BERGERAK

1K 104 6
                                    

mobil hitam itu berhenti tepat didepan sebuah rumah mewah. Nagisa dengan segera membuka pintu dan mempersilahkan para 'majikannya' turun.
"Selamat datang." Mereka menoleh dan mendapati seorang maid tengah membungkuk ke arah mereka.
"Ah, terimakasih." Jawab Nagisa. Mereka lantas melangkah maju dan mengikuti maid tersebut. mereka menyusuri lorong dengan berbagai lukisan didalamnya. Sampai di depan sebuah pintu berukir, Maid tersebut berbalik dan membungkuk.
"Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, Akabane-sama. Tapi ada tamu yang ingin bertemu dengan anda." Ucap Maid tersebut. Karma mengernyitkan alisnya. Tamu? Karma kemudian mengangguk. Nagisa menahan tangan Karma saat ia hendak membuka pintu. Karma mengangkat alisnya. Entah kenapa sentuhan Nagisa membuatnya sedikit senang.
"Kau perlu aku untuk menemanimu, Akabane-sama?" Tanya Nagisa. Karma tersenyum.
"Oke~." Jawabnya. "Tolong tunjukkan kamar mereka agar mereka segera beristirahat." Perintah Karma. Maid itu menunduk sopan.
"Silahkan ikuti saya." Ucapnya. Merekapun segera melangkah pergi. Karma membuka pintu didepannya. Ia melangkah masuk dengan Nagisa dibelakangnya.
"Oh? Akabane!" Karma mengernyit heran melihat sosok didepannya.
"Oi.. oi jangan bilang kau lupa padaku?" Lelaki tambun itu menatap Karma kecewa. "Takao Yamada." Laki-laki itu mengingatkan. Karma hanya menatap datar kemudian ia mengangkat bahunya.
"Aku tidak ingat." Jawabnya santai. Nagisa menatap punggung Karma. Batinnya tertawa datar

"Tipikal Akabane Karma." Pikirnya.

"Ugh.. seperti yang mereka katakan kau memang tidak menyenangkan." Ucap lelaki itu kesal.
"Jadi, ada perlu apa denganku?" Tanya Karma. Lelaki itu kembali tersenyum. Nagisa merasa muak dengan cara lelaki itu tersenyum.
"Oh? Sebenarnya tidak terlalu penting. Aku hanya sedikit terkejut kau akhirnya datang ke tempat ini setelah sebelumnya kau menolak ajakanku saat itu." Jawab lelaki itu. "Jadi, apa yang membuatmu kesini, Akabane?" Lelaki itu balik bertanya.
"Heh~? Kenapa aku harus mengatakannya padamu?" Jawab Karma. Lelaki itu tertawa keras.
"Ini tempat yang keras, Akabane.. salah melangkah kau bisa mati! Karena perusahaan kita mengadakan kerja sama yang bagus, aku tak ingin kesempatan emas itu hilang karena kau mati di tempat ini!" Jawab lelaki itu. Karma mengangkat alisnya.
"He.. apa nama perusahaanmu, Yamada- san?" Tanya Karma.
"VR- Corp." Jawab lelaki itu singkat. Karma mengangguk dalam senyum santainya. Nagisa bertaruh setelah ini Karma akan membatalkan kerjasamanya. Karma jelas tak suka lelaki didepannya.
"Baiklah.. sebenarnya kami hanya mengincar barang-barang antik atau semacamnya. Hanya saja aku tidak terlalu tau dimana bisa mendapatkannya." Ucap Karma kemudian. Nagisa mengernyit. Barang antik?
"Hooo jadi kau ingin datang ke election?" Tanya Yamada.
"Election?"
"Ya. Di acara itu ada banyak barang yang dilelang. Tentu saja harganya tak sedikit. Dan juga.." Yamada Tersenyum busuk.
"Ada banyak manusia yang bisa kita beli disana! Dan kudengar mereka menangkap banyak gadis cantik kali ini!" Mata Nagisa melebar. Ia sudah hendak menerjang lelaki didepanya kalau saja Tangan Karma tidak segera merangkul Nagisa. Nagisa tersentak. Ia memejamkan matanya. Seketika emosinya mereda.
"Hee.. Kau punya banyak info menarik, Yamada-san. Mungkin aku bisa belajar banyak darimu." Karma berjalan pelan dan duduk didepan Yamada. Ia menoleh kearah Nagisa.
"Kau boleh beristirahat kalau kau mau. Aku akan baik-baik saja." Ucap Karma. Nagisa tau, Karma khawatir Nagisa tak akan tahan dengan informasi menjijikkan lainnya. Nagisa menghela nafas kemudian ia menggeleng.
"Aku akan tetap disini, Akabane-sama." Ucapnya sembari membungkuk. Karma tersenyum lalu mulai menggali informasi. Selama pembicaraan, Nagisa menatap punggung Karma. Kemudian tanpa sadar ia tersenyum. Ia bahkan tak ingat bahwa saat itu ia bergumam terimakasih.


"Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?" Tanya Isogai. Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Karma memerintahkan para maid itu untuk tidak keluar kamar.
"Hmm.. Harusnya kita mencari rekan kalian berdua kan?" Tanya Kataoka.
"Kami tak pernah mengenalnya." Jawab Nagisa.
"Ya.. Lovro san punya banyak murid. Akan repot jika kita harus mengenal satu per satu. Lagipula kami bisa jadi rival sewaktu waktu." Jawab Isogai.
"Jadi?" Hayami  bertanya.
"Menurut laki laki sialan itu, Pelelangan akan dimulai dalam dua hari. Apa menurutmu kita akan menunggu waktu itu dan membeli Yukari-chan?" Tanya Maehara. Nagisa menghela nafas berat. Menunggu selama 2 hari itu tidak menjamin keselamatan Yukari. Ia menggigit kukunya.
"Apa kita tak bisa bergerak lebih dulu? Seperti menerobos tempat penyimpanan barang lelang?" Tanya Yada.
"Kau pikir mereka akan mengumpulkan semua 'dagangannya' dalam satu tempat?" Tanya Hayami heran. Yada menghela nafas. Nagisa menggigit bibirnya kemudian tiba-tiba bangkit dari duduknya. Semua kepala menoleh kearahnya.
"Mungkin sebaiknya aku perhi mengumpulkan info sebanyak mungkin. Kurasa dengan duduk diam disini kita tidak akan mendapatkan apapun." Ucapnya. Isogai tersenyum.
"Nagisa, kita tak hanya duduk diam disini. Kita semua sudah berjanji pada Karasuma-san untuk tidak gegabah. Aku yakin Ritsu sudah memberikan informasi terbaru pada mereka. Kurasa akan lebih bijaksana jika kita menunggu perintah." Urai Isogai. Nagisa menatap Isogai Ragu. Isogai tetap tersenyum berusaha menenangkan Nagisa. Nagisa kembali menghela nafas dan memilih untuk duduk kembali. Mereka kemudian sibuk melihat pemetaan kota hitam itu sambil mendiskusikan tempat yang memungkinkan untuk dijadikan tempat barang yang akan dilelang.

"Semuanya!" Mendengar suara riang Ritsu, semua kepala menoleh kearah laptop yang memang sengaja dibuka.
"Bagaimana, Ritsu?" Tanya Nagisa tak sabar.
"Menurut mata-mata dari Lovro sensei, Para tawanan dan barang - barang antik itu tidak ditempatkan disatu tempat. Untuk barang antik, biasanya mereka menyimpannya di gedung tempat pelelangan. Dan tentu saja dijaga dengan sangat ketat. Sedangkan untuk para budak - itu sebutan mereka-, Para mafia itu biasanya menempatkan mereka di ruang bawah tanah yang terpisah pisah." Ujar Ritsu.
"Hmm.. ini akan menjadi sangat merepotkan." Gumam Chiba.
"Apa kau tau ada berapa ruang bawah tanah yang mereka gunakan untuk pelelangan kali ini?" Tanya Karma.
"Sebentar." Ritsu kemudian menghilang selama 10 detik. Kemudian layar komputer berubah menjadi peta dengan beberapa tanda silang di berbagai titik.
"Kalian lihat lingkaran berwarna biru? itu adalah mansion kalian. sedangkan tanda silang itu adalah ruang bawah tanah yang biasa digunakan untuk menyimpan para budak. hanya saja, aku tidak tau mana yang mereka pakai. Ada 5 ruang bawah tanah di mansion yang berbeda. Dan karena pergerqkan mereka yang senyap itu, Tidak pernah ada yang tau ruangan mana yang dipakai disetiap pelelangan." Jelas Ritsu.
"Hhh... itu tandanya kita harus berusaha menyelinap ke dalam 5 Mansion yang berbeda dalam waktu 2 hari? Bagaimana caranya?" Keluh Kataoka. Mereka terdiam sejenak. Karma melihat layar Laptop yang masih bergambar peta. Kemudian dahinya mengernyit.
"Hee~ sepertinya aku tau Mansion mana yang menyembunyikan para budak itu." Ucapnya ringan. Semua mata menatap Karma tak mengerti. Karma mengeluarkan sebuah amplop berwarna emas dengan stempel merah dibelakangnya.
"Ada yang mau pergi kencan denganku?" Tanya Karma dengan senyum iblisnya.


Karma memasang dasinya dengan malas. Jujur saja ia malas pergi ke pesta malam itu. Selama karirnya, Karma hampir selalu mengirim asistennya untuk pergi ke acara-acara yang menurutnya sangat tidak menarik. Ia bukan Okajima yang akan senang dikelilingi oleh para wanita genit yang sudah sangat jelas mengincar harta. Dan Pesta semacam itu selalu membuat Karma bosan setengah mati.

"Tok tok tok."

"Akabane-san, apa kau sudah siap?" Suara ringan itu membuat Karma tersenyum.
"Masuklah." Jawabnya. Pintu dibelakangnya tidak langsung terbuka. Karma kembali tersenyum. Ia tau Nagisa pasti sedang mengeluh. Namun tak urung, pintu itu terbuka juga.
"Yang lain sudah berangkat untuk memantau mansion yang tersisa." Lapor Nagisa.
"Hmm~ baiklah. Kuharap kita tak perlu berlama-lama di acara ini." Jawab Karma. Nagisa memperhatikan Karma lalu menghela nafas. Ia berjalan mendekati Karma dan tanpa peringatan tangannya berhasil memutar tubuh Karma sehingga kini mereka berhadapan. Karma mengerjapkan matanya bingung. Nagisa mengulurkan tangannya dan meraih dasi milik Karma.
"Aku heran. Kau bos di perusahaanmu tapi memakai dasi dengan rapi sepertinya sulit untukmu." Ucap Nagisa sembari membenarkan simpul dasi milik Karma yang berantakan. Karma mengangkat alisnya lalu tersenyum.
"Itulah kenapa aku bosnya. Lagipula aku tidak memakainya dengan benar karena aku tak berniat memukau para gadis di pesta itu." Jawab Karma. Nagisa mendengus geli.
"Oh hentikan, Akabane. Kau tidak akan berpaling semudah itu kan? Kurasa aku cukup mengenalmu. Dan Okuda-san jelas seribu kali lebih baik dari semua perempuan di tempat ini." Ujar Nagisa. Karma mengernyit tipis.
"Kenapa kau menyebut Okuda?" Tanyanya. Nagisa menatap Karma heran.
"Apa kau perlu bertanya?" Tanya Nagisa. Karma menatap iris biru itu sejenak kemudian memutuskan untuk tidak memperpanjang pembahasan tentang Okuda. Sebaliknya, Ia menangkap pergelangan tangan Nagisa dan menariknya. Nagisa menarik nafas tertahan.
"Okuda bahkan tak akan sebanding jika disandingkan denganmu." Bisik Karma. Nagisa mematung. Ia menghela nafas dan mendorong Karma. Karma memperhatikan mendung yang muncul di wajah Nagisa.
"Kau mencoba membandingkan Okuda dengan orang yang salah, Akabane. Tak ada orang waras yang akan mengatakan gadis polos sepertinya lebih buruk dari pembunuh sepertiku." Jawab Nagisa sembari pergi meninggalkan Karma. Karma masih berdiri ditempatnya lalu tersenyum.
"Apa dia tidak ingat kalau aku tak pernah waras jika ini tentang dirinya?" Gumam Karma sembari menarik Jasnya dan berjalan meninggalkan ruangannya.

TBC

Maaf lama sekali updatenya. Semoga terhibur.

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang