12 tahun kemudian..
"Hhh.. hhh.. hhh.. kemana gadis itu pergi?" Seorang pria bertubuh besar mengusap dahinya. Kacamata hitamnya bertengger di batang hidungnya. Ia meraih saju jasnya dan mengeluarkan sebuah ponsel.
"Bagaimana? apa kalian menemukannya?" Tanyanya segera setelah telpon diangkat.
"Maafkan kami. Kami kehilangan jejaknya." Jawaban singkat itu menghasilkan decak kesal dari mulut lelaki itu.
"Temukan dia! Bagaimana mungkin dia bisa menyelinap masuk dibawah pengawasan yang seketat itu?! Dan lagi gadis sialan itu berhasil membunuh tuan muda! Dapatkan dia dan berikan padaku. Kalian mengerti?" Ucapnya marah. Kemudian ia menutup handphonenya.
"Gadis sialan!" Umpatnya.
BRUK
"Ah, maafkan aku nona."
"Um. tak apa-apa." Jawab gadis bersurai biru didepannya sembari tersenyum manis. Kemudian gadis biru itu melenggang pergi. Sang pria bergegas menaiki tangga dengan pikiran kalut. Ia mendapatkan misi untuk melindungi anak dari seorang bangsawan. Dan ia gagal karena seorang gadis kecil! Apa-apaan itu?! Tapi itu juga bukan sepenuhnya salah para pengawal. Bagaimanapun, sang tuan muda memang punya kelakuan bejat. Ia sering sekali membawa pasangan yang berbeda-beda untuk menemaninya 'bermain'. Jadi tentu saja ia tak menyangka bahwa gadis manis yang tadi menemani tuan mudanya adalah pembunuh yang mereka khawatirkan selama ini telah mengincar nyawa sang tuan muda. Siapa pula namanya? Blue Moon. Nama samaran yang cukup bagus dan cantik untuk seorang pembunuh. Bulan biru. Biru? tunggu...
"SIALAN!!!"Umpat pria itu sebelum akhirnya berbalik arah dan berlari. Gadis biru yang tadi ditabraknya. Bagaimana mungkin ia tak menyadarinya? Warna rambutnya memang berbeda dengan saat ia bergelayut manja di lengan tuan mudanya. Tapi sorot mata itu bagaimana mungkin ia tak menyadarinya. Ia bergegas menghubungi anak buahnya dan memberikan ciri-ciri sang pembunuh. Mansion besar itupun dipenuhi langkah kaki kepanikan karena mencari gadis muda bersurai biru. Dan dibawah sinar rembulan, Gadis biru yang tengah menjadi topik panas itu tersenyum sembari melepas sanggul rambutnya. Ia tersenyum setengah tertawa. Kemudian sebuah mobil hitam berhenti tepat didepannya. Ia membuka pintu dan memasukinya.
"Sepertinya misi sukses." Ucap sang pengemudi. Nagisa Shiota tersenyum tipis.
"Kita pergi, Black sun."
•
•
Karasuma tengah sibuk dengan tumpukan file dimejanya saat pintu ruangan diketuk.
"Masuk." Ucapnya. Pintu didepannya terbuka dan dua buah kepala menyembul dari balik pintu.
"Sesuai rencana, Karasuma-san. Misi sukses." Karasuma tersenyum mendengar laporan dari muridnya.
"Bahkan aku tak melakukan apapun. Seperti yang diduga dari seorang Shiota Nagisa. Rasanya sia-sia mengkhawatirkanmu." Nagisa tertawa kecil mendengarnya. Lalu ia menoleh kearah pria disebelahnya.
"Kau berlebihan, Isogai-kun!" Ucapnya. Isogai tersenyum dan menepuk kepala Nagisa pelan.
"Nah, sesuai janji, kami akan dibebaskan tugas sampai acara reuni selesai kan?" Tanya Isogai. Diam-diam Isogai melirik ke arah Nagisa. Gadis itu nampak tenang. Tapi Isogai tau ada kelebat gelisah disana.
"Tentu saja. Lagipula menyelesaikan misi Rank S sudah lebih dari cukup untuk kalian meminta libur." Jawab Karasuma. Kedua muridnya tersenyum.
"Umm.. Sensei.. akan ikut kan? Reuni." Tanya Isogai lagi. Karasuma terdiam sejenak.
"Akan kuusahakan. Tapi aku tak bisa berjanji." Jawab Karasuma.
"Mereka ingin kalian berdua datang." Kali ini Nagisa mengingatkan.
"Aku tau. Tapi aku masih harus mengurus beberapa hal." Jawab Karasuma. Isogai menghela nafas.
"Baiklah. Kalau begitu, kami berdua pergi dulu, Karasuma-san. Ada beberapa keperluan yang harus kami beli." Karasuma mengangguk mengizinkan. Kedua muridnya lantas membungkuk dan undur diri. Karasuma menatap pintu yang baru saja tertutup. Kemudian manik onyxnya beralih kearah bingkai kecil di meja kerjanya. Foto kelas 3-E dengan bayangan samar gurita dibelakangnya. Ia bukan tipikal orang yang suka memajang hal seperti itu. Hanya saja Istrinya suka sekali mengembalikan barang itu bahkan setelah Karasuma membawa bingkai foto itu pulang dan menyimpannya di laci lemari mereka. Karasuma menghela nafas. Reuni ya? Sepertinya tak masalah jika ia pergi. Lagipula, Ia ingin melihat bagaimana murid-muridnya sekarang. Setidaknya, Karasuma masih yakin bahwa murid dari gurita itu pasti akan menjadi orang yang sukses. Karasuma tersenyum tipis lalu kembali mengambil berkas yang tadi ia tinggalkan. Ia harus mengerjakannya dengan cepat.
•
•
"Psst.. Dia kenapa?"
"Ditolak lagi?"
"Sudah kubilang kan, menyerah saja."
"Sepertinya dia sudah punya tunangan."
"Um!Um! pria sepertinya tidak mungkin masih sendiri!"
Nakamura Rio menghela nafas mendengar bisik-bisik itu. Baru satu bulan ia pindah ke tempat kerjanya itu dan sudah sering sekali ia melihat peristiwa macam itu. Seorang wanita yang menangis dikelilingi teman-temannya yang mencoba menghibur. Oh! dan jangan lupakan percakapan tadi yang selalu saja diulang. Nakamura mengetuk pelan lalu langsung masuk tanpa peduli dengan jawabannya. Nakamura menatap manik amber yang masih setia menatap layar laptop didepannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
FanfictionShiota Nagisa adalah gadis yang baik. Ia tersenyum dengan cara yang berbeda. Tulus dan menenangkan. Setidaknya, sampai malam itu tiba dan Shiota Nagisa tak lagi sama.. Versi Indonesia dari Underworld Moonlight