tidak bisa menghadiri proses pemakaman karena sibuk dengan beberapa urusan pekerjaan.

Saat ini aku masih berada di desanya Indri, rumah keluarga Indri sangatlah sederhana.

"Ibu yang sabar ya." ucapku kepada Bu Fatmah, ibunya Indri, "Ibu harus ikhlas, Indri itu orangnya baik dan saya yakin dia sudah tenang di alam sana."

"Iya, Nak John." ucapnya terisak, "Indri itu memang baik orangnya."

Tiba-tiba tangan Bu Fatmah menggenggam kuat tanganku, lalu dia memberikan sebuah kartu memori ke tanganku.

BLUE SKIES [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang