[Chapter 9]

1.7K 148 4
                                        

Seokjin menatap nampan yang berisi gelas kosong dan beberapa sisa butir obat di sana dengan tatapan kosong.

Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi dan ia pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Tatapannya tak sengaja melihat nampan yang tadi malam di bawa oleh jung ahjumma untuk Jungkook.  Dengan rasa penasaran, Seokjin meraih sisa obat yang ada di sana dan memeriksa obat apa yang di berikan jung ahjumma untuk Jungkook. Seokjin tidak tahu kenapa ia harus repot-repot melakukan hal ini, ia hanya ingin saja. Setelah dilihat, tidak ada banyak obat di sana, Seokjin hanya melihat obat pereda rasa sakit dan obat sakit kepala dengan dosis yang lumayan tinggi.

Seokjin mengernyit ketika menyadari sesuatu. Sepertinya dia sering melihat bungkus obat yang serupa di dalam tempat sampah yang ada di dapur. Tapi dia sama sekali tidak peduli sebelumnya karena dia selalu sibuk dan pikirannya selalu penuh dengan pekerjaan. Dia tidak ingat seberapa sering dirinya melihat bungkus obat itu di dalam tempat sampah, namun sepertinya memang sudah sangat sering.

Seokjin mulai mengumpat ketika otaknya mulai memikirkan hal yang bertolak belakang dengan perasaanya. Perasaan benci dan tidak peduli tentang apapun yang berhubungan dengan si bungsu.

Sebenarnya sejak dulu Seokjin juga tidak tahu kenapa dirinya bisa memiliki rasa tidak suka yang begitu dalam kepada adik bungsunya, ia hanya merasa kesal. Setiap melihat wajah jungkook, ia selalu teringat dengan kematian ibunya. Ibunya yang langsung meninggal sesaat setelah melahirkan sang adik.

"Hyung, apa ibu akan baik-baik saja?" tanya yoongi kecil  kepada sang kakak yang lebih tua dua tahun darinya itu. Yoongi merasa takut namun juga senang. Yoongi kecil takut ibunya kesakitan, tapi dirinya juga senang karena sebentar lagi ia akan menjadi seorang kakak. Seperti seokjin yang menjadi kakaknya. Sungguh, Yoongi merasa tidak sabar. Pikirannya yang masih polos itu penuh dengan ekspetasi dimana dirinya yang akan menjadi seorang kakak yang keren.

"Yoongi tenang saja ya, ibu pasti baik-baik saja. Dan adik kecil kita pasti akan lahir dengan selamat. Kita berdoa saja untuk keselamatan mereka, mengerti?" ucap sang kakak sambil mengusap surai adiknya itu dengan lembut.

Yoongi yang mulai yakin dengan perkataan sang kakak akhirnya hanya menangguk patuh, di dalam hati kecilnya Yoongi tak henti-hentinya berdoa untuk keselamatan ibu dan calon adiknya. Seokjin pun tidak luput dari itu, anak kecil itu juga berdoa dengan sepenuh hati agar Tuhan tidak membiarkan ibunya sakit. Yoongi dan seokjin begitu menyayangi ibunya, ibunya adalah segalanya bagi mereka berdua.

"Hyung, kenapa lama sekali? Aku takut disini." Yoongi kecil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru koridor. Kini dirinya dan sang kakak sedang duduk di kursi tunggu yang tepat berada di depan ruangan dimana ibunya sedang berjuang melahirkan sang adik yang juga ditemani sang ayah di dalam sana. Pikiran khas anak kecilnya tentu bekerja, bagaimana jika ada yang menculik mereka? Jika mereka di culik, mereka pasti tidak bisa melihat ibu dan adik barunya.

Seolah mengerti dengan apa yang di rasakan sang adik, seokjin kembali mencoba meyakinkannya kembali. "Yoongi jangan takut, ada hyung di sini."

"Kita tidak akan di culik, kan?" tanyanya polos.

"Tentu saja tidak, jika ada yang menculik kita, pasti penculiknya akan langsung di suntik oleh dokter."

Yoongi pun bergidik ngeri, "benar juga. Di suntik itu menyakitkan."

"Kalau begitu jangan takut lagㅡ" perkataan seokjin terhenti saat suara pintu terbuka memecah keheningan di tengah sepinya suasana koridor rumah sakit. Menampilkan presensi sang ayah di sana.

FOR MEMORIES | JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang