NIGHTMARE

1.8K 155 9
                                    

Nagisa memasuki rumahnya. Gelap. Nagisa melangkah pelan. Sepertinya ibunya tidak ada. Mungkin sedang 'bekerja'. Tapi untuk apa Nagisa peduli? Bukankah Ibunya tak pernah benar-benar mau melihat wajahnya?

"Kau terlambat." Sebuah suara mengagetkan Nagisa. Nagisa menoleh dan mendapati ibunya yang tengah menatapnya tajam. Sepuntung rokok tersemat di bibirnya.

"Maafkan aku."

"Aku tidak peduli. Kukira kau tidak akan kembali ke rumah ini." Jawab ibunya. Nagisa tertegun. Apa ia punya kesempatan macam itu?

"Kaa-san.. apakah.. apakah aku boleh tidak kembali kerumah ini?" Tanya Nagisa. Ibunya mengangkat alis.

"Kau mau melepaskan diri dariku? setelah semua uang yang kuhamburkan untukmu?" Tanya ibunya. Nagisa menunduk dalam. Selalu itu yang jadi persoalannya.

"Hh.. baiklah. Kurasa itu bukan ide yang buruk. Tidak akan melihatmu lagi, kurasa itu hal yang menyenangkan." Perkataan itu membuat Nagisa mengangkat wajahnya. Terpana dan terkejut. Tentu bukan hal menyenangkan jika mendengarnya dari ibu kandungmu. Tapi disisi lain itu kesempatan bagus.

"Tapi ada syaratnya. Aku akan membahas itu nanti sebaiknya kau segera enyah dari hadapanku. Masuk ke dalam kamarmu dan jangan keluar jika bukan karena aku yang memanggilmu. kau mengerti?" Nagisa mengangguk.

"Um. aku mengerti."


Nagisa melemparkan dirinya ke kasur. Rasanya melelahkan. Ia baru saja akan memejamkan matanya saat pintu kamarnya di pukul keras. Nagisa dengan segera membuka pintu kamarnya.

"Ada apa, Ka-umph." Nagisa melebarkan matanya. Di depannya bukan ibu Nagisa. didepannya berdiri dua orang lelaki yang tidak ia kenal. Satu diantaranya-yang tengah membekap Nagisa- bertubuh besar.

"Hmm~ Barang yang bagus, Hiromi! kau yakin akan memberikannya pada kami? kalau kau bawa ke tempat biasanya kau akan bisa mendapat lebih banyak lagi!" Ucap orang itu. Nagisa mengikuti arah pandang laki laki itu dan menemukan ibunya tengah menatap adegan itu tak peduli.

"Aku sedang butuh uang secepat yang aku bisa dapatkan. Karena itu aku tidak peduli." Jawaban ibunya membuat Nagisa melebarkan matanya.

"Hei.. hei.. apa kami boleh mencicipi di rumah ini?" Tanya seorang lagi.

"Hm? Ah, tentu saja. Dia sudah jadi milik kalian. Lakukan apa yang kalian mau." Jawab Hiromi seraya berjalan menjauh.

Nagisa berteriak dalam bekapan. Ia tidak menyangka ibunya akan menjualnya. Nagisa meronta saat kedua laki laki itu menyeretnya kedalam kamarnya. Nagisa semakin meronta saat dilihatnya laki laki dengan tubuh kurus mengikat tangan dan entah bagaimana membuat Nagisa menempel di tembok. Nagisa terus berteriak. Ia menangis sejadi-jadinya. Tak ada yang datang. Wajah Karma terlintas dikepalanya.

Karma..

Karma..

Karma..

"Hei. apa ini?" Tanya seorang diantara mereka sembari mengeluarkan sebuah tongkat besi dari dalam tas yang mereka bawa.

"Ah, itu untuk menandainya. Model terbaru dengan pemanas." Jawab pria berbadan besar.

"Hee bagaimana jika kita coba? Sebaiknya dimana, hm?" Pria kurus itu mulai membuka pakaian Nagisa. Nagisa mulai putus asa. kaosnya tergeletak di lantai.

"Disini sepertinya bagus." pria itu mengelus pinggang Nagisa. Nagisa menarik nafas panjang. Ia tau benda apa itu. Kedua pria itu menyeringai lebar. Tubuh Nagisa bergetar.

"Kumohon.. jangan.. jangan lakukan.. Karma-kun!"

"Nagisa-chan, ada pesan untukmu!" Ritsu muncul dari layar komputer di meja Nagisa. Kemudian matanya membelalak tak percaya. Ia tak mampu berkata apa-apa sampai akhirnya..

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang