[Chapter 1]

5K 214 0
                                        

Pagi menyambut, Kedua mata bulat itu mulai mengerjap untuk meraih kesadaran. Sebenarnya ini masih terlalu pagi untuk bangun, bahkan cahaya matahari masih belum terlihat sama sekali. Masih gelap, tapi pemuda itu sudah terbangun dan akan mulai bersiap-siap untuk mandi.

Hari ini adalah hari pertamanya bersekolah di bangku SMA, hari baru di sekolah baru. Tapi apakah dia akan mendapatkan hal baru juga?

•••

Setelah siap dengan seragam barunya dan juga segala yang diperlukan sudah lengkap, pemuda itupun segera menuruni tangga dan segera menuju dapur. Sesampainya didapur, seperti biasa dia akan mendapati Jung ahjumma sang asisten rumah tangga sedang sibuk dengan masakannya, wajar saja karena ini masih sangat pagi. Bahkan kedua kakak dan juga ayahnya mungkin masih terlelap saat ini.

"Selamat pagi, ahjumma," sapa pemuda itu dengan senyum cerah andalannya.

Jung ahjumma yang merasa terpanggil pun langsung berbalik dan menatap sang tuan muda yang sudah siap dengan seragam baru dan juga wajah ceria yang biasa pemuda itu berikan padanya.

"Ah, Jungkookie sudah bangun ya," ucap Jung ahjumma dengan senyuman lembutnya.

Jungookie,atau lebih tepatnya bernama Jeon Jungkook itu adalah si bungsu dari keluarga Jeon, dia memiliki duaㅡah lebih tepatnya tiga, dia memiliki tiga kakak jika saja salah satu kakaknya tidak meninggal 6 tahun yang lalu. Dan penyebab kematian kakak sekaligus kembarannya itu adalah karena dirinya, dia adalah pembawa sial. Itu yang diucapkan ayah dan juga kedua kakanya yang lain, itu yang selalu mereka gelarkan pada Jungkook. Mereka menyalahkan Jungkook atas kematian sang ibu dan juga  kembarannya, padahal saat itu Jungkook masih kecil dan tidak tahu apapun. Jungkook tidak mengerti kenapa rasa benci itu bisa tumbuh begitu dalam untuknya. Apa salahnya?

Jika Jungkook bertanya apa salahnya, maka mereka akan menjawab salahnya adalah karena ia lahir didunia ini. Kalau sudah seperti ini, apa dia harus menyalahkan takdir?

Ketidak adilan itu bahkan sudah jungkook rasakan sejak ia terlahir didunia, kematian sang ibu setelah melahirkannya membuat kedua kakak dan juga ayahnya membencinya. Tapi saat itu Jungkook masih beruntung karena kembarannya Jeon Junghon sama sekali tidak membencinya, kembarannya itu begitu menyayanginya. Junghon selalu melindunginya ketika ia terluka akibat perbuatan keluarganya yang lain, Junghon juga selalu memberinya semangat untuk tetap tersenyum dan tidak menyerah. Tapi semua itu hanya berlangsung sampai mereka berusia 10 tahun, karena saat itulah Junghon meninggalkannya. Kecelakaan mobil 6 tahun yang lalu adalah bencana besar bagi Jungkook, dia tidak hanya kehilangan saudara, tapi juga kehilangan sang pelindung yang sangat ia sayangi.

Setelah meinggalnya Junghon, kedua kakak dan juga ayahnya semakin membencinya. Rasa benci itu semakin terpupuk hingga tumbuh menjadi lebih subur, membuat Jungkook semakin sukit meraih mereka  dan merasa memang benar-benar tak pantas untuk lahir sebagai bagian dari keluarga Jeon.

Tapi sebesar apapun mereka membencinya. Tidak pernah sekalipun Jungkook membenci mereka juga, Jungkook sangat menyayangi mereka. Ia yakin suatu saat nanti keluarganya akan sadar dan mulai menyayanginya, walaupun Jungkook tidak pernah tahu kapan waktu itu akan datang.

"Kook-ah, mau ahjumma masakkan apa hari ini?" ujar Jung ahjumma seraya mengusap lembut puncak kepala Jungkook. Jangan sebut Jung ahjumma adalah asisten kurang ajar karena berani memperlakukan seorang majikan seperti itu. Jung ahjumma adalah ibu bagi Jungkook, wanita paruh baya itulah yang sudah menemani dan merawat Jungkook sejak kecil. Wanita itu menumpahkan semua kasih sayangnya kepada Jungkook seperti kepada anak sendiri. Jadi sudah wajar jika kedekatan jungkook dengan sang asisten rumah tangga itu begitu dekat seperti ibu dan anak.

"Aku mau dibuatkan sereal dan segelas susu saja ahjumma," ucap Jugkook sambil tersenyum. Senyum yang begitu manis itu membuat Jung ahjumma tak tahan untuk ikut tersenyum juga.

"Baiklah, kalau begitu Jungkook tunggu di meja makan ya. Ajhumma akan buatkan sarapanmu segera."

Jungkook mengangguk patuh dan segera duduk di meja makan seperti yang wanita itu minta, meja makan yang besar namun kosong, adalah pemandangan jungkook setiap pagi. Ia bangun sangat pagi dan juga sarapan lebih dulu karena ia tahu, saudara dan juga ayahnya tak akan pernah mau satu meja dengannya. Wajahnya begitu memuakkan hingga membuat napsu makan mereka hilang, begitu katanya.

Jungkook lantas menunduk sedih ketika teringat hinaan itu, walau itu sudah diucapkan bertahun-tahun yang lalu, tapi itu masih sangatlah membekas di ingatannya. Tanpa sadar air matanya kembali luruh, ia begitu sensitif ketika mengingat hal yang begitu menyesakkan. Diusapnya dengan kasar air mata itu segera. Tidak, ia tak boleh lemah, ia harus tetap berjuang. Jika ia lemah maka sampai kapanpun ia tak akan mendapatkan kasih sayang yang ia impikkan. Jungkook ingin keluarganya  tidak membencinya lagi, hanya itu saja.

Saat kegiatan mengusap air matanya belum selesai, telinganya mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat ke arah dapur. Mendengar itupun Jungkook langsung mengangkat kepalanya dan melihat siapa orang yang sudah bangun sepagi ini selain diirinya dan Juga jung ahjumma.

Saat kedua netra itu sudah berhasil melihat siapa orang itu. Jangtungnya lantas berdetak lebih kencang.

Tatapan itu, tatapan tidak suka yang selalu menyumbang luka untuknya.

"J-jin hyung ... " ucapnya lirih, setelah Jungkook berkata seperti itu, pria yang dipanggil jin itu lantas memutar bola matanya jengah, dan tanpa berkata sedikitpun pria itu mebali berbalik dan pergi dari hadapan Jungkook. Pria itu kesal karena pagi harinya diawali dengan melihat wajah sang adik yang sangat ia benci, wajah polos namun begitu memuakkan. Menyimpan memori buruk yang selalu tertanam di ingatannya.

[]

FOR MEMORIES | JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang