— Doppelgänger —
18 : Hilang
Kejadian malam tadi membuatku sedikit terguncang. Semua orang yang berada di dalam rumah ini keheranan ketika melihatku yang terdiam di sofa ruang tengah. Mereka terbangun di malam hari karena mendengar bunyi ledakan dari pistol yang ku pegang saat ini.
"Nyonya... di mana tuan Lee?" tanya pak Sungjae yang menepuk bahuku. Pertanyaan itu membuatku tersadar dari lamunan kosongku.
"Jangan-jangan..." pak Sungjae terbelalak dan langsung berlari bersama beberapa orang ke arah kamar Lee.
Aku mengikuti mereka dengan berjalan di belakang, tentu masih dengan pandangan yang kosong. Mereka sama bingungnya denganku. Bedanya, mereka belum mengetahui kejadian mengerikan itu.
Mereka tentu tak akan mendapati Lee di kamarnya. Aku pun berjalan menyelinap di antara mereka untuk menghadap rak buku. Benar saja, semua asisten di sini masih terdiam, mereka tidak mengetahui tentang ruang bawah tanah itu sampai di saat mereka melihatku menarik tuas. Lorong gelap menuju bawah tanah terbuka lebar, semua tindakanku membuat mereka tercengang.
"Kalian tunggu di sini. Saya mau bawa abu jenazahnya"
Raut wajah para asisten lelaki di hadapanku ini menegang. Mereka terkejut dengan ucapanku. Setelah itu dapat ku dengar beberapa dari mereka berbisik, mereka bertanya-tanya dengan apa yang terjadi di sini.
Setelah kejadian naas itu, aku membereskan semuanya. Aku memasukkan abu Lee pada sebuah guci kecil berwarna hitam yang berada di sana. Sedangkan abu Jichu ku simpan di sebuah guci berwarna putih. Tanganku tentu gementar saat memindahkannya, aku menangis tersedu-sedu saat mengingat kejadian itu. Aku menaruh keduanya di sebuah ruangan tersembunyi, tempat seluruh foto masa lalu Taeyong dipajang. Setelah itu aku kembali ke atas untuk menenangkan diri. Namun para asisten di rumah rupanya sudah berkumpul di dekat ruang tengah, dan mereka melihatku yang terduduk di sana.
Kini aku sudah meletakkan kedua guci berisi abu Lee dan Jichu pada sebuah meja kecil yang melingkar di aula. Tentu mereka semua masih mengikutiku hingga berakhir di aula.
Aku menjelaskan seluruh kejadian pada semua orang yang hadir di aula tentang apa yang terjadi di dalam sana. Aku pun melarang mereka untuk membocorkan informasi ini, karena aku juga belum mengerti maksud Lee membunuh Jichu di sana. Kemudian tubuh Lee yang tiba-tiba terbakar, aku belum mengetahui penyebabnya. Semuanya belum jelas. Mungkin satu-satunya orang yang tersisa untuk ku tanyakan adalah Taeyong. Aku harap dia mengetahui sesuatu tentang semua ini.
Esoknya, aku mengadakan pemakaman untuk Lee dan juga Jichu. Tidak ada yang tahu dengan pemakaman ini kecuali semua orang di dalam rumah. Meskipun Lee adalah orang yang jahat, tetapi dia berhak mendapatkan penghormatan terakhir. Saat melihat nisan Jichu, aku kembali bersedih. Pasalnya, Jichu yang tidak bersalah harus terlibat di sini hingga nyawanya direnggut oleh Lee. Anehnya, cuaca pagi ini cukup cerah untuk sebuah hari yang duka.
Semuanya berjalan dengan lancar, para asisten mencoba untuk menghiburku dengan menyuguhkan makanan kesukaanku. Hatiku menghangat ketika melihatnya. Aku merasa suasana di sini tidak semenegangkan dulu. Semua orang terlihat sangat ramah padaku. Ah, mungkin ini hanya perasaanku saja.
"Nyonya, ada telepon." Sahut salah seorang asisten yang memberikan ponselku.
"Oh? Makasih" aku meletakkan garpuku. Kemudian menerima ponselku. Aku hampir terlupa dengan ponselku yang ku tinggalkan begitu saja di ruang tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppelgänger
FanfictionKami serupa tapi kami tak sama. Start 19-12-2019 End 12-02-2020 © _gzbae_