13

1.7K 295 8
                                    

***

"Apa ini?" tanya Heechul begitu Lisa datang ke aula kampus tempat club musik mengadakan acara tahunan mereka.

"Bekal dan kueku," jawab Lisa, yang justru langsung menghampiri Donghae di belakang panggung sementara orang-orang lain sibuk menghibur penonton diatas panggung. "Kenapa oppa tidak ikut tampil?"

"Aku terlihat kecelakaan tahun lalu dan belum bisa menari," jawab Heechul sembari membuka dua kotak yang Lisa bawa. "Kau membawa ini untuk kami? Ini buatanmu? Kenapa tulisan di kuenya maafkan aku?"

"Nasi dan lauk-lauk itu bekal makan siangku, kalau kuenya... Itu hasil dari pelajaran kesenian hari ini," ucap Lisa, membingungkan Heechul dengan jawabannya.

"Nilaimu pasti sangat jelek, kenapa kau menulis ini di kuemu? Maafkan aku karena kuenya jelek?" ledek Heechul membuat Lisa jadi kesal dan mengacungkan jari tengahnya. "Ya! Ada apa?! Apa terjadi sesuatu di sekolah?!" tanya Heechul sekali lagi, namun kali ini Lisa mengabaikannya dan pergi ke depan panggung– berusaha bersenang-senang dengan penonton lainnya.

Acara yang telah disiapkan seluruh anggota club musik itu akhirnya selesai di pukul 10 malam, Lisa cukup bersenang-senang dan melupakan penatnya dan disaat semua orang sibuk membersihkan aula, Donghae justru harus pergi untuk mengantarkan Lisa pulang. "Kue yang kau bawa tadi rasanya enak, tapi ada apa dengan tulisannya? Bukannya memberi kami ucapan selamat, kau justru meminta maaf?" tanya Donghae, setelah ia menghentikan motornya di persimpangan untuk menunggu lampu lalu lintas dengan nyala merah berubah jadi hijau.

"Sebenarnya kue itu untuk Jiyong oppa, tapi dia tidak mau menerimanya," jawab Lisa, ia tidak peduli dengan laju motor Donghae selama pria itu tidak menyuruhnya melepaskan pelukannya. "Kemarin aku bertengkar dengan Jiyong oppa, lalu aku menolak makan malam bersama keluarganya dan Jiyong oppa dimarahi– karenaku. Aku merasa bersalah karena dia dimarahi karenaku, tapi dia tidak mau bicara padaku,"

"Ah... Jadi kau kesal karena dia tidak memaafkanmu?" tanya Donghae dan Lisa menganggukan kepalanya. "Kenapa kalian bertengkar sebelumnya? Karena perjodohan lagi?"

"Hm... Karena perjodohan lagi,"

"Kau tidak ingin berteman dengannya saja? Kalian masih sekolah. Kalian sama-sama belum siap menikah. Daripada terus bertengkar seperti sekarang, bagaimana kalau kau melupakan perjodohanmu dan mengajaknya berteman saja?" saran Donghae yang kembali melajukan motornya di jalanan ramai sampai ke rumah Lisa.

Selama perjalanan pulang itu, Lisa memikirkan ucapan Donghae dan begitu tiba di depan rumahnya, Lisa bertanya pada Donghae, "bagaimana cara berteman dengannya?"

"Uhm... Berhenti mengatakan padanya kalau kau menyukainya? Berhenti mengatakan padanya kalau kau membencinya dan berhenti membahas perjodohan kalian? Bicara padanya seperti kau bicara padaku, kita berteman. Tapi kalau kau menyukainya, tetap sukai dia sebanyak yang kau inginkan. Di usiamu sekarang, kau diizinkan menyukai dan membenci seseorang sebanyak yang kau inginkan. Tapi izin itu juga berlaku untuk Jiyong,"

Setelah berbincang setidaknya 30 menit di depan rumah Lisa, Donghae pergi dengan motornya dan Lisa bergegas masuk ke dalam rumahnya. Donghae bilang ia akan pergi makan malam dengan teman-temannya, sedikit berpesta setelah acara mereka yang berjalan dengan sukses, sedang Lisa langsung masuk ke dalam kamarnya– berisitirahat sembari memikirkan ucapan Donghae.

Saran dari Donghae sepertinya bisa Lisa pakai untuk memperbaiki hubungannya dengan Jiyong. Setidaknya saran Donghae belum pernah Lisa coba sebelumnya. Dibanding terus-menerus sakit hati karena cintanya di tolak, berteman dengan Jiyong terdengar jauh lebih baik. Namun sampai hari itu berakhir dan Lisa terlelap dalam tidurnya, Lisa tetap tidak tahu bagaimana caranya berteman dengan Jiyong.

Berkat seluruh kekhawatiran dan pikirannya semalam, akhirnya pagi ini Lisa terlambat pergi ke sekolah. Gadis itu baru benar-benar tiba di sekolah pada jam pelajaran ketiga dan saat berpapasan dengan Jiyong di kantin– saat jam makan siang– Jiyong langsung memberinya tatapan tajam yang begitu mengerikan. Pasti dia di marahi karenaku lagi– pikir Lisa yang lantas menundukan kepalanya, menghindari mata Jiyong.

"Maaf, aku kesiangan hari ini... Semalam aku tidak bisa tidur tapi aku langsung ke sekolah begitu bangun, aku tidak bermaksud membolos," ucap Lisa, di hadapan Jiyong, masih sembari menunduk. "Maaf, kalau oppa dimarahi karenaku lagi," bisik Lisa yang langsung mengangkat kepalanya ketika mendengar jawaban Jiyong.

"Apa katamu?" tanya Lisa yang sekarang justru menatap Jiyong seolah ia tengah sederet omong kosong dari lawan bicaranya.

"Iya, aku memaafkanmu, masih kurang jelas?" ulang Jiyong, yang kemudian meminta orang-orang dibelakang Lisa untuk segera maju dan mengambil makan siang mereka lebih dulu. Jiyong merasa, mereka berdua tidak bisa membuat anak-anak lain harus menahan lapar sampai pembicaraan mereka selesai.

"Kau dengar? Dia bilang dia memaafkanku," ucap Lisa, bukan pada Jiyong, melainkan pada seorang anak kelas dua yang kebetulan berdiri di sebelah Lisa untuk mengantri makan siang. "Ah! Kalau begitu, ini,"

"Apa ini?" tanya Jiyong, setelah Lisa memberikan selembar kertas tebal padanya.

"Undangan ulangtahun Siwon oppa, undangannya terbatas karena pestanya di kapal pesiar tapi kau boleh mengajak seorang temanmu untuk datang. Oppa juga bisa mengajak Kiko, kalau dia tidak mabuk laut, bye!" seru Lisa yang lantas berjalan menjauhi Jiyong– pergi ke antrian paling belakang untuk mengambil jatah makan siangnya.

Lisa mengantri, namun tidak berapa lama setelahnya Jiyong memotong antrian dan berdiri di belakang Lisa. Tidak akan ada yang memprotes kalau si pria tampan yang memotong antrian, tapi reaksi orang-orang pasti akan sangat berbeda kalau Lisa yang memotong antrian itu.

"Apa kau tidak bisa mengantri? Mana Seunghyun dan Seungri oppa?" tanya Lisa, tanpa berbalik. Dalam posisi mengantri seperti itu, Lisa pikir ia tidak perlu bertatapan dengan Jiyong.

"Dengan siapa kau akan datang ke pestanya?" tanya Jiyong, sama sekali tidak peduli dengan apa yang Lisa tanyakan karena beberapa detik setelah Lisa selesai bicara, Seunghyun dan Seungri tiba di kantin.

"Dengan teman-temanku, salah satunya yang kau temui di kampus kemarin," jawab Lisa yang lantas berbalik karena mendengar suara seseorang menjerit– Kim Jisoo, ia baru saja jatuh karena tersandung kaki Jessica. "Lihat... Bukan aku yang merundungnya," ucap Lisa, yang sekarang menonton Seunghyun membantu Jisoo.

"Augh! Aku ingin muntah," gumam Jiyong sementara orang-orang lain sibuk bergunjing dan merekam. Beberapa anak bahkan sibuk tertawa dan mengejek Jisoo yang baru saja tertimpa semangkuk sup. Melihat Seunghyun menolong dan membela Jisoo habis-habisan membuat Jiyong mual– mungkin karena ia melihat masa lalunya sendiri.

"Oppa, kau marah padaku bukan karena kasihan pada Jisoo, kan? Kau hanya marah karena aku membuatmu dimarahi, bukan begitu?" bisik Lisa, berharap tidak seorangpun mendengar pembicaraan mereka saat itu.

"Ya! Siapa yang mengizinkanmu merekam?!" bentak Jiyong, yang merasa perlu menyelamatkan temannya dari rasa malu yang mungkin akan menghampiri Seunghyun beberapa tahun lagi. Jiyong bahkan handphone salah satu murid di sebelahnya dan membanting handphone itu hanya untuk menggertak yang lainnya. "Cepat hapus videonya!" susul Seungri setelah pria itu beradu tatap dengan Jiyong– seolah mereka tengah berdiskusi hanya dengan tatapan masing-masing. Seolah mata mereka dapat mengantarkan pesan lebih baik dibanding mulut mereka.

Jiyong dan Seungri ikut melangkah keluar kantin tidak lama setelah Seunghyun membawa Jisoo yang terkena sup pergi dari sana. Orang-orang mulai bergunjing dan sebagian dari mereka justru mengarahkan pandangannya pada Lisa. Lihat itu, ketika para pangeran sekolah menolong si upik abu, Lisa hanya bisa diam– bisik para siswa yang mulai berfikir kalau tunangan Lisa akan jatuh cinta pada si upik abu.

"Lisa-ya! Kau hanya akan diam? Jiyong oppa akan di rebut pelacur menjijikan itu kalau kau hanya diam disini! Lihatlah! Sekarang mereka bertiga mulai melindungi si upik abu itu!"

"Kau tidak marah?" tanya Rose, menyambung pendapat Jennie dengan miliknya. "Berhenti memberinya kelonggaran. Sampai kapan kau akan mengabaikan masalahmu dan sibuk bermain dengan orang-orang yang hanya memanfaatkanmu itu? Sudah saatnya berhenti bermain-main, Lice,"

***

KliseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang