Nagisa merasa kepalanya penuh. Perasaan itu lagi. Nagisa harus pergi! Setidaknya dari hadapan Karma. Ia tak ingin Karma melihat ini semua. Dengan segenap tenaga, Nagisa mendorong Karma. Karma yang terkejut dengan tangisan Nagisa tak sempat melakukan pertahanan apapun ketika Nagisa mendorongnya dan dengan cepat masuk ke dalam kamar mandi. Karma mengerjap sesaat lalu segera menyusul Nagisa.
"Nagisa? Hei.. Kau baik-baik saja?" Tanya Karma. Hening. Tak ada balasan apapun dari dalam. Di dalam, Nagisa berdiri didepan wastafel dan mulai menyalakannya. Ia membasuh wajahnya dan menunduk. Tangannya bergetar. Tidak... Ini sudah tak pernah terjadi beberapa waktu terakhir.. Kenapa harus sekarang?
"Ah.. benar.. aku tak meminum obatnya.. " Gumam Nagisa. Nagisa berusaha tenang. Kenangan itu masih menghantui Nagisa. Perlahan Nagisa menyingkap pakaiannya. Tangannya kemudian meraba potongan kasa yang menutup pinggangnya. Nagisa menggigit bibirnya.. Tidak... Ia aman.. Ia sudah baik-baik saja.. Koro sensei sudah membunuh kedua bajingan itu.. Ia baik-baik saja..
"Nagisa? Dengar... maafkan aku.. aku tidak tau kenapa kau.... menangis tapi.. Jika karena perbuatanku.. aku minta maaf." Karma berkata dibalik pintu. Membuat Nagisa sadar. Ia menarik nafas dalam dan membasuh wajahnya sekali lagi. Kemudian Nagisa berbalik dan berjalan kearah pintu.•
•"Apa rencananya?" Suara pelan Nagisa membuat Karma mengangkat alisnya heran. Tentu saja ini membuat Karma bingung. Pertama Nagisa menangis dan mengurung diri sebentar di kamar mandi. Kemudian ia keluar tanpa kata dan berbalik dengan wajah seakan-akan tak ada yang terjadi. Lalu sekarang tiba-tiba ia jadi tak gegabah dan mau bekerja sama? Ini bagus tentu saja. Hanya perubahan -perubahan itu membuat Karma terkejut. Mungkin Karma lupa.. Nagisa memang selalu membuat kejutan kan?
"Aku tidak yakin. Saat aku membawamu ke ruangan ini, Lovro san dan yang lainnya sedang mengobrol. Yah, meskipun aku mendengarkan pembicaraan mereka melalui Ritsu." Jawab Karma. Nagisa mengangguk angguk.
"Kalau begitu, apa tak sebaiknya kita menemui mereka? Aku ingin segera menyelamatkan Yukari-chan." Nagisa berjalan kearah pintu. Kemudian ia berhenti.
"Tentu saja... aku akan ikut rencana Karasuma-sensei." Lanjutnya tanpa menoleh. Karma tersenyum.
"Um. Ayo." Ucapnya sembari menyusul Nagisa.•
•"Um... Ritsu, bisa kau melihat lebih banyak lagi?" Tanya Maehara. Didepannya selembar kertas besar terbentang dengan garis garis dan beberapa tulisan.
"Ternyata kau cukup berguna ya, Maehara!" Ujar Okajima. Maehara hanya melirik sekilas lalu lanjut bekerja. Membuat pemetaan sesuai dengan rincian yang Ritsu buat. Di seberang mejanya, Nampak Karasuma, Irina, Lovro dan Isogai sedang mendiskusikan sesuatu. Yang lain sudah memulai pekerjaannya. Seperti Sugaya dan Kayano yang sibuk menggambar dan Nakamura juga Kanzaki yang mulai membuka buka majalah ditangannya. Juga Itona dan teman-temannya yang nampak sibuk dengan peralatannya. Senua begitu sibuk sampai akhirnya atensi mereka teralih karena suara langkah kaki. Mereka menoleh dan melihat dua warna biru dan merah sedang berjalan kearah mereka.
"Nagisa!" Seru teman- temannya. Nagisa tersenyum tipis. Lalu ia berjalan pelan kearah senseinya. ia menunduk dalam.
"Maafkan aku.." Ucapnya lirih. Karasuma menatap datar sejenak lalu tersenyum.
"Tak apa. Lebih baik sekarang kau ikut membahas pekerjaan yang datang mendadak ini." Jawab Karasuma. Nagisa mengangkat wajahnya dan tersenyum. Ia lalu mengalihkan pandangannya. Lalu ia berjalan kearah Nakamura, Kayano dan Kanzaki.
"Maafkan aku." Ucapnya lagi saat ia sudah tiba dihadapan ketiganya. Nakamura menghela nafas.
"Jujur saja aku sedikit kesal, Nagisa..." Ucapnya. Nagisa menatap Nakamura tak enak. Mendapat tatapan seperti itu Nakamura tersenyum.
"Tapi tentu saja aku tak bisa marah padamu." Lanjut Nakamura.
"Um. Aku yakin Nagisa sangat menyayangi Yukari chan. Kami tau kau melakukan itu untuk menyelamatkan Yukari chan." Imbuh Kanzaki. Nagisa tersenyum tipis.
"Terimakasih." Bisik Nagisa. Ketiga temannya tersenyum.
"Nah, kalau kau tak keberatan, Kami akan melanjutkan tugas dari Karasuma sensei. Kurasa kau bisa bergabung dengan mereka, Agen rahasia!" Ucap Kayano sambil mendorong punggung Nagisa. Nagisa tersenyum lalu berjalan kembali kearah para senseinya. Setelah sampai, ia langsung duduk disamping Isogai. Entah kenapa, Karma juga duduk dilingkaran itu.
"Jadi, apa rencananya, Karasuma-san?" Tanya Nagisa. Karasuma menoleh kearah Nagisa.
"Kita sedang menyiapkan penyusupan. Tinggal menunggu rombongan Yukari sampai di tempat tujuan. Sementara Ritsu akan terus mengawasi dan Maehara yang menggambarkan pemetaan jalan di pulau itu, kita akan segera mengirimkan tim. Tentu saja dengan penyamaran." Jawab Karasuma. Nagisa mengangguk mengerti.
"Lalu siapa saja yang akan pergi?" Tanya Nagisa.
"Aku jelas tak ingin melibatkan mereka lebih jauh lagi. Tapi sepertinya beberapa dari kalian bisa membantu." Ucap Karasuma. Kemudian ia menyerahkan kertas ditangannya. Nagisa menerima kertas itu. Karma yang ada disebelahnya ikut membaca kertas itu. Lalu ia bersiul pelan dengan seringai santai di bibirnya.
"Sepertinya menarik.." Ucapnya. Nagisa sendiri mengernyit.
"Tunggu Karasuma-san.. kukira ini berlebihan. Kenapa mereka harus turun menghadapi kelompok berbahaya seperti itu? Bahkan kita tak tau sejauh apa kemampuan fisik mereka setelah sekian lama..-"
"Aku sudah melakukan tes pada mereka. Dan secara menakjubkan hampir semuanya masih mampu memanjat tebing tanpa alat bantu apapun, Nagisa." Jawab Karasuma. Nagisa mengerjapkan matanya lalu menghela nafas.
"Apa mengirimku dan Isogai tidak cukup?" Tanya Nagisa. Karma merasa alisnya berkedut. Karasuma menggeleng. Isogai tersenyum.
"Kali ini kita bukan akan membunuh, Nagisa.. kita akan menyelamatkan Yukari chan." Ucap Isogai. Nagisa terdiam sejenak lalu tersenyum tipis.
"Kau benar." Jawabnya.
"Baiklah.. aku sungguh minta maaf.. Tapi, Aku percaya kalian akan bisa membawa Yukari kembali." Karasuma membungkukkan badannya. Nagisa tersenyum.
"Tenang saja, sensei.. kami akan membawa Yukari chan." Ucap Nagisa.•
•"Bos, kami membawa 'barang' yang kau inginkan." Suara itu terdengar bersamaan dengan debum pintu ruangan yang gelap itu. Di tengah ruang, bersandar pada sofa yang terlihat mewah dengan dikelilingi beberapa wanita, seorang laki-laki bertubuh tambun tersenyum puas.
"Langsung masukkan dia ke sel. Sepertinya akan menjadi barang yang bagus di pelelangan nanti." Ucapnya.
"Baik." Jawab kedua lelaki bertopi hitam tersebut.
"Tunggu.. apa kalian sudah mengurus bocah sialan itu, Bluemoon?" Tanya lelaki tambun tersebut.
"Kami sudah mengurusnya."
"Kalian tidak membunuhnya, kan?" Kali ini wanita berambut pendek bersuara. Tangannya memutar pelan gelas berisi wine.
"Tidak. Kami hanya memperlambat pergerakannya." Jawab yang lain.
"Bagus. Sekarang segera menyingkir! Melihat wajahnya membuatku mengingat si Karasuma sialan itu!" Titah sang tuan. Dengan segera kedua lelaki bertopi tersebut membopong Yukari yang masih tak sadarkan diri.
"Padahal kalau mau kau bisa langsung menghabisinya, Hiromi." Laki-laki tersebut berucap. Hiromi tersenyum sinis.
"Oh, tentu saja tidak! Aku ingin melakukannya sendiri. Aku ingin menyiksanya perlahan.. sampai dia mengiba ampun dariku." Jawab Hiromi. Lelaki didepannya mengernyit.
"Apa yang akan kau lakukan jika dia benar- benar mengiba? kau akan melepasnya dan mengampuninya?" Tanyanya. Hiromi sontak tertawa. Tawa sumbang mengerikan.
"Kau bercanda? Wajah cantiknya akan sangat mahal jika dijual! Tapi sikapnya tentu sangat merepotkan. Kurasa menjualnya setelah mengawetkannya akan sangat bagus." Seringai Hiromi kejam. Lelaki didepannya tersenyum tak kalah jahat.
"Kau memang licik." Ucapnya. Hiromi mengangkat bahunya.
"Kau tak kalah licik, Takaoka."•
•"Woah.." Hayami menggumam kecil. Ia tak pernah menyangka bahwa saat ini ia memasuki wilayah dimana peta pun tidak menggambarnya.
"Tadi benar-benar pemeriksaan yang ketat." Kali ini Kataoka berkata. Yang lain mengangguk setuju.
"Tapi aku terkejut dengan dandananmu, Nagisa. Kukira kau akan mengenakan gaun seperti kami." Yada menoleh. Nagisa tersenyum.
"Lebih baik aku tidak menggunakannya. Lagipula peranku disini sebagai pengawal. Aku lebih terkejut mereka bisa membuat gaun dengan bahan seadanya." Jawab Nagisa.
"Dan aku tidak tau Isogai sangat ahli mengelabui penjaga tadi." Chiba berucap datar.
"Ahahahaha.. itu bukan masalah besar." Jawab Isogai.
"Hhhh.. kuharap ini akan berjalan lancar. Kau tau tempat pertemuannya kan, Isogai?" Tanya Kataoka.
"Um. Ritsu sudah menjelaskan detailnya padaku." Jawab Isogai. Kemudian mereka terdiam. Sibuk melihat lihat jajaran rumah mewah di sepanjang jalan. Nagisa mengepalkan tangannya gelisah. Ini sudah lewat satu hari dari hilangnya Yukari, Tentu saja Nagisa akan khawatir!"Dia akan baik-baik saja." Nagisa menoleh dan mendapati Karma -yang duduk disebelahnya- menatapnya datar. Tapi Nagisa tak lupa dengan sorot itu. Sorot yang sama. Menimbulkan rasa lega dan aman di hati Nagisa. Nagisa menghela nafas. Ia mengangguk.
"Aku berharap itu benar." Jawab Nagisa lirih.-TBC
Maaf atas lamanya update :)
Semoga menghibur ^^

KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
FanfictionShiota Nagisa adalah gadis yang baik. Ia tersenyum dengan cara yang berbeda. Tulus dan menenangkan. Setidaknya, sampai malam itu tiba dan Shiota Nagisa tak lagi sama.. Versi Indonesia dari Underworld Moonlight