PENGAKUAN

1.7K 135 2
                                    

Karma mengerjapkan matanya. Didepannya, Okuda menunduk. Karma baru saja akan membuka mulutnya saat ia mendengar segerombol teman-temannya didepan sana berteriak kaget. Ia menoleh kearah keributan
"He-hei.. kalian kenapa?" Isogai nampak gugup.
"Kenapa katamu?" Nakamura merangsek maju dan mencengkram kerah baju Isogai.
"Kau tau Nagisa dimana selama ini.. kau bahkan sering bertemu dengannya dan kau TIDAK MEMBERITAHUKU!" Tekan Nakamura diakhir kalimatnya.
"Mmm." Maehara menggeleng " dia tidak memberitahu kita semua!" Koreksinya. Manik amber Karma melebar. Apa ia baru saja mendengar bahwa Isogai tau dimana Nagisa? Bahkan sering menemuinya? Tanpa mempedulikan Okuda Karma bangkit dari kursinya dan bergegas menemui Isogai. Isogai yang melihat Karma bergegas mendekatinya menelan ludah.
"Tu.. tunggu! Ini semua demi Nagisa!" Jelas Isogai. Karma yang sudah akan melayangkan pukulannya berhenti tepat didepan Isogai.
"Oke.. tenanglah.. Ini semua demi Nagisa! Karma, Nakamura-san.. kalian mendapatkan amplop biru dihari itu bukan? Begitu juga denganku. Nagisa memohon kepadaku untuk tidak memberitahu kalian. Nagisa.. dia butuh waktu." Tambahnya.
"Lalu kenapa hanya kau yang tau?" Tanya Kayano.
"Hhh.. jangan tanya padaku. Nagisa sendiri yang datang kepadaku dan menemuiku. Sejak itu aku tau dimana dia." Ucap Isogai.
"Sejak kapan kau mengetahui tempatnya?" Tanya Karma. Suaranya dalam.
"Beberapa bulan sejak kelulusan. Bahkan.. aku dan Nagisa selalu satu sekolah setelahnya." Jawab Isogai.
"HEEE.." Teman-temannya kembali heboh. Isogai menghela nafas.
"Aku tau kalian kesal denganku. Tapi mengertilah.. ada sesuatu yang membuat Nagisa harus menjaga jarak dari kalian. Begitupula denganku harusnya Nagisa menjaga jaraknya. Aku tak bisa menjelaskan lebih lanjut. Sebaiknya kalian tanyakan saja padanya nanti." Ucap Isogai. Para murid kelas 3-E menatap Isogai bingung.
"Pada... siapa?" Tanya Okano. Isogai mengerjapkan matanya lalu menatap sekeliling. Tidak ada. Surai biru itu tidak ada.
"Pada Nagisa tentu saja." Jawabnya.


"Pada Nagisa.. maksudmu?" Kanzaki bertanya ragu.
"Maksudku, aku tau dia sekarang sulit disadari keberadaannya. Tapi aku juga tak menyangka dia benar-benar tak ada disini." Gumam Isogai diakhir kalimatnya.
"Kau membuat kami bingung." Protes Sugaya.
"Nagisa.. dia sudah datang ke tempat ini denganku dan Karasuma sensei tadi pagi." Ucapnya. Kelas itu seketika hening.
"Nagisa.. disini?" Suara Karma memecah keheningan.
"Kau serius?"
"Jangan bercanda."
"Kau tidak berbohong kan?!"
Isogai kembali tertawa gugup. Oh, sungguh Nagisa harus membayarnya nanti!


Karasuma membuka pintu kelas. Seketika semua kepala menoleh. Sejenak terdiam lalu tampak kecewa. Karasuma mengangkat alisnya. Ada apa dengan mereka?
"Ah, Karasuma-san! Apa kau melihat Nagisa?" Tanya Isogai. Karasuma menoleh kearahnya dan mengangguk.
"Aku meinggalkan Nagisa dan Yukari di hutan. Nagisa bilang akan mengajarinya beberapa hal." Jawabnya.
"Yukari?"
"Um. Karasuma Yukari. Anak dari Karasuma-san." Jawab Isogai.
"HHEEEEEEE???!!!"
Kataoka memegang dahinya.
"Hari ini terlalu banyak hal yang membuatku terkejut." Gumamnya.
"Tu-tunggu! Siapa ibunya?" Tanya Mimura.
"Hm? Tentu saja Irina-san." Jawab Isogai.
"Bitch sensei bisa punya anak?" Gumam entah siapa.
"Aku bisa mendengarmu, bocah!" Irina Jelavich membuka pintu secara tiba-tiba. Karasuma tersenyum tipis. Para murid mulai meledek Irina. Karma mendecih pelan. Ini bukan saatnya diam disana dan menunggu Nagisa datang. Entah kenapa Karma yakin Nagisa sengaja mengulur waktu. Dan entah kenapa Karma yakin Nagisa masih tak ingin menemuinya. Ditengah pikiran kalutnya, sebuah tepukan meraih atensi Karma.
"Mau menemuinya?" Karma tersenyum kecil.
"Ayo, Isogai." Jawabnya.
"Kami juga!" Teriak Nakamura. Isogai tersenyum kecil dan memimpin rombongan kecil itu keluar kelas.


Yukari memegang lututnya. Nafasnya terengah.
"Baiklah.. kau menyerah?" Tanya Nagisa. Yukari mengangkat kepalanya.
"Tentu saja tidak!" Jawabnya jengkel. Nagisa tertawa kecil. kemudian ia memutar-mutar pisau ditangannya.
"Baiklah maju saja. Kalau kau sudah tak lelah tentunya." Ucap Nagisa. Yukari menatap Nagisa tajam lalu dengan cepat melompat untuk menyerang Nagisa. Nagisa tersenyum. Untuk ukuran anak sekolah dasar, Yukari sangat lincah. Yah, kau tak berharap banyak kalau ia sudah ikut berlatih semenjak ia berumur 5 tahun. Nagisa menangkis semua serangan Yukari. Tak satupun yang mengenainya. Nagisa tersenyum.
"Time out! Sekarang kau bisa menggunakan ini." ucap Nagisa sembari melemparkan pistol kecil yang tadi dipegangnya.
"Huh? Kau tau aku ahli menggunakannya kan?" Ucap Yukari bingung.
"Tenang saja. Aturannya sederhana. Kita akan bermain petak umpet." Ucap Nagisa.
"Huh?"
"Kuulang lagi. Kita akan bermain petak umpet. kita akan berjalan kearah yang berlawanan selama sepuluh menit lalu kembali dengan sangat berhati-hati."
"Ah.. jadi siapa yang tertembak lebih dulu kalah. begitukah?" Tanya Yukari. Nagisa tersenyum.
"Baiklah.. kita mulai!" Lalu dengan cepat kedua gadis itu bergerak menjauh."


"Hei hei.. Karasuma sensei tak berbohong kan?" Tanya Yoshida. Mereka sudah memasuki hutan selama sepuluh menit dan belum menemukannya.
"Mereka memang ditinggalkan di sudut timur hutan ini Yoshida. Tapi bukan berarti mereka akan diam saja kan?" Yoshida mengerang.
"Yang kita bicarakan ini Nagisa dan Yukari-chan. Jadi tak mungkin mereka hanya diam saja." Ujar Isogai.
"Hah? memangnya kenapa dengan mereka berdu-"
"Ssst... diam ditempat." Isogai tiba-tiba berhenti. Para murid mengikuti intruksinya.

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang