[Chapter 16]

2.4K 232 45
                                        

Gelap itu semakin mendominasi pandangannya. Tubuhnya terasa nyeri, namun ia masih dapat melihat keadaan sekitarnya dengan cukup jelas.

Banyak darah yang mengalir melewati pelipisnya. Bukan, bukan darahnya. Itu adalah darah sang kakak. Bocah yang tidak jauh berbeda dengannya itu memeluknya, melindunginya dan memasang tubuhnya sendiri sebagai tameng. Jungkook kecil menangis. Kakaknya tidak kunjung sadar, mata yang sama indahnya dengan miliknya itu tidak kunjung terbuka.

"Hyung, ba-bangun."

"Junghon, ayo bangun." Jungkook tidak berhenti menangis kala kakaknya benar-benar tidak merespon dirinya sama sekali. Walaupun ia masih kecil, tapi ia tahu betul jika keadaan saat ini sama sekali tidak baik-baik saja. Mereka dalam bahaya.

"Ja-jangan membuatku takut, aku mohon."

"Jangan tinggalkan aku."

"H-hyung ..."

"Hyung!"

"HYUNG!" Matanya seketika terbuka lebar, napasnya memburu, tubuhnya dipenuhi keringat dingin. Dadanya mendadak sesak saat masa lalunya kembali melintas melalui mimpi. Potongan kejadian yang membuatnya begitu ketakutan ketika mengingat-ingat kembali setiap detik kejadian. Peristiwa pada malam itu adalah mimpi terburuknya. Jungkook sangat menyesali tidurnya malam ini, ia tidak menyangka jika ia akan memimpikan kembali kejadian saat itu. Kejadian dimana ia benar-benar kehilangan malaikatnya. Malaikatnya yang pergi setelah sayapnya sudah terluka parah akibat melindunginya.

"Junghon, aku merindukanmu." Jungkook meringkuk dalam hening yang memeluk sepi, rasa rindu yang tiba-tiba datang seketika memenuhi relung hatinya. Kali ini ia sangat merindukan sosok kakak kembar yang begitu ia sayangi. Sosok yang sudah lama pergi.

Jungkook sudah terlanjur kembali mengingat masa lalunya, ia tidak bisa melupakan begitu saja. Kini rasa rindu dan beribu penyesalan itu mulai menghujam dirinya lebih dalam. Jungkook menyesal, benar-benar menyesali keputusan sang kembaran. Malam itu, seharusnya Junghon melindungi dirinya sendiri. Bukannya malah memeluknya hingga semua hantaman itu melukai tubuhnya sendiri dan berakhir dengan merenggut nyawanya.

Jungkook tidak pernah mengharapkan hal seperti itu, lebih baik dirinya saja malam itu yang mati. Itu adalah hal yang paling bagus, sebab disini dialah yang dibenci. Dirinya yang patut pergi.

"Andai malam itu kau tidak melindungi aku, mungkin kau selamat."

"Kenapa malah memilih membiarkan aku hidup? Junghon, aku benar-benar merindukanmu. Kau tahu? Kesempatan hidup yang sudah kau berikan padaku itu, adalah keputusan yang salah ..."

"Mereka semakin membenciku. Setelah mereka menyalahkan ku tentang kepergian ibu, saat itu mereka semakin mengutukku karena menganggap aku adalah penyebab kepergian dirimu. Mereka membenciku karena itu, bahkan hingga saat ini."

"Jika kau mendengar suaraku dari atas sana, tolong beritahu Tuhan agar mempermudah jalanku untuk meluluhkan hati mereka. Aku ingin hidup bahagia, tanpa tatapan dingin mereka, dan tanpa pukulan dari ayah."

•••

Pemuda berperawakan tinggi itu membuang napas lelahnya setelah selama hampir tiga jam lebih dirinya tidak berhenti menulis lirik dan mulutnya sesekali menggumamkan bait demi bait lirik yang sudah ia susun begitu apik dengan dasar pemikirannya dan juga melibatkan perasaanya yang jujur.

"Wah, kau memang sangat berbakat dengan hal ini." Sambil membaca coretan tangan milik Namjoon, Hoseok terus melontarkan pujian untuk pemuda itu. Ia benar-benar takjub dengan pemikiran sang sahabat yang memang tidak perlu lagi di ragukan.

"Aku baru tahu Namjoon hyung sangat lihai melakukan Rap dan menulis lagu. Keren sekali!" ucap Jungkook dengan penuh kekaguman, membuat Namjoon merasa semakin tersanjung hingga tidak bisa menahan senyum.

FOR MEMORIES | JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang