[Chapter 10]

1.9K 160 8
                                    

"Sialan, kali ini apa yang dia lakukan? Dia yang menggangu mu, atau kau duluan yang memukulnya?" Sinis Jimin sambil membawa kotak obat untuk kembali mengobati luka Namjoon. Jimin tentu kesal, belum lama ini dia sudah mengobati luka dari pemuda Kim itu, tapi sekarang luka yang serupa sudah kembali terukir indah di pahatan wajah tegasnya.

"Sopan sedikit! Aku lebih tua darimu, pendek!" serkah Namjoon sedikit kesal, Jimin itu kecil tapi cerewet dan kurang ajarnya minta ampun. Apalagi jika dengannya, Namjoon tidak mengerti, apakah Jimin memiliki dendam terpendam padanya atau bagaimana?

"Hei! Justru si pendek ini yang selalu mengobati lukamu. Sopan sedikit." Namjoon mendengus sebal dan detik berikutnya pemuda itu memekik kesakitan saat Jimin dengan sengaja menekan luka di wajahnya. Yang lainnya hanya bisa melihat pemandangan itu sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ini sudah biasa, perdebatan kecil diantara mereka.

"Apa kalian memiliki musuh?" Jungkook yang sedari tadi hanya memperhatikan pun ikut mengangkat suara. Heran saja, ketika melihat Namjoon yang sering kembali ke markas dengan wajah yang babak belur. Belum lagi reaksi yang lain, seolah mereka sudah lama menghadapi hal-hal seperti ini.

"Ya, bisa di katakan begitu. Tapi jangan salah, kami bukan siswa berandalan yang punya musuh di mana-mana," ucap Hoseok sambil terus fokus memakan camilannya.

"Benar, kami ini anak baik-baik. Hanya saja banyak yang iri dengan kami sampai-sampai ada yang terus mengganggu dan memusuhi kami," ucap Taehyung ikut menimpali. Kalau dipikir-pikir memang masuk akal jika banyak yang tidak suka dengan mereka. Empat orang itu merupakan perkumpulan orang-orang berprestasi. Namjoon yang merupakan murid kesayangan semua guru Matematika dan Sains karena selalu memenangkan olimpiade, Hoseok dan Jimin adalah penari dancer yang sangat baik, tidak ada yang bisa mengalahkan mereka berdua. Dan juga Taehyung yang selalu membuat sekolah bangga dengan kemenangannya di setiap lomba menyanyi. Semuanya begitu berbakat, seolah nama baik sekolah ada di tangan empat orang ini. Kalau Jungkook adalah orang lain, pasti dia juga akan iri.

"Kau sekarang bagian dari kami, kau adik kami. Jadi kau harus lebih hati-hati, kami juga akan selalu menjagamu agar orang-orang jahil itu tidak mengganggumu."

"Benar, apalagi dengan orang bernama Jackson dan teman-temannya itu. Dari sekian banyak orang yang tidak menyukai kami, hanya mereka yang benar-benar mengusik ketenangan kami. Jadi ingat, kalau berhubungan dengan orang itu. Kau jangan sembrono, mengerti?"

Mendengar peringantan dari kakak-kakaknya, Jungkook akhirnya mengangguk patuh. Sebisa mungkin dia akan mengingat hal ini.

"Oh iya, Jungkook. Sepertinya kau sering sekali sakit kepala, sudah pernah periksa ke Dokter?" tanya Taehyung mulai cemas, teringat dengan kejadian dimana dirinya pertama kali bertemu dengan Jungkook. Pemuda itu berakhir pingsan setelah rasa sakit mendera kepalanya. Dan tadi pagi Taehyung kembali memergoki Jungkook sedang menahan rasa sakit di kepalanya ketika di kelas. Taehyung tentu merasa khawatir, takut-takut ada hal serius terjadi pada adik baru kesayangannya.

"Tidak, belum. Hyung tidak perlu terlalu mencemaskan ku begitu, aku tidak apa-apa, ini karena aku kelelahan saja." Jungkook tersenyum simpul, mencoba untuk meyakinkan Taehyung dan yang lainnya. Kendati sebenarnya ia juga sedang berusaha meyakinkan dirinya sendiri, karena sebenarnya ia juga masih belum mengerti dengan apa yang terjadi padanya.

"Kau yakin?" Jungkook langsung mengangguk ketika Jimin berucap dengan penuh rasa ragu, Jungkook benar-benar yakin dirinya baik-baik saja. Ya, mungkin ini hanya efek lelah. Lelah dengan semua hal yang selama ini selalu menikam hati dan fisiknya dengan rasa sakit.

"Baiklah kalau begitu, kami akan mengawasi mu agar tidak kelelahan." Namjoon

"Hyung, itu berlebihan," ucapnya lucu.

"Aku tidak peduli."

Jungkook mendengus, kalau sudah begini memang tidak bisa di bantah lagi. Mau tidak mau , entah Jungkook harus bersyukur atau tidak sekarang.

•••

Seperti yang sudah di katakan sebelumnya, kalau Jungkook akan ditemani pulang oleh kakak-kakaknya. Setelah kejadian dimana Jungkook mengaku berkelahi dengan preman ketika perjalanan pulang, mereka menjadi tidak tega membiarkan Jungkook pulang sendirian. Takut-takut hal serupa akan menimpa Jungkook lagi, mereka tidak ingin Jungkook terluka. Tapi Jungkook sudah sering menerima luka bahkan jauh sebelum mereka mengenalnya, rasa sakit seperti kemarin bukanlah hal besar bagi Jungkook.

"Tidak ada penolakan, diantara kami berempat harus ada yang menemanimu pulang," ucap Jimin telak karena Jungkook menolak untuk ditemani pulang.

"Tidak, aku bisa pulang sendiri. Aku akan berhati-hati, aku janji."

"Tetap saja, tidak bisa. Nanti kamu terluka lagi bagaimana?"

Hyung, aku sudah sering terluka. Aku bahkan sudah terbiasa.

"Benar, kami akan menemanimu ya. Tolong jangan tolak kami." Hoseok

Jungkook menunduk pasrah, sepertinya jujur saja lebih baik. "Bukan begitu, tapi aku harus bekerja setelah ini." Setelah mendengar pengakuan Jungkook, mereka pun mendelik tidak percaya. "Ka-kau, bekerja?" Memang sulit di percaya, melihat rumah Jungkook yang mereka kunjungi kemarin, Jungkook terlihat sangat berkecukupan, rumahnya tergolong besar dan mewah. Tapi untuk apa Jungkook masih bekerja? Benar-benar, sampai di sini mereka jadi semakin ingin tahu apa yang terjadi dengan kehidupan Jungkook. Luka apa yang pemuda itu simpan, dan apa penyebabnya.

"Baiklah, aku dan Taehyung akan menemanimu sampai selesai bekerja."

•••

Ketika mengalami kegagalan, semua orang pasti akan jatuh.  Tak terkecuali Jeon Yoongi sekarang, produser musik itu baru saja mengalami kegagalan yang mengakibatkan kerugian besar untuknya. Suasana hatinya mendadak menjadi sangat buruk, dan sudah seperti orang lain pada umumnya. Ketika mereka memiliki beban pikiran atau hal yang membuat mereka merasa frustasi, maka salah satu pelampiasannya adalah minum-minum hingga tak sadarkan diri. Membiarkan pikiran mereka melayang walau hanya sebentar, setidaknya itu bisa membuatnya melupakan segala bebannya barang sejenak.

Yoongi belum sepenuhnya tidak sadarkan diri. Pria itu masih sadar walau sudah banyak botol alkohol dia habiskan. Atensinya masih sesekali fokus melihat aktivitas presensi lain yang sedang sibuk menjalankan pekerjaannya. Matanya mengikuti kemanapun sosok itu pergi tanpa ia mau. Yoongi tidak tahu kenapa, mungkin dia hanya sedikit terkejut. Karena beberapa waktu yang lalu dirinya melihat adik yang tidak ingin ia akui, datang. Seragam sekolahnya langsung berganti dengan seragam pelayan Bar yang lain. Yoongi tidak mau peduli, namun hal itu mempu menarik perhatiannya. Sebab pemandangan itu dengan tanpa sengaja sudah mematahkan anggapannya tentang sosok si bungsu.

Tadinya Yoongi pikir Jungkook selalu pulang terlambat dari siswa lainnya karena pemuda itu sibuk bersenang-senang, layaknya berandalan yang suka menyenangkan diri mereka dengan hal-hal yang tidak baik. Namun melihat Jungkook dengan seragam pelayan itu, membuat Yoongi jadi berpikir bahwa mungkin saja selama ini Jungkook menghabiskan waktunya untuk bekerja, bukan bersenang-senang. Ia baru ingat jika ayahnya hanya memberi uang untuk membiayai pendidikan Jungkook saja, dan tidak untuk biaya hidup Jungkook sehari-hari.

Tapi Yoongi, tetaplah Yoongi. Dia masih Jeon Yoongi yang membenci Jeon Jungkook, sama seperti dulu bahkan hingga sekarang. Walau anggapannya mengenai sang adik ternyata tidak benar, tapi rasa bencinya masih ada di sana. Di hati bekunya.

Sama seperti Seokjin, Yoongi membenci si bungsu karena ia akan selalu ingat dengan kejadian dimana dirinya yang  sudah lama menunggu sambil berdoa untuk keselamatan ibunya, tapi tiba-tiba di hadapkan dengan kematian ibunya tepat di hadapannya. Dengan mata kepala Yoongi sendiri, Yoongi kecil yang sempat melihat wajah pucat sang ibu yang sangat ia kasihi dulu. Setiap melihat Jungkook, entah kenapa hatinya seperti mendapat sengatan. Walau faktanya dulu ia juga merasakan hal yang serupa ketika melihat wajah kembaran yang lain, Junghon. Namun ketika melihat Junghon, Yoongi masih memiliki rasa ingin menerima presensi itu sebagai adiknya. Berbeda dengan Jungkook. Di mata Yoongi hanya ada kekesalan di sana.

Apakah suatu saat nanti Yoongi juga akan memiliki rasa yang serupa untuk si bungsu yang sebenarnya? Setelah banyaknya rasa tidak suka dan benci yang ia tumpuk untuk sosok itu. Dan memberikan secercah harapan yang nyata untuk Jungkook.

[]

A/N: maaf kalau cerita ini slow update :(
Tapi terima kasih, sudah nunggu 💜

FOR MEMORIES | JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang