[Chapter 6]

2K 153 2
                                        

Bau alkohol menyeruak, lampu remang-remang mendominasi seluruh ruangan. Berjalan kesana kemari mengantarkan sebotol cocktail ke siapapun yang memanggilnya dan meminta minuman beralkohol itu untuk berada di atas mejanya lagi. Sebuah bar elit di kawasan distrik Gangnam, tempat Jungkook bekerja. Jungkook bekerja sebagai pelayan di sana. Terlalu beresiko karena dia masih di bawah umur untuk bekerja pada sebuah tempat malam seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah mengajukan diri untuk bekerja di beberapa cafe ataupun mini market, tapi tak ada satupun yang mau menerima Jungkook sebagai pegawainya karena Jungkook masih di bawah umur dan tentu saja mereka tidak mau mengambil resiko besar dengan menentang aturan karena sudah mempekerjakan anak di bawah umur.

Tapi beruntunglah Jungkook karena bertemu dengan Byun Baekhyun, pemilik bar elit ini. Pria itu menemukan Jungkook yang dengan lemasnya berjalan di tepi jalan, dengan wajah lesu putus asa. Dengan sangat baik hatinya pria itu menawarkan pekerjaan untuk remaja ingusan seperti Jungkook. Awalnya Jungkook menolak karena Bar bukan tempat yang cocok untuknya, tapi setelah mendengar penjelasan Baekhyun bahwa dia akan menjamin keamanan Jungkook selama bekerja disana akhirnya Jungkook setuju. Jika dipikir kembali, mana mungkin Baekhyun mau mengambil resiko jika Barnya di tutup atau disita karena mempekerjakan Jungkook. Semuanya pasti sudah dipikirkan dengan baik. Dan ya, selama hampir satu tahun Jungkook bekerja di sini, tidak ada kendala apapun. Semuanya aman dan terjamin. Sama yang seperti Baekhyun katakan.

"Jungkook-ah."

"Ah iya, Baekhyun hyung?"

"Ini sudah cukup malam, jam pulangmu juga sudah dekat. Cepat bersiaplah pulang, dan ini gajimu hari ini," ucap Baekhyun sambil tersenyum pada Jungkook.

"K-kenapa sudah di gaji hyung? Bukankah seharusnya minggu depan?" ucap Jungkook tak mengerti.

"Anggap saja ini bonus untukmu karena masuk kerja tanpa terlambat di hari pertama setelah cutimu selama seminggu."

"Bagaimana bisa seperti itu, ah t-tidak perlu hyung."

"Ck, terima sajalah. Aku tulus memberikannya, kau hari ini sangat semangat bekerja. Aku jadi takjub dan aku ingin memberikan bonus padamu. Ya terima, ya."

"Iya, baiklah. Terima kasih banyak hyung."

"Sama-sama. Pulanglah, hati-hati di jalan. Dan langsung beristirahat ya!" ucap Baekhyun seraya mengusap puncak kepala Jungkook.

Baekhyun memang sangat baik kepada Jungkook, entah karena apa.
Sepertinya semua orang seolah tertarik dengan pemuda itu, seolah ingin menyayangi Jungkook. Tapi kenapa ayahnya, dan kedua kakaknya sangat membencinya? Mungkin tidak hanya mata mereka yang tertutup, tapi juga hati mereka. Sehingga mereka tidakk dapat melihat sesuatu di dalam diri Jungkook yang sangat berharga.

"Baiklah, kalau begitu aku akan siap-siap untuk pulang. Sekali lagi terima kasih baekhyunie hyung." 

"Sudah selesai?" Baekhyun

"Hm, iya. Aku pulang dulu ya, hyung."

"Oke, hati-hati di jalan." 

Jungkook mengangguk pelan sambil sesekali melambaikan tangan ke arah Baekhyun, namun saat ia hendak berbalik tiba-tiba ada seorang pelanggan Bar yang tak sengaja tersandung dan alhasil menabrak dirinya sehingga seragam sekolah Jungkook basah karena terkena tumpahan alkohol. Jungkook ingin membersihkan seragamnya, tapi sudah tidak ada waktu. Bus tumpangannya akan segera berhenti di halte, jika dia harus membuang waktu untuk membersihkan seragamnya, maka dapat ia pastikan dia tidak akan bisa memasuki rumah hingga pagi menjelang.

•••

"Aku pulang," ucap Jungkook seperti biasa saat sudah sampai di rumah. Walaupun yang menjawab hanya Jung ahjumma tapi tidak apa. Setidaknya ada yang menyambutnya.

Jungkook berjalan memasuki rumah dengan wajah tertunduk menahan kantuk, tak sadar jika tidak ada balasan dari Jung ahjumma. Dan juga tidak sadar jika ada seseorang yang sedang duduk di sofa sambil menatapnya tajam.

"Cih, dasar berandalan."

Langkah Jungkook seketika terhenti, wajahnya terangkat untuk melihat orang yang baru saja mengatainya.

"Apa maksudmu jin hyung?"

"Sudah kubilang berapa kali, jangan panggil aku dengan sebutan itu. Kau terlalu menjijikan, berandalan sepertimu bukan adikku." Seokjin mulai berdiri dan memasukkan tangannya ke saku celana, menatap Jungkook dengan dingin dengan mata yang sangat memancarkan sebuah kebencian.

"Aku bukan berandalan."

"Benarkah?"

"Baiklah terserahmu menganggapku apa, sekeras apapun aku membela diriku kau tidak akan mau mendengar."  Setelah mengucapkan itu, Jungkook langsung hendak melangkahkan kakinya kembali, ingin segera ke kamar dan mengistirahatkan dirinya. Tapi lagi-lagi langkahnya terhenti dengan terpaksa.

"Hei! Siapa yang mengajarkanmu berkata seperti itu hah!"  Suara berat yang mengintimidasi itu menusuk pendengaran Jungkook, dengan takut pemuda itu membalikkan badannya. Menatap pria dewasa di hadapannya dengan perasaan bergetar.

"A-Ayah ... "

PLAK!

Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipinya, bayangkan betapa kerasnya sehinga dengan sekali tamparan saja sudah mampu membuat sudut bibir Jungkook berdarah. Kemampuan seorang jungwoo memang tidak main-main. Sangat menyakitkan, namun sekali lagi. Jungkook sudah terbiasa.

"Jangan pernah berkata seperti itu kepada putraku!"

Jungkook hanya diam, tidak menjawab sama sekali. Padahal di dalam hatinya sudah berteriak. Ingin mengatakan sekeras mungkin jika dia juga anaknya, dia juga putranya!

"Dasar anak sialan, dari mana kau hah?! Tubuhmu jelas bau alkohol, dan kau tidak mengakui jika dirimu berandalan!"

sekali lagi, bukan tamparan dan bukan pukulan biasa. Jeon Jungwoo memukul rahang Jungkook dan membenturkan kepala jungkook di meja dengan keras, penuh amarah. Sangat tidak berperasaan, menyakitkan. Dan sekali lagi, Jungkook diam. Mencoba menerima, bahkan yang lebih dari ini pun Jungkook pernah mengalaminya. Jungwoo sering melampiaskan kemarahannya kepadanya dengan memukulinya tanpa alasan, bahkan jika ia melakukan kesalahan sedikit saja. Maka ia akan habis saat itu juga.

"Kau sudah berani minum hah! Dasar tidak punya otak! Jangan kotori rumahku dengan kelakuan berandal mu. Masih untung kau ku izinkan tinggal disini!"

Jungwoo terus menerus mendaratkan pukulan kerasnya di tubuh Jungkook, hendak meringis kesakitan pun Jungkook tidak bisa. Tidak ada waktu untuk itu. Diam dan terima saja.

"Dengar! Jika kau melakukan hal ini lagi, maka aku tidak akan mengampunimu." Jungwoo mendorong tubuh Jungkook hingga tersungkur dilantai, pria itu pergi begitu saja tanpa peduli keadaan Jungkook yang sudah sangat kacau. Seragamnya yang sudah kusut dan terkena bercak darahnya, beberapa bagian wajahnya yang juga berdarah. Kepalanya kembali berdenyut hebat, sangat sakit. Sakit di tubuhnya menjadi satu dengan rasa sakit yang kembali mendera kepalanya. Rasanya Jungkook akan mati detik itu juga.

"H-hyung ....," ucap Jungkook terbata saat melihat Seokjin yang berjalan melaluinya begitu saja, tanpa menengok. Tanpa peduli, tanpa mau membantunya seperti biasanya.

Jungkook meringkuk di lantai, menahan segala rasa sakit yang mendera seluruh jasmani dan rohaninya. Diam, menutup mata. Merasakan setiap rasa sakit yang datang. Jika malam ini adalah yang terakhir untuknya, maka ia akan pasrah. Jungkook ingin tetap hidup, ingin tetap memperjuangkan kasih sayang keluarganya. Tapi rasa sakit ini, membuatnya tak berdaya. Selalu saja membuatnya goyah akan tujuannya selama ini.

Tuhan, ini sangat sakit. Aku tak meminta lebih padamu malam ini. Aku hanya ingin rasa sakit ini segera pergi.

[]

FOR MEMORIES | JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang