Time limit!

689 72 6
                                        

"Ack!!" Nagisa mengernyit saat tubuhnya terdampar di sebuah ruangan. Ia segera bangkit dan melihat sekelilingnya. Ruangan itu temaram dengan nyala perapian. Beberapa sofa nampak tersusun di tengah ruangan.

"Ruang apa ini?" Gumamnya. Kemudian ia mengingat sesuatu. Karma dan Yukari! Nagisa segera merogoh pakaiannya dan mengeluarkan ponselnya.
"Halo, Akabane? Aku baik-baik saja. Kalian tidak apa-apa? Hmm.. baguslah. Kau bisa pergi terlebih dahulu dengan Yukari. Um..Um. Aku akan menyusul kalian." Nagisa mematikan panggilan itu dan memasukkan ponselnya kembali. Ia kembali melihat sekelilingnya.

"Baiklah.. sekarang aku harus keluar dari sini." Nagisa menoleh kearah terowongan yang ia lewati tadi.
"Hmm.. sepertinya harus memilih jalur yang lain." Pikirnya.

KRIEK

Suara decit pintu membuat Nagisa menoleh. Gelap. Tapi Nagisa bisa melihat siluet dua orang. Laki-laki dan perempuan.

"Wah.. wah.. sudah lama sekali ya.." Suara berat itu membuat Nagisa mengernyitkan matanya. Jangan-jangan.. dan  sosok laki-laki itu nampak dengan jelas.
"Hei.. kau nampak terkejut sekali." Ujar Takaoka mengejek.
"Merindukanku, Putriku tercinta?" Nagisa membelalakkan matanya tak percaya. Detak jantungnya berpacu tak karuan melihat sosok wanita yang berdiri disamping Takaoka.
"Kaa..san?!"


"Wah.. wah.. benar-benar pertemuan yang mengharukan.. kau pasti merindukan ibumu ini kan?" Hiromi tersenyum puas melihat putrinya tak bisa berkata-kata.  Ia melangkah mendekati Nagisa yang masih terdiam.
"Hei.. kau tak ingin menyambut ibumu? Ruang penjara itu benar-benar membosankan kau tau? Ah, mungkin kau harus merasakan dulu bagaimana rasanya." Hiromi menepuk pundak Nagisa. Nagisa berjengit dan melompat mundur. Hiromi tersenyum sinis.
"Hee~ sudah kukatakan berkali-kali padamu, Nagisa-chan... Jangan pernah membantah ibumu.. kau bisa celaka loh.." Dan dengan berakhirnya kalimat Hiromi, Puluhan pria merangsek masuk dengan pistol ditangannya. Nagisa dengan segera merasa alarm di kepalanya berbunyi.
"Menyerang lebih dulu atau diserang" Pikirnya. Tak menunggu lama Nagisa dengan segera bergerak. Tubuh mungilnya lincah mengitari ruangan tersebut. Tangannya menarik sebuah pistol dan pisau. Pertempuran yang cukup sengit terjadi. Sejauh ini, Nagisa baik-baik saja. Dengan sedikit pengamatan, Nagisa bisa melihat orang-orang didepannya adalah orang amatir. Karena itu Nagisa dengan mudah menghabisi mereka. Tapi mereka tak ada habisnya! Ia harus segera keluar dari ruangan itu dan menyusul Karma. Tapi melihat seringai di wajah Takaoka dan ibunya, sepertinya akan cukup lama. Nagisa berhenti bergerak. Matanya menatap kedua orang yang berdiri santai di sudut ruangan. Manik birunya bersinar dingin.
"Akan kuterima hadiah dari kalian dengan senang hati." Ujarnya sebelum akhirnya kembali bergerak lebih gesit.


"Ritsu, dimana mereka?"Tanya Karma.
"Sebentar lagi mereka akan sampai, Karma-kun." Jawab Ritsu. Yukari memperhatikan sosok tinggi berambut merah didepannya.
"Hei.. apa jangan-jangan namamu, Akabane Karma?" Tanya Yukari. Karma menoleh.
"Huh? Ya. Kau mungkin sudah pernah mendengarnya dari orang tuamu." Jawab Karma. Yukari tersenyum.
"Ya.. itu semacam dongeng pengantar tidurku dulu. Mama selalu menceritakan masa lalunya." Jawab Yukari. Karma menaikkan alisnya. Karma suka ide itu. Kisah mereka memang seperti cerita fiksi fantasi atau action. Menjadikannya sebagai dongeng sebelum tidur bukan ide buruk. Karma hampir iseng menanyakan apakah Bitch sensei juga menceritakan berbagai kisah pembunuhannya yang selalu ia bangga-banggakan kepada kelas 3 E dulu. Belum sempat ia menanyakannya, Suara derap kaki terdengar sedikit riuh.
"Ah, Karma! Yukari chan!" Sosok berambut hitam menyeru.
"Isogai!" Yukari berlari kearah isogai.
"Syukurlah kau tidak apa-apa."Isogai mengamati sekelilingnya. "Nagisa?" Tanya Isogai.
"Dia sepertinya baik-baik saja." Jawab Karma. Isogai menatap Karma heran.
"Dia masuk kedalam perangkap. Tapi Nagisa sudah menghubungi kami dan berkata bahwa dia baik-baik saja." Jelas Yukari.
"Ah.. anak itu.." Gumam Isogai tak puas. "Jadi apa yang akan kita lakukan sekarang?" Tanya Hayami. Karma memberi isyarat kepada mereka untuk mendekat. Beberapa saat mereka nampak berembuk dan tak lama mereka mengangguk.
"Baiklah. Ritsu, tolong scan pengamanan di daerah yang sudah kita sepakati." Chiba melonggarkan dasinya.
"Dimengerti!" Jawab Ritsu. Maehara mengeluarkan tabletnya. Ia memencet beberapa kali dan kemudian sebuah hologram berbentuk bangunan muncul diatasnya.
"Whoaa.. ini hebat!" Seru Isogai.
"Simpan pujianmu, Yuuma. Itona akan senang mendapatkannya." Maehara segera berdiskusi dengan Hayami dan Chiba juga Yada, Nakamura dan Kataoka. Isogai menatap Karma yang sedang berdiskusi dengan Ritsu.
"Karma-kun." Panggilan Isogai membuat Karma menoleh.
"Hm?"
"Kuserahkan Nagisa padamu. dan... kuharap kalian bisa segera bergabung dengan kami." Karma mengangkat alisnya.
"Oke~." Jawab Karma.
"Baiklah! Segera ke posisi masing-masing. dan Karma.." Isogai menoleh.
"Berhati-hatilah." Lanjutnya. Karma mengangguk dan segera berbalik. Ia sudah mendapat detail ruang bawah tanah rumah itu.


Karma berlari sepanjang lorong. Sesekali ia menanyakan lokasi Nagisa kepada Ritsu. Setelah 5 menit, Karma berhenti. Ia bisa melihat asap keunguan yang keluar dari pintu didepannya.
"gas tidur?" Karma segera mengeluarkan sapu tangannya.
"Ritsu, hubungi isogai untuk menyusulku. dan pastikan ia membawa sesuatu untuk melindungi dirinya dari gas tidur." Titah Karma sembari membuka pintu didepannya. Ia mengernyitkan matanya saat gas keunguan itu menerpa badannya. Karma menahan nafasnya. Rekor yang bisa ia capai sebelum ini adalah 2 menit 50 detik untuk menahan nafas. Gas itu akan hilang menyebar di lorong lorong sekiranya 3-4 menit.
"Gawat.. " Pikir Karma. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Namun ia tak bisa melihat siapapun selain tubuh-tubuh yang bergelimpangan di kakinya. Karma membungkuk dan memeriksa tubuh itu. Dingin. Otak Karma segera menyimpulkan apa yang terjadi. Nagisa pasti terjebak dan harus membunuh orang-orang ini. Melihat jumlah tubuh di lantai sebenarnya Karma cukup takjub. Gadis kecil itu bisa membunuh setidaknya 20 orang.
"Baiklah.. sekarang masalahnya, dimana dia?" Pikir Karma. Kepalanya mulai pusing. Karma segera menjauh dari ruangan itu. Ia berlari mencari tempat dimana gas tidur tidak terlalu menusuk penciumannya. Karma memutuskan kembali ke tempat semula. Ia mengeluarkan ponselnya.
"Maehara? bisa kau teliti lagi ruangan diujung lorong sebelah kiri dari tempat pertemuan tadi?"

10 menit sebelum Karma sampai di ruangan ber gas tidur..

Nagisa mendecih pelan saat tubuh terakhir jatuh. Ia terengah. Nagisa hampir tidak pernah bertarung melawan orang sebanyak ini. Itulah mengapa penampilannya saat ini acak-acakan.
"Bravoo!! bravoo!!" Suara Takaoka dan tepukan tangannya membuat Nagisa menoleh. Ia mengernyit heran dan waspada saat melihat Hiromi dan Takaoka menggunakan masker yang menutupi wajah mereka.
"Apa yang kalian rencanakan?" Nagisa menodongkan pistol ditangannya.
"Kami hanya menginginkanmu. Dan karena sudah lama kita tidak bertemu, tentu saja kita harus merayakannya dengan semarak kan?" Jawab Hiromi. Tiba-tiba, 6 orang masuk dengan masker di wajahnya dan pistol yang menodong Nagisa. Nagisa melihat orang-orang yang jauh berbeda dengan yang baru saja Nagisa lawan. Melihat sekilas, Nagisa tau mereka pro. Nagisa mengangkat tangannya dengan sukarela. Ia tau ia tak akan bisa melawan mereka sendiri. dan jalan terbaik saat ini adalah menyerah. Sampai saat Kesempatan untuk melawan datang, Nagisa akan menyerah.
"Hee.. kukira kau akan keras kepala dan tidak menyerah. Tapi tentu saja, ibumu ini senang melihatmu begitu penurut. Jatuhkan pistolmu!" Nagisa menjatuhkan pistol ditangannya. Kemudian matanya melebar saat melihat Takaoka melempar kaleng kecil dan gas keunguan mulai menyebar.
"Tenang saja, Nagisa chan.. itu hanya gas tidur.. Kau hanya akan bermimpi indah sebentar.." Ucap Takaoka. Nagisa terbatuk. Matanya mulai berat dan akhirnya tubuhnya membentur lantai.


Karma kembali memeriksa jam tangannya. Kemudian ia bangkit dan kembali berlari menuju ruangan sebelumnya. gas tidur sudah habis. Ia melangkah melewati tubuh-tubuh yang tergeletak dingin. Karma melihat ke sekelilingnya dan berjalan menuju sebuah rak buku kuno. berbagai buku tersusun rapi disana. Karma meraba beberapa buku namun tak ada yang terjadi. kemudian ia melihat sebuah potret kecil di samping rak. Bingkai kecil tersebut menempel di dinding dengan lukisan satu warna, hitam. Karma mengernyit heran. ia memegang lukisan tersebut dan tiba-tiba alisnya terangkat.
"Hee~ cerdik sekali.." Gumamnya dengan senyuman khasnya saat melihat lukisan itu menyala dengan tanda silang merah. Selanjutnya lukisan itu berubah dengan beberapa garis.
"Pasword ya..." Karma memutuskan untuk tidak menyentuhnya sembarangan. Salah-salah ia bisa mengundang orang-orang untuk datang. Karma mengusap dagunya. Baiklah.. harus apa ia sekarang?
"Tidak ada hint.. cerdik sekali.." Gumam Karma. kali ini ia sudah berdiri didepan rak buku. Saag sedang melihat-lihat, ia sadar ada satu buku yang tertarik keluar. Karma menarik buku tersebut dan membukanya. Ia mengernyit heran saat melihat buku tersebut ternyata hanya kamuflase. Dan didalamnya terdapat sebuat buku kecil berwarna biru tua. Karma membuka buku kecil tersebut. Detik berikutnya pandangannya berubah. Karma membuang buku tersebut dan segera menuju lukisan hitam tadi. Ia mengetik beberapa huruf dan rak buku itu terbuka. Karma bisa melihat sebuah lorong pendek dengan cahaya menyala diujungnya. Karma segera masuk dan berlari. Ia tau, Nagisa dalam bahaya!

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang