— Doppelgänger —
19 : Pernyataan
Aku membuka mataku. Cahaya matahari dari arah kiri mulai menerobos masuk pada indera penglihatanku. Ku lihat sekitar ruangan. Bau ruangan ini sama seperti kemarin. Aku masih berada di rumah sakit. Namun kali ini akulah yang terbaring. Ku lihat ke arah kanan, Taeyong ada di sana sedang memainkan ponsel. Dia juga masih menggunakan baju pasien itu.
Mata kami bertemu, Taeyong lantas beranjak dari duduknya di sofa. Dia sudah berada di dekatku, mengecek keadaanku dengan begitu telaten.
"Lo semalem pingsan, Jis"
Aku masih menatap Taeyong yang sedang melakukan sesuatu padaku, aku tak mengerti. Apakah dia juga seorang dokter? Karena ku lihat dia begitu paham dengan apa yang dilakukannya.
"Sebentar lagi lo boleh makan. Kita makan bareng ya?" aku hanya mengangguk.
"Yong..." panggilku. Taeyong menoleh.
"Orangtua gue... mereka masih hidup, kan?" Taeyong terdiam. Dia lalu mengambil kursi untuk duduk di dekatku.
"Jisoo, kita doain aja. Mereka belum ketemu. Gue tadi udah cek semua media berita."
Taeyong menggenggam tanganku, dia seolah sedang menyalurkan energi positif untukku yang selalu berpikiran negatif. Aku tak bisa kehilangan orang di sekitarku lagi. Aku tak ingin kehilangan semuanya. Termasuk dia yang sedang menemaniku ini.
Sebenarnya kondisiku sudah pulih. Namun aku masih merasa lemas. Tubuhku tidak berenergi. Seperti sekarang, aku tidak nafsu untuk makan. Taeyong tak memaksaku, dia mengerti dengan keadaanku.
Aku meminta izin pada Taeyong untuk ke toilet. Awalnya dia ingin menemaniku, namun mengingat kondisinya yang belum pulih, aku menolaknya untuk ikut. Dia harus tetap beristirahat di sana sampai ia benar-benar sembuh. Ku rasa dia selalu membohongi dirinya sendiri, dia selalu berbohong padaku tentang keadaannya. Bagaimana bisa seseorang yang terkena lebih dari tiga puluh tusukan pada bagian bawah dadanya dapat pulih dengan cepat?
Ku lihat pantulan diriku di cermin setelah membasuh wajah. Aku menghela nafas. Beberapa sosok berambut panjang terlihat berdiri tepat di belakangku yang sedang menatapku bak makanan lezat.
"Please lah, gue lagi gak mood buat lihat kalian." Aku pun segera pergi dari toilet. Jika aku berlama-lama di sana, mungkin mereka akan berusaha untuk masuk ke dalam diriku. Tentu saja, aku masih bisa melihat mereka hingga sekarang. Rupanya, dampak yang diberikan Taeyong begitu besar padaku. Tapi tak apa, aku harus menerimanya. Ini semua sudah ditakdirkan untukku.
Saat dalam perjalanan menuju ruangan Taeyong dirawat, aku mendengar suara pembawa berita dari televisi yang berada di dekat ruang tunggu. Sejenak aku menghentikan langkahku, mereka mengabarkan bahwa bangkai pesawat yang menghilang itu telah ditemukan di sebuah selat. Tidak ada yang selamat, semua korban meninggal dunia. Termasuk ayah dan ibuku.
Aku terduduk di kursi ruang tunggu. Kabar ini terlalu mengejutkan bagiku. Aku menatap lantai rumah sakit dengan kekosongan yang berada di dalamnya. Siapa yang harus ku salahkan di sini?
Samar-samar aku mendengar sahutan dari Taeyong. Dia menyadarkanku dari semua lamunanku. Ku lihat dia yang sedang mengatur nafasnya. Aku kembali mengkhawatirkan keadaan tubuh Taeyong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppelgänger
Fiksi PenggemarKami serupa tapi kami tak sama. Start 19-12-2019 End 12-02-2020 © _gzbae_